Yuna

18.9K 1K 2
                                    

Hari hari tanpa Cedric terasa begitu cepat berlalu. Tidak ada yang spesial. Yah, kecuali tentu saja semua orang menanyakan keadaanku dan Cedric.

"Kiara!? Bagaimana keadaanmu? Katanya Cedric menyakitimu, ya? Itu tidak mungkin! " seru Clarisa, yang kini semakin akrab denganku.

"Ah, ya... Kami berdua lepas kendali," aku tertawa kecil. "Ada sedikit cekcok."

PLAK!

seseorang meletakkan telapak tangannya di atas kepalaku.

"Dasar bodoh, " suara bass milik Ryan.
Aku menatapnya penuh arti.

Waktu menjengukku di rumah sakit kemarin, ia histeris.

"Sudah aku bilang!!! Laki laki itu psikopat!!! " teriaknya.
"Kau tidak mendengarku!! Jangan temui dia lagi! Dia berbahaya bagimu, Kiara! "

Maaf, Ryan. Aku tak bisa turuti perkataanmu. Karena kau tahu apa yang lebih berbahaya dari menemuinya?

Tidak menemuinya.




"Aku sudah tidak apa-apa, Ryan, " ucapku menggenggam tangan Ryan. Ia sudah kuanggap kakakku, dan ia juga menganggapku adiknya.
"Kami berdua sudah tidak apa-apa. "

Kemudian, Bu Yin memasuki kelas kami. Kalian ingat Bu Yin?

Iya, gara-gara hukuman dari Bu Yin aku bertemu dan mengalami serangkaian peristiwa bersama Cedric Loune. Arjuna.

Sampai sekarang... Aku tak menyangka aku berada di titik ini. Aku dan Cedric sudah sangat terhubung. Sudah banyak hal yang kami lewati bersama.

Bu Yin masuk dengar seorang anak perempuan di belakangnya.

Aku hampir tidak mengenali anak itu.

Yuna.

Yuna terlihat berbeda. Tanpa makeup lengkap menutup wajahnya dan tatapan matanya yang terlihat jauh lebih ramah sebelum ia lama tak terlihat di sekolah ini.

"Anak-anak, mungkin kalian ingat siapa dia, " ucap Bu Yin. "Iya, sekarang Yuna kembali ke kelas ini. "


Yuna kemudian menduduki salah satu bangku yang kosong. Ia tidak banyak bicara sampai kelas usai. Jam istirahat pun dimulai.

"Clar, kantin, yuk," aku mengajak Clarisa.




"Aku boleh ikut? " tiba-tiba Yuna berada di belakangku.

Aku hanya menatapnya, tidak tahu harus membalas apa.
Apa maksudnya?
Apa ia akan kembali menyiksaku seperti dulu?


"Yuna, aku..., "jawabku terbata.

Tiba-tiba, ia terisak. "Maafkan aku."

"Apa maksudmu? " tanyaku.

"Aku bertingkah sangat buruk padamu dulu. Jadi tolong maafkan aku, " Yuna menunduk, airmatanya menetes ke lantai.
"Aku benar-benar minta maaf untuk perbuatanku dulu. Untuk semua orang di kelas, khususnya kau, Kiara. Hiks. "

Aku menggenggam pundak Yuna. "Hei,  Yuna. Tenangkan dirimu dulu. Baiklah, aku memaafkanmu. Jangan menangis, ya? "

Yuna mulai bisa mengangkat wajahnya. Ia mencoba menyeka airmatanya sendiri.
Alih-alih berhenti, ia malah semakin menangis.
Aku pun memeluknya sampai tangisnya reda.







Ketika sudah reda, Yuna menceritakan semuanya.

Ternyata, Ayahnya mengirimnya ke tempat terpencil untuk memberinya pelajaran dan ia pun dipaksa mengikuti sekolah di sana.

Ia melihat anak-anak di sana dan menyadari bahwa hidupnya jauh lebih beruntung dari mereka.
Yuna pun menyadari kalau selama ini ia kurang mensyukuri apa yang ia punya.
Ia janji, ia tidak akan menjadi Yuna yang arogan seperti dulu lagi.
Dan ia tulus meminta maaf dariku dan bilang ingin menjadi temanku.

Kalian tahu, kan. Jika musuh menjadi teman, ia akan menjadi teman selamanya.

***

Psycho Boy [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang