Menolak

28K 1.6K 6
                                    

"AAAKHHH!!!" aku berteriak.

HUP.

DEGDEGDEGDEG

Aku tidak pernah menyangka jatuh di lengan Cedric terasa lebih baik daripada jatuh ke tanah atau ke rumput.

Cedric menangkapku. Untung saja dia menangkapku.

Aku perlahan membuka mata yang tadi kututup karena takut.

Lengan Cedric yang berotot bisep menahan pundak dan lipatan lututku.

Dan....

Aaaaa!! Tubuh kami bersentuhan!!!

Pinggul mungilku yang sering aku bilang gemuk dempet dengan perut Cedric yang rata, tak berbusana.

Rasa aneh menggelinjar di seluruh tubuhku. Pipiku merah seperti udang rebus.

Cedric mengambil nafas berat yang menurutku,

Sialan...

Seksi.

Lalu ia pelan pelan menurunkanku. Kakiku yang tak bersepatu berusaha seimbang memijak tanah. Sementara perasaanku masih kalang kabut, tak jelas, abstrak.

"Kalau ditarik dari atas, melawan gaya gravitasi, akan lebih berat. Sedangkan kalau kau membiarkan tubuhmu jatuh ke bawah, lebih ringan dan cepat, ya walaupun terlihat lebih berisiko sebenarnya tingkat resikonya sama dengan cara ditarik ke atas," ucap Cedric menganalisis, menjelaskan alasan dari caranya yang tak biasa itu.

Aku menatapnya kagum. Cara pikirnya tak biasa tapi itu jenius.
Dia jenius!!!

Tapi... kenapa aku merasakan dentuman yang begitu keras dari dalam rusukku?

Aku takut pada Cedric.
Aku takut.
Dia psikopat.

Tidak...

Kenapa aku tiba-tiba tidak takut lagi?
Malah kagum!!!
Sialan!!!!

Aku tidak boleh terperosok dalam jurang pesona semu Cedric, tidak boleh...

Tidaklah normal menyukai cowok yang mengeluarkan isi perut kucing dan menikmati rasa sakit...

Tapi, bukankah di dunia ini tidak ada yang normal?

Pipiku panas. Aku menggeleng. Tidak mungkin aku suka Cedric, kan?

Tapi, dia menyelamatkanmu dua kali hari ini...

Aku menggeleng.

Tidak. Aku menolak untuk menyukainya.





"Kenapa?"

DEG! Cedric membuyarkan pikiranku.

"Kau sudah selesai? Aku akan ke atas mengambil seragam lalu pulang," ucap Cedric lalu berjalan masuk.

"Aa... aku belum selesai!" Aku menahannya.


Kami kembali ke kamarku di atas. Aku pun mengolesi krim luka di memar-memar di tubuh Cedric. Sialan... agak cangggung rasanya ketika aku mengoles dan terpaksa meraba tubuh Cedric itu.

Pipiku merah lagi. Aku sebisa mungkin memikirkan cara untuk mencairkan suasana canggung ini.

"Hmm... tadi.. kenapa kau pulang terlambat?"

Cedric membuang nafas. "Sebetulnya, kunci rumahku hilang. Jadi tadi aku mencarinya, tapi malah...."

Aku tertawa kecil mendengar penuturannya.

"Sudah ketemu?"

"Belum."

"Hmm... aku juga minta maaf," kataku, "waktu itu aku menyuruhmu untuk menjauhiku. Lupakan saja, ya. Aku waktu itu terbawa emosi."

Cedric mengangguk pelan. "Iya, bocah sepertimu ini belum bisa mengendalikan diri sendiri," ejeknya.

"Hei, aku bukan bocah!" Seruku. "Nah sudah selesai."

Cedric beringsut memakai kemejanya.

"Kalau begitu, aku pulang, ya."
Ia lari ke balkon dan hampir lompat dari sana.

"Bukannya rumahmu dikunci?"

"Hmm... aku, aku akan tidur di teras rumah."

Jawabannya membuatku tertawa. "Kau akan masuk angin, bodoh!"

Cedric diam.



"Bagaimana kalau menginap di rumahku?"

------------
Please leave your vomment :)

Psycho Boy [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang