"Kami tak sengaja bertemu ketika di bandara."
Dila berbicara dengan tenang sembari memotong wortel itu dengan proporsi yang sama.
"Bandara?" Laura merespon di belakangnya.
"Ya. Setelah sekian lama, mungkin 9 tahun aku tak berada di Indonesia, aku cukup kebingungan ketika sampai di Indonesia setahun yang lalu itu."
"Wah? Kakak 9 tahun tak berada di Indonesia? Lalu berada di mana?" Kali ini lengkingan suara Salsabila yang terdengar.
"Di Jepang, kuliah dan juga bekerja di perusahaan multinasional."
"Rivan belum pernah menceritakan itu pada kami."
"Begitukah? Rasanya ia mungkin saja gugup untuk mengatakannya."
Lalu mereka semua tertawa sementara Dila sendiri hanya tersenyum geli. Sungguh suasana dapur yang hangat. Laura dan Salsabila dengan semangat membuat makanan penutup, sementara Dila dan Ibu Rivan tentunya memasak makanan inti. Begitu banyak pertanyaan yang terlontar dari mulut mereka mengenai hubungan Rivan dengan Dila. Ia merasa seperti seorang selebriti yang sedang dirumorkan berkencan dengan selebriti lain.
Mereka tak melanjutkan obrolan, sibuk pada pemikiran dan pekerjaan masing-masing. Namun tetap saja terdengar beberapa perbincangan antara Laura dan Salsabila yang memperdebatkan porsi makanan penutup mereka.
Ketika Dila sedang membersihkan ikan yang akan ia bumbui, Ibu Rivan tiba-tiba melenguh.
"Haduh. Gasnya habis."
Benar saja, nyatanya kompor itu tak lagi mengeluarkan api.
"Laura, panggilkan Papa atau Hardi. Biar mereka yang menggantikan tabungnya." Baru saja Laura akan pergi ke ruang keluarga, Dila menghentikannya.
"Biar aku saja yang menggantikannya. Di mana tabung gas yang lain."
Sejenak ada sebuah ekspresi terkejut dari wajah ketiga perempuan itu. Sebelum akhirnya Salsabila menunjuk satu sudut ruangan yang terdapat tabung gas di sana. Dila mengangguk dan mempersiapkan tenaganya untuk menggelindingkan tabung gas 12 kg itu. Dengan tenaga yang kuat, Dila memindahkan tabung gas itu tanpa ada hambatan sedikit pun. Juga tak terlihat adanya tanda-tanda bahwa ia kepayahan. Tabung gas kosong itu ia pindahkan, memasukkan tabung gas baru kedalamnya. Lalu dalam sekejap, semua itu beres dengan rapi dan cepat.
"Sudah selesai. Mari kita lanjutkan."
Dila menyalakan kompornya lalu kembali menekuni apa yang sudah ia tinggalkan tadi.
***
Acara makan siang lewat begitu saja tanpa ada sesuatu yang mengejutkan. Mereka hanya membicarakan hal umum mengenai pekerjaan dan juga pendidikan Dila. Dengan selingan sesuatu peristiwa memalukan di masa lampau Rivan. Kisah masa kecil Rivan yang begitu menarik tentu saja menghibur seluruh anggota keluarga yang ikut makan siang.Ibunya bercerita bahwa Rivan adalah anak yang rajin -seperti yang Dila sangka- dan tekun. Satu-satunya anak yang paling serius di antara adik dan kakaknya. Yah memang, jika Dila melihat Hardi, ia itu tipe lelaki yang senang berbicara. Menceritakan apapun dengan tingkat humor yang tinggi. Salsabila pun agaknya memiliki sifat yang sama dengan Hardi. Memang hanya Rivan yang berbeda. Lebih dewasa dan bijaksana. Mungkin saja turunan ayahnya yang memang sedikit pendiam. Sedikit. Berbanding terbalik dengan Ibu Rivan yang begitu ceria.
Mereka kini duduk di ruang keluarga. Bercengkrama lebih ringan daripada saat sedang makan siang. Dila duduk di atas karpet bersama dengan Fairuz dan juga Askar didampingi oleh Rivan. Siapa yang berani bertaruh jika ternyata Fairuz benar-benar menempel pada Dila. Askar tetap berada di dekat Rivan layaknya perangko.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love? Trust? Work? or Hobbies? [Dalam Revisi]
RomanceDILA MAULIN SUCIPTO Wanita berusia 27 tahun yang terlalu menyayangi statusnya sebagai wanita karier. "Dila kapan kamu mau nikah?" Permintaan sulit dari sang ayah yang dirasa mustahil pun terucap. Membuat Dila dihantui bayang-bayang akan pernikahan...