Tahun Ketiga

19.7K 935 21
                                    

Tak terasa, tahun ketiga pun dimulai.

Semuanya berjalan dengan lancar. Yuna dan Ryan balikan, Clarisa dan Yuna menjadi sahabatku.

Serta si brengsek yang kini menjadi kekasihku, Cedric.

Ah, ya. Cedric juga mendapat peringkat pertama di sekolah. Ia bahkan baru saja kembali dari Olimpiade Matematika tingkat nasional. Kini ia dikenal menjadi siswa yang berprestasi.

Aku juga sudah tahu semuanya, bagaimana Cedric diadopsi dan ternyata orangtua angkatnya selama ini adalah orangtua kandungnya sendiri.

Cedric Loune adalah nama pemberian kakek dari Ibu Cedric yang keturunan Inggris. Tertulis di gelang pemberian kakeknya itu yang ditemukan bersama Cedric. Orangtuanya tidak tahu kalau si kakek- Mr. John Loune, memberi nama Inggris kepada Cedric.

Sehingga saat diadopsi pun, orangtua Cedric tidak mengenali namanya. Ternyata Cedric itu blasteran. Pantas saja dia agak tampan. Yeah, agak.

Nama asli Cedric adalah Arjuna. Aku sering mengejeknya dengan nama itu. Meskipun itu nama yang bagus, tapi dia bilang itu adalah namanya ketika ia terbuang, jadi Cedric tidak suka.
Bagaimanapun, semua identitas Cedric telah tertulis atas nama Cedric Loune, sehingga itulah namanya.

Cedric masih harus rutin menemui psikolog, namun keadaannya sudah jauh lebih baik. Ia sudah tidak trauma lagi. Ia juga telah memaafkan semua orang yang menyakitinya dulu. Kami juga berkunjung ke makam Bunda Ayya, ibu asuhnya dulu.

Suatu ketika, seseorang datang ke rumah Cedric membawa seekor kucing.

Midi!

Mereka bilang pemilik Midi, telah meninggal, sehingga tidak ada lagi yang merawatnya sekarang. Midi menemani pemiliknya sampai akhir, terlihat dari raut wajah kucing itu yang masih menggambarkan kesedihan. Jadi pihak keluarganya pun berharap kami bisa merawat Midi.

Kami pun menerimanya!

Namun meskipun kami sangat ingin merawatnya, kami sadar ada seseorang yang lebih membutuhkan Midi.

Kalian ingat Nyonya Lian? Penjaga sekolah yang kucingnya pernah dibunuh oleh Cedric? Ya, masalahnya telah lama selesai, Cedric juga sudah minta maaf.

Kami pun memberikan Midi ke Nyonya Lian dan mereka berdua tampak bahagia.

"Dia memang tidak semanis Fluffy, tapi kami harap Nyonya mau menerimanya," ucapku, ketika kami bertamu ke rumahnya sepulang sekolah.

"Itu terserah pada kucing ini mau menerimaku atau tidak," kata Nyonya Lian dan aku memberikan Midi ke gendongannya. Midi menurut.

Nyonya Lian kini pemilik baru Midi.

Tahun ketiga mulai, tahun ketiga selesai.
Cepat sekali. Semuanya terasa begitu cepat berlalu. Banyak hal yang telah terjadi, semuanya seolah baru terjadi kemarin.
Baik dan buruknya, kuambil semua sebagai pelajaran.

Hari ini, kami baru saja menyelesaikan ujian akhir untuk kelulusan kami. Sampai jumpa, bangku SMA!

Tapi aku merasa ada yang aneh. Aku, Cedric, Yuna, Clarisa dan Ryan ujian di ruangan terpisah. Jadi aku tidak melihat mereka dari pagi tadi.

Ke mana ya, mereka? Pesan chatku pun tidak dibaca.

Sekolahan sudah sepi. Bel pulang sudah berbunyi dari 30 menit yang lalu.

Tiba-tiba...

GREP!

Ada yang menangkapku dari belakang. Aku syok dan hampir teriak, tapi orang itu lebih dulu menutup mulut dan mataku.

Aku merasakan telingaku hangat. Nafas orang itu mengenai telingaku,
"Selamat ulang tahun, Kiara...."

"Cedric!" seruku.

Lalu sekonyong-konyong terdengar lagu "Selamat Ulang Tahun" yang dinyanyikan oleh beberapa orang.

Cedric melepaskanku, dan aku melihat Ryan dan Yuna, serta Clarisa yang membawakan kue tart mini lengkap dengan lilin "17" menyala di atasnya. Bahkan ada Kak Akira, pacarnya Clarisa.

"Met ultah, Kir," Ryan menyalamiku. "Ini kado dariku dan Yuna."

Yuna memberikanku sebuah kotak dengan bungkus warna merah. "Happy sweet seventeen, Kiara!" sorak Yuna. "Enjoy your legal!" Yuna menyalami kemudian memelukku.

"Ayo tiup lilinnya dulu, jangan lupa make a wish," Clarisa menyodorkan kue tart dihadapanku.

Aku menutup mata.

Aku berharap kami bisa terus bahagia seperti ini, amin.

Aku meniup lilin yang langsung mati dalam sekali tiupan.

"Yey, selamat ulang tahun!" kata Clarisa.

"Otanjoubi omodetou, Kiara-chan," ucap Kak Akira.

"Makasih semuanya!" aku sangat bahagia. "Thanks Cedric, Clarisa, Yuna, Ryan. Arigato Kak Akira."

"Hei, cengeng. Tidak usah menangis!" Cedric menyenggolku.

Bagaimana aku tidak menangis....

Sudah banyak yang terjadi sampai hari ini. Jika diingat-ingat, tahun lalu....
Ryan selingkuh, Yuna dan aku bertengkar, Clarisa dan aku rebutan Cedric, dan Cedric juga... Masih psikopat minta ampun.

Sulit dipercaya, kami yang awalnya bermasalah satu sama lain hari ini berkumpul sebagai sahabat.

Sungguh perjalanan yang panjang. Setelah kejutan kecil itu, aku pun mentraktir mereka makan.

Kami bermain sepuasnya. Triple date, bisa dibilang. Aku sangat senang.

Kami bermain sampai matahari hampir terbenam, tidak tahu waktu.

Kami bahkan ke taman ketika Cedric pertama kali mengantarku pulang.
Di taman ini... Cedric menyeka hidungku yang terkena es krim. Kalian ingat?

****

Kiara duduk di salah satu bangku di taman. Matanya terkunci menatap senja yang tersaji di hadapan kami.

Aku turut duduk di sebelahnya. Ia tidak bergeming, mungkin ia memikirkan sesuatu.

Yang lainnya? Ah, jangan pikirkan mereka. Sudah sibuk sendiri dengan pasangan masing-masing.

Hari ini, Kiara berusia tujuh belas tahun. Ia beranjak dewasa.

Aku menatap bening mata Kiara yang memantulkan jingganya mentari sore.

Begitu banyak hal yang sudah kulalui bersama wanita payah ini.

Hah, dia sudah mengubahku sedemikian rupa. Aku sudah berkembang begitu jauh. Jika dibandingkan diriku yang sekarang dengan waktu pertama kali bertemu Kiara, seperti dua orang yang berbeda.
Aku tidak pernah menyangka kami akan sampai pada titik ini.

Aku meraih sejumput rambut Kiara yang menggantung di punggungnya, memainkannya sedikit. Menciumnya.

"Aku belum memberimu hadiah," kataku.

Kiara menoleh.
Ia memukul bahuku, senang.
"Mana hadiahku!?"

Aku merogoh sakuku. Aku akan memberikannya cincin.

Tidak... Aku tidak melamarnya, belum. Cincin ini hanya sebagai hadiah.
Aku sudah siap menggenggam tempat cincinnya, sudah siap mengeluarkannya dari sakuku.

Kata-kata sudah siap di kerongkonganku, tinggal kukeluarkan.

"K-"

Seketika ponsel Kiara berdering.

"Sebentar," Kiara menahanku. Ia menjawab telepon itu. "Halo?"

Wajah Kiara berubah muram.

****

Psycho Boy [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang