Matahari kala itu belum menunjukkan cahayanya. Pagi dalam suasana yang cukup gelap dan udara dingin berangin segar. Rivan sudah membawa seluruh masakan buatan Dila, gadis itu sendiri sedang menjawab telepon dari Lina. Dila tetap sibuk di akhir pekan. Ia tak mengerti bagaimana bisa Dila tetap terlihat senang meskipun ia jarang bersantai. Rivan menunggu Dila dengan tas Dila yang berada di tangannya. Dengan setia menatap Dila yang kini tengah mengerutkan kening dan gaya tubuh yang elegan.
"Aku tak bisa meninggalkan Cat dan Turtle." Ucapnya sebelum mengakhiri perbincangan mereka.Setelah mengunci pintu, Dila menghampiri Rivan dengan senyuman sedikit sinis. Wajahnya yang begitu segar di pagi hari dengan make-up tipis. Membayangkan wajahnya berseri di setiap pagi membuat Rivan cukup canggung. Saat Dila berada di hadapannya, aroma strawberry menguar dari setiap helaian halus rambutnya. Jangan lupakan keharuman penuh semangat sekaligus elegan, aroma floral, fruity, dan keindahan alam yang sarat dengan keanggunan berkelas itu tercium dari tubuhnya. Rivan merasakan telinganya memanas dengan pemikirannya tentang Dila tadi. Ia malu karena perasaannya begitu bergejolak pada gadis berperangai tegas namun lembut secara bersamaan.
"Jangan berharap akan bertemu wanita berbikini saat di pantai nanti." Ujar Dila saat ia sudah duduk manis dalam perlindungan seatbelt.
Rivan membulatkan matanya lalu menatap kedua bola mata Dila yang menatapnya tajam dan sinis. Membuatnya terbatuk oleh udara yang secara tiba-tiba ia rasa menghilang dari lingkungannya. Seakan tahu, Dila kembali angkat bicara.
"Telingamu memerah. Berhentilah memikirkan hal itu. Mulailah menyetir karena kita terlambat. Jangan biarkan diriku mendidih di sini."
Rivan menekan frekuensi batuknya untuk mencerna apa yang baru saja Dila katakan. Lalu mulai menjalankan mobilnya. Ia harus segera berada di rumah orang tuanya untuk menjemput Salsabila. Menurut ibunya, kedua orang tua Dila sedang dalam perjalanan ke tempat pertemuan. Namun kini wajahnya tetap menandakan ketidaknyamanan akan perkataan Dila.
"Apa kau tidak mengerti?"
"Mengenai apa?" Ucap Rivan dengan nada yang begitu canggung.
"Aku sedang cemburu karena kau lebih memikirkan wanita lain." Dila mengalihkan perhatiannya dan menatap keluar jendela.
Oh...
Sungguh...
Hati dan pikirannya tak bisa menampung seluruh kejutan yang Dila lempar padanya. Seluruh tubuhnya memanas karena menampung rasa malu berlebih akibat pemikiran dan perkataan Dila yang tak bisa diprediksi. Begitu saja dan tiba-tiba Dila tertawa dan berkali-kali menyenggol sisi tubuhnya dengan niatan ingin mengganggu rasa canggung yang masih berkumpul di sekitar tubuh pria itu.
"Ah... berhentilah menggodaku." Rivan akhirnya ikut tertawa meskipun ia meruntuki dirinya sendiri atas segala kebodohannya.
Selama perjalanan Dila tak berhenti menguarkan senyuman. Apapun yang sedang ia pikirkan, pastilah sesuatu yang menyenangkan. Mungkin saja Dila begitu berharap banyak pada acara keluarga ini. Lagipula ia memang jarang berlibur.
"By the way, apakah Salsabila akan berada di mobil ini?" Dila angkat bicara ketika ia mulai merasa bosan dengan pikirannya.
Rivan mengangguk memberikan jawaban atas pertanyaan Dila. Lalu Dila kembali tersenyum. Ia lebih senang kali ini. Rivan mengulum senyumannya, tak bisa mempercayai bahwa Dila bisa dekat dengan Salsabila. Adik perempuannya memang cepat mengakrabkan diri. Namun ia cukup pemilih dan akan menunjukkan rasa ketidaksukaannya jika ia memang tidak suka. Ia orang yang begitu jujur. Jika Salsabila menyukainya, itu adalah hal yang sangat membahagiakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love? Trust? Work? or Hobbies? [Dalam Revisi]
Roman d'amourDILA MAULIN SUCIPTO Wanita berusia 27 tahun yang terlalu menyayangi statusnya sebagai wanita karier. "Dila kapan kamu mau nikah?" Permintaan sulit dari sang ayah yang dirasa mustahil pun terucap. Membuat Dila dihantui bayang-bayang akan pernikahan...