60. Hadiah Untukmu

256 26 4
                                    

Satu hari sebelum keberangkatanku, aku akan mengatakan perasaanku yang sesungguhnya pada Rivan. Meninggalkan semua perasaan itu di sini dan pergi dengan tenang tanpa kembali membawa beban. Satu kali lagi, aku akan melepaskan merpati lain yang hinggap. Memberikannya kebebasan dalam rasa sakit yang tak berarah.

***

Ayah, maafkan aku tak bisa menjelaskan lebih banyak tentang kepergianku yang mendadak ini. Kepergianku untuk yang kesekian kalinya. Aku tak tahu secara pasti kapan aku akan kembali. Aku tahu bahwa aku adalah anak paling bebal yang pernah Ayah didik. Maka dari itu, maaf telah mengecewakanmu berulangkali.

Aku tak mengharapkan sebuah pengampunan dari Ayah, karena aku tahu Ayah benar-benar kecewa padaku. Bahkan jika Ayah tak ingin aku muncul di hadapan keluarga lagi, aku akan melakukannya tanpa sanggahan.

Aku pergi meninggalkan surat ini dan juga sebuah rekening bank untuk Denia. Sejak aku muda, aku selalu bertekad untuk membiayai seluruh kebutuhan adik-adikku, maka tolong berikan rekening itu pada Denia. Namun kembali lagi, terserah Ayah uang yang ku berikan nanti akan di gunakan apa, tetapi aku tetap berharap uang itu digunakan untuk hal yang semestinya.

Jika ada sesuatu yang tak beres dengan perusahaan Ayah, jangan segan untuk meminta bantuanku. Mungkin bantuan dariku tak seberapa, namun aku harap itu dapat membantu Ayah.

Maaf aku tak bisa menjadi anak perempuan penurut seperti apa yang Ayah ajarkan padaku. Aku hanya butuh sebuah pengakuan atas semua kerja kerasku, bukan mengatasnamakan Ayah dalam semua aspek kehidupanku.

Terima kasih, Ayah.

***

Aku bahkan ragu untuk memberikan surat ini padanya.


Fadli membuang napas yang tadi ia tahan kuat-kuat. Rumah yang dulunya hangat, kini terkesan begitu hampa dan dingin. Di tangannya, sebuah buku harian yang selalu Dila gunakan di genggam erat dalam sebuah perasaan yang begitu melankolis paling apik dan penuh penekanan.

Setelah menyelidiki tempat tinggal Dila, ia tahu bahwa gadis itu benar-benar tak berniat untuk bunuh diri.

DI lihat dari meja kerja di mana ia selalu membuat komik, ada beberapa botol yang di simpan di ujung meja. Botol obat juga botol vitamin itu selalu Dila simpan di tempat itu. Namun botol obat selalu ia simpan di ujung meja bagian kiri sementara vitamin dan suplemen lainnya di ujung kanan.
Entah bagaimana tapi sepertinya seseorang salah menempatkan botol obat dengan vitamin. Membuat keduanya tertukar dan karena kurangnya fokus Dila, ia tak menyadari bahwa yang di ambilnya adalah botol obat tidur pemberian Maya. Meneguknya tanpa ragu-ragu dan akhirnya berbaring di ranjang Rumah Sakit tak berdaya.

Fadli menutup buku harian itu dan kembali menyimpannya di atas meja. Ia tak tenang hanya meninggalkan Dila walaupun dalam kurun waktu yang singkat.

***

“Aku bahkan tak menyangka bahwa gadis itu akan bunuh diri. Selama konsultasi bersamaku ia benar-benar semangat untuk melakukan apapun yang ia mau. Meskipun banyak sekali beban yang berada di punggungnya.” Jelas Ibu Fadli pada pria paruh baya yang masih terlihat sehat dan kuat itu.

Mereka berdiri di depan kamar Dila. Saling memberikan satu atau dua buah masukan yang kiranya akan menenangkan mereka dari apapun kondisi Dila saat ini. Gadis itu masih terbaring lemas, yang bahkan sangat lemas, di atas ranjang. Tak ada perubahaan yang signifikan dari hari kemarin. Menyatakan kondisinya sama sekali tak membaik.

Love? Trust? Work? or Hobbies? [Dalam Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang