38. Keganjilan

460 35 4
                                    

Satu kedipan lagi membuat Dila sadar sepenuhnya. Ia tahu bahwa dirinya tak akan bisa turun dari ranjang walaupun ia sudah berusaha sekuat mungkin. Ruangannya gelap dan ia tahu bahwa ia sudah terlelap cukup lama untuk berada di situasi seperti ini. Lalu ia tahu bahwa ada seseorang yang berada di rumahnya untuk menjaga Dila. Berjaga-jaga jika terjadi sesuatu yang buruk. Infus yang berada di sebelah ranjangnya cukup menjelaskan semuanya.

Dila kembali mengambil napas dalam-dalam. Ia ingat bahwa Maya datang ke rumahnya dan memeriksa Dila. Wanita itu sekarang sudah benar-benar berkembang. Dalam waktu dekat ia akan menikah dengan Herlambang dan itu merupakan berita bagus. Beruntunglah Maya dan Herlambang tak mengundang ayah dan ibunya ke acara pernikahan mereka.

Jika saja itu terjadi, maka mereka akan semakin menekan Rivan untuk menikahinya.

Kepala Dila kembali berdenyut tak karuan. Ia tak bisa membiarkan hal itu mengambil alih sisi kesadarannya yang selama ini ia perjuangkan. Ia tak ingin berujung di balik sel ketidakwarasan.

Sejujurnya, ada beberapa hal yang tak ia katakan pada Fadli saat terapi mereka berlangsung. Ia tahu bahwa saat ini Fadli tak akan bisa mengetahui hal yang Dila sembunyikan, namun suatu saat nanti Fadli akan mengetahuinya tanpa sekehendak Dila.

Bahwa sudah beberapa minggu kebelakang ia selalu bermimpi berada di hadapan kaca. Namun entah kenapa ia selalu merasakan adanya rasa horor dan ketakutan ketika bermimpi seperti itu. Mimpi yang cukup simpel sebenarnya. Dan itu berhasil membuat pikirannya melayang tak karuan.

“Mbak Dila?”

Yuni berdiri di pintu kamar dan mengintip keadaan Dila yang kini kembali berpura-pura tidur.

***

“Aish.. biarkan aku menyelesaikan komikku. Terima kasih pada kalian yang sudah membuatku tak bekerja. Lagi.”

Dila memutar bola matanya dan kembali mencoba untuk membuka pintu ruang hobinya.

“Maulin! Ayolah, kau harus beristirahat. Kenapa kau begitu keras kepala?”

Lina kembali menarik tubuh Dila untuk menjauh dari ruang hobi dan mendorongnya menuju ruang keluarga.

“Ina! Lepaskan! Yah!”

Dila tak bisa melakukan apapun ketika seseorang yang sudah ia anggap sebagai kakak perempuan itu memberikan tatapan ancaman padanya. Meskipun pada dasarnya selalu Dila yang memiliki kendali di situasi apapun, namun kali ini ia tak memiliki pilihan lain.

“Rivan akan berkunjung ke sini malam nanti.”

Ia tak menggubris apa yang Lina katakan. Matanya terpaku pada taman yang ia ciptakan di belakang rumahnya. Suatu saat nanti ia akan meninggalkan sesuatu yang sudah ia ciptakan. Bunga-bunga putih mendominasi taman kecil di ujung halaman belakangnya. Mengartikan sebuah kesucian. Namun ia lebih setuju jika di katakan sebagai kematian. Kematian dirinya yang dulu dan kebangkitan dirinya yang baru. Itu adalah penggambaran yang tepat dari yang Dila harapkan.

“Setidaknya jangan menyakiti dirimu sendiri ketika mengetahui pria itu datang kembali.”

Dila mencuri pandang pada Lina yang kini tengah menyimpan beberapa potong apel di atas meja. Ia sangat tahu akan mengarah kemana perbincangan ini.

Bukan ia tidak memaafkan pria yang sudah mengkhianatinya hingga ia begitu membencinya. Itu bukan alasannya colapse seperti kemarin. Tetapi ia tidak bisa membuat dirinya kembali membangun sebuah kepercayaan pada pria pernah yang berada di hidupnya. Bahkan Herlambang dan Fadli pun belum mendapat kepercayaan penuh dari dirinya yang kini masih meragu.

Love? Trust? Work? or Hobbies? [Dalam Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang