Sinar matahari mengintip dari celah gordyn, mengenaiku dan membuat mataku refleks membuka.
Aku bangkit duduk, berdoa lalu melompat turun dari kasur. Meskipun pada pagi hari, aku tahu gaya gravitasi pada kasurku meningkat sepuluh kali lipat. Aku meregangkan tubuh.DUK! DUK! DUK!
Aku kaget. Pintu kamarku digedor dengan sangat keras.
"NONA! NONA KIARA!" terdengar suara dari luar.
Aku membuka pintu. Asisten rumah tanggaku. Rupanya ia sudah kembali dari pulang kampungnya."Tadi saya datang subuh-subuh. Saya kaget ada laki-laki tidur di sofa! Nona tidak apa-apa?" Tanyanya gusar.
Kalau ada yang bertanya dari mana asistenku ini masuk, tentu saja ia memiliki duplikat kunci rumahku.
Aku tertawa kecil. "Tidak apa-apa, itu temanku, kok,"jelasku. "Dia menginap di sini."
"Oooh, begitu...," katanya, lalu aku dengannya menuruni tangga.
"Nona Kiara sekolah, kan? Biar saya siapkan sarapan," ucapnya, lalu ke dapur. Aku hanya mengangguk dan menuju ke ruang tamu.
Cedric masih tidur dengan posisi yang memprihatinkan di sofa. Aku tidak habis pikir, bisa bisanya dia tidur seperti itu? Hanya 3/4 dari badan kekarnya yang muat terlentang di sofa itu. Sisanya mengambang di udara. Kepalanya pun berada pada pinggir sofa, terantuk dengan kayu ornamen. Duh, apa tidak sakit, ya? Aku ini tuan rumah yang payah.
"Cedric, bangun,"kataku.
"Hmmhh...," Cedric mengerang
sedikit, menggaruk pelan perutnya. Tapiiii.... kausnya jadi terangkat dan aku bisa melihat perut ratanya.
Dan kenapa celananya ia pasang rendah sekali? Oooh siall... atau beruntung?Eh, maksudku aku sampai bisa melihat pinggul dengan V line-nya.
Tidaakkk Kiara... ini masih terlalu pagi...
"Mm... Ced, bangun," aku mengguncang pelan bahunya.
"Hm?" Cedric mengucek lalu membuka matanya. Merah. Ada kantung mata tercetak jelas di wajahnya. Ia terlihat kelelahan. Aduh, aku jadi merasa bersalah membangunkannya.
"Sudah pagi, kita harus sekolah," ucapku.
Cedric bangkit duduk. "Maaf, tadi malam aku baru tidur jam 3,"katanya.
Dia terus berpikir tentang foto panti asuhan itu, ya?"Kalau begitu, aku ke atas, ya. Kau mandi di kamar mandi kemarin, aku akan mandi di kamar mandi lantai dua, jadi...," eh, kenapa aku harus menyebutkan aku mandi dimana? Entahlah!
"Ah, jangan sampai terlambat." Aku pun melangkahkan kaki ke kamarku dan bersiap-siap.
Setelah itu aku kembali menuruni tangga untuk ke ruang makan, dimana asisten rumah tanggaku menyiapkan dua potong roti dan dua gelas susu untukku dan Cedric.
Aku duduk di salah satu kursi di sebelah kanan meja makan. Tidak lama kemudia Cedric pun turut hadir di ruang makan tersebut.
"Selamat pagi, Cedric."
"Ah, pagi,"sahutnya lalu ikut duduk di kursi. Untung saja hari ini kami memakai seragam yang sama dengan kemarin.
"Ayo, dimakan!" Tawarku kemudian mencomot sepotong roti. Cedric mengikuti lalu memakannya dengan lahap.
"Makannya pelan-pelan," tegurku. "Nanti kau tersedak."
Setelah rotinya habis Cedric langsung meminum susu. Dengan segera gelasnya menjadi kosong. Sementara aku, makan setengah roti saja belum.
"Kau kelaparan sekali, ya?" Tanyaku lalu tertawa.
Setelahnya kami pun memasang sepatu dan memasuki mobil dengan supirku di dalamnya. Kami berkendara menuju sekolah.
Biasanya aku duduk di depan. Tapi karena ada Cedric aku pun menemaninya di kursi belakang.
Aku sedang asik menatap jendela. Entah kenapa aku suka, padahal sudah tiap hari pemandangan ini aku lihat. Aku tidak pernah bosan.
Sesaat kemudian aku merasa ada yang menyentuh bahuku. Kukira itu lengan Cedric yang bersentuhan denganku. Aku jadi teringat sesuatu yang ingin kutanyakan padanya.
"Oh iya, Cedric. Kunci rumahmu sudah ketemu?"Aku menghadapkan wajahku padanya.
Aku kaget mendapati bahwa kepalanyalah yang bersandar di bahuku. Cedric tertidur. Pulas.
"C...Ced?"Panggilku.
Aku panik ketika Cedric semakin merosot ke arahku. Aku tidak tega membangunkannya. Aku lalu menahan tubuhnya dan membiarkan kepalanya terbaring di pahaku.
"Ya ampun, dia benar-benar tidur seperti batu," gumamku. Diam-diam aku memperhatikan wajahnya yang tertutup surai rambut shaggy hitamnya yang agak gondrong.
Aku menghela nafas. "Ya ampun, berantakan sekali."
Aku mencoba merapikannya dengan tanganku. Ternyata tidak berhasil. Rambutnya lebih kusut dari yang kukira.
Aku meraih sisir dari tasku. Dengan perlahan aku menyisir rambut Cedric, berusaha agar ia tidak terbangun.
"Nah, kalau rapi begini.... kau, kan jadi jauh lebih tampan...," eh!!!!
Aku reflek mengangkat tanganku. Apa yang telah kulakukan!??
Membiarkan teman laki-laki berbaring di paha!? Dannnnn mengelus kepalanya saat tidur!!?? Yaampun ya ampunn...
Aku bisa merasakan pipiku yang merah dan menghangat. Padahal cuma begini saja, tapi kalau bersama Cedric, mengapa rasanya lain?
Mobil berhenti, kami telah sampai di depan gerbang sekolah. Dengan ajaibnya Cedric langsung bangun.
-----
Tolong tinggalkan jejak dengan vote dan comment xD
Up selanjutnya nunggu sampai vote (keseluruhan) berjumlah 500 yaa... wkwkk
KAMU SEDANG MEMBACA
Psycho Boy [TAMAT]
Teen FictionKiara hanya ingin membuktikan pada semua orang dan dirinya sendiri, kalau Cedric juga punya hati. Cover by: _Ragdoll_ Chapter terakhir diprivate. Ikuti untuk membaca.