???(1)

20.1K 1.1K 28
                                    

"Aku menyukaimu, brengsek."

Apa itu tadi!? Semuanya terpeleset begitu saja dari mulutku.

Pipiku memerah, suhu tubuhku naik dan terdengar suara yang berasal dari jantungku sendiri.

DEG.
DEG.
DEG.
DEG.

Suaranya menggema memecah keheningan malam. Aku balas menatap Kiara yang melongo, airmata berceceran di sudut pipinya.

Berkat dia, berkat dialah aku bisa menjadi aku yang sekarang.
Sekarang aku merasa jauh lebih baik, aku sudah bisa berkomunikasi dengan orang-orang sekitar. Aku mulai tahu bagaimana rasanya itu memiliki teman.
Aku jadi lebih sedikit menghargai kehidupan.

Kiara, ia dengan tekun menambal setiap lukaku. Namun yang ia tidak sadar, ia menambal sambil membuat luka yang baru...

Sakit sekali.

Ah, jam berapa ini!? Aku harus cepat kembali. Penjaga sel akan sadar jika aku pergi terlalu lama.

"Kurasa aku harus pergi," ucapku dan langsung membelakangi Kiara, bersiap untuk melompati balkonnya yang sudah sering aku lompati.

Cahaya rembulan menerpaku. Angin malam bergemerisik seolah memintaku untuk tetap tinggal. Namun aku tidak bisa. Ini semua tidak benar.
Seorang pembunuh tidak bisa bersatu dengan korbannya dalam konteks apapun.

Aku menghela nafas. Jika memang kali ini hidupku hancur, hancurlah.


GREP.

"Jangan pergi," Kiara terisak dari belakang punggungku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jangan pergi," Kiara terisak dari belakang punggungku. Lengannya merenguhku lebih erat. Memelukku dari belakang.

Isakan Kiara, angin malam serta bulan yang menjadi saksi bisu. Aku hanya tertegun dan termenung. Perasaan yang selama ini kutahan akhirnya memuncak, memaksa untuk dilepaskan, dilampiaskan.

Sialan... anak ini memelukku segala! Perasaanku semakin tidak stabil. Kehangatan dari pelukannya menjalar di seluruh tubuhku, wajahku yang paling panas.

Jari jemari Kiara bergerak naik, kini memeluk dadaku. Di mana jantungku berdetak semakin kuat dan kuat.

DEG.
DEG.
DEG.
DEG.
DEG.
Kiara pasti juga merasakannya getarannya.

Nafas Kiara menyentuh tengkukku, airmatanya membuat pakaianku basah.

Ukh, sialan... aku tidak tahan lagi!

Aku berbalik badan, meraih wajah Kiara yang begitu polos dengan airmata memenuhi sudutnya.

"Ced...?"

Tubuhku bergerak sendiri! Aku tidak dapat mengontrolnya!

Bibir Kiara...

Bibirnya.

Ciuman.

Jadi ini namanya ciuman?

Tidak terlalu buruk. Bahkan kurasa, aku mulai menikmatinya.

Psycho Boy [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang