"Herlambang Nugraha! Kau ini bagaimana? Lagi-lagi saya yang harus merevisi hasil kerjamu. Tak ada perubahan, bisa saja kau diturunkan dari jabatanmu." Dila menggaruk tengkuknya kasar.
Inilah yang biasa Dila lakukan ketika ia sedang frustasi. Sementara pria di hadapannya hanya menatap Dila dengan tatapan tak berdosa.
"Setiap kau membuat laporan, selalu saja ada kesalahan. Dan Pak Sudrajat selalu saja meneleponku saat libur. Ia selalu meminta revisi saat libur!"
"Aku tak akan mengulanginya lagi Bunda." Herlambang menunduk, menunjukan rasa bersalah.
Tatapan Dila menajam. Apa yang baru saja ia dengar tadi?
Bunda?
Dalam rangka apa Dila tiba-tiba saja menjadi ibu dari lelaki macam dia?
"Herlambang. Kita sedang di kantor. Kau bukan temanku. Bersikaplah sebagai profesional."
"Tapi Bunda.."
Kalimat Herlambang terhenti ketika menatap Dila yang sedang berapi-api dihadapannya.
"Baiklah kalau begitu Bu. Saya akan mengerjakan laporan lainnya dengan hati-hati." Herlambang keluar dari ruangan Dila tanpa di persilahkan.
Lelaki itu.
Dila mendecih dan bersandar di kursinya. Malam hari ia merevisi besar-besaran laporan yang dibuat oleh Herlambang. Rasanya ia ingin kembali terlelap. Namun ia harus bersikap profesional. Membagi waktu dengan baik. Waktu untuk bekerja, waktu untuk hobi, waktu untuk dua saudarinya yang sedikit kurang ajar.
Belum lagi ia masih dipusingkan dengan Pak Sudrajat. Memang beliau cukup bijaksana dan juga baik terhadap Dila. Namun jika sudah disangkutpautkan dengan pekerjaan, beliau akan berubah menjadi singa jantan yang tak kenal ampun.
Dring.. Dring..
Sudut mata Dila menangkap nomor ayahnya yang muncul di layar ponselnya. Lagi-lagi Dila mengusap wajahnya. Ia tahu apa topik yang akan dibicarakan oleh ayahnya.
"Assalamualaikum, Yah." Jawab Dila sesantai mungkin.
Ia membuka beberapa dokumen di hadapannya.
"Dila, besok kamu cuti?"
Pandangan Dila beralih pada kalender di mejanya. Ia baru menyadari bahwa esok ia cuti.
"Ya pasti. Memang ada apa?"
Pasti sesuatu yang buruk akan terjadi. Batin Dila berteriak.
"Sekarang kamu pulang ke rumah. Besok Ayah akan memperkenalkan seseorang."
Benarkan! Sudah ku duga.
Dila berusaha untuk menahan helaan napasnya.
"Ya Ayah. Kalau begitu nanti pulang kantor Dila telepon lagi ya?"
"Ya sudah."
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Dila menatap nanar ponselnya. Inilah yang paling ia tidak sukai. Sudah satu tahun terakhir ayahnya mulai menjodohkan Dila dengan anak-anak dari relasinya. Ada yang lebih tua, seumuran pun ada, lebih parahnya yang lebih muda.
Dila memainkan pensilnya. Memang pada kenyataannya ada beberapa yang membuatnya tertarik. Hanya tertarik. Tak lebih. Namun semuanya berakhir dengan tragis. Akhir dari perjodohan itu tak akan pernah sampai kepelaminan. Entah apa itu alasannya.
Ibunya sudah berkali-kali memberitahu bahwa tipe pria yang Dila inginkan pastilah tinggi. Lihat saja Dila. Wanita dengan kaki jenjang, rambut yang terlihat hitam namun ketika terkena cahaya akan berubah menjadi cokelat tua, matanya yang bulat penuh intimidasi, jangan lupakan pipinya yang sedikit chubby. Pandai di bidang seni, seorang penulis, cukup pandai memasak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love? Trust? Work? or Hobbies? [Dalam Revisi]
RomanceDILA MAULIN SUCIPTO Wanita berusia 27 tahun yang terlalu menyayangi statusnya sebagai wanita karier. "Dila kapan kamu mau nikah?" Permintaan sulit dari sang ayah yang dirasa mustahil pun terucap. Membuat Dila dihantui bayang-bayang akan pernikahan...