33. Informasi Terbaru

425 33 0
                                    

Fadli duduk di restoran hotel yang cukup terkenal. Ia duduk dengan nyaman dan tak pernah mengalihkan pandangannya dari langit yang begitu cerah dengan cahaya matahari yang menusuk kulit secara brutal. Rasa panasnya begitu luar biasa jika kau berada di luar ruangan. Angin pun begitu ganas menerbangkan begitu banyak debu yang bisa masuk begitu saja pada mata dan akan membuat matamu berair secara berlebih dengan tingkat ketidak nyamanan yang tinggi.

Dengan maksud bahwa ia akan bertemu dengan Pak Tsunemori, ia rela untuk pergi ketempat ini dan kebetulan sekali hanya sedikit klien yang memiliki janji dengannya. Jam makan siang pun ia bisa keluar dengan tenang dari klinik. Ini merupakan sesuatu yang begitu serius untuk diperbincangkan. Menyangkut dengan kesehatan mental Dila yang ia rasa memburuk.

Ia tahu bahwa Dila memiliki penyakit kejiwaan yang sering dimiliki orang-orang. Ia sudah memilikinya saat ia berada di jenjang SMA. Memang tak banyak orang yang tahu. Berkat ibunya, Fadli bisa mengetahui bahwa ada sesuatu yang tak beres dengan mental Dila. Ia selalu memilih untuk sendiri bagaimanapun caranya karena memang itu adalah sesuatu hal yang wajar bagi seorang yang cerdas dan tumbuh dengan ketertarikan pada seni. Tak ada satu teman pun yang memiliki ketertarikan yang sama dengan Dila. Itu adalah pilihan yang lumrah untuk tetap sendiri dan jarang berinteraksi dengan orang sekitar.

Memiliki penyakit jiwa bukan berarti ia gila. Ia hanya butuh sebuah pengertian dari lingkungannya agar ia bisa menerima penyakit yang ia miliki. Sifat Dila tak pernah berubah, ia tak pernah ingin dilihat sebagai orang sakit dan ia selalu menjalani hari selayaknya manusia-manusia normal.

“Sudah menunggu lama?”

Pak Tsunemori datang bersama sekretarisnya. Fadli berdiri dan membungkukkan tubuhnya.

“Tak usah formal seperti itu anakku, duduklah.” Fadli mengangguk dan duduk tenang seperti biasa.

Pak Tsunemori tentunya ingin mendiskusikan masalah kesehatan Dila pada Fadli yang notabenenya adalah seseorang yang dekat dengan gadis itu. Setelah kejadian saat makan malam itu, Pak Tsunemori tak bisa tenang karena tak mengetahui apa yang membuat Dila seperti itu. Lagi.

Seharusnya gadis itu sudah sembuh atau sekiranya sudah membaik. Saat di Jepang ia memang mengalami begitu banyak kesulitan. Namun 4 tahun sebelum ia kembali ke Indonesia, kondisinya membaik dan ia lebih terbuka juga positif dengan hal-hal yang ia lakoni.

“Aku baru saja bertemu dengannya. Ia begitu sensitif terhadap topik pernikahan. Tak begitu senang dengan segala sesuatu yang berikatan dengan sebuah hubungan yang intim antara pria dan wanita. Begitu juga ia semakin sensitif pada pembicaraan tentang keluarga.”

Pak Tsunemori mengangguk-anggukkan kepalanya terhadap penjelasan Fadli yang cukup singkat namun begitu padat. Tentu saja sebagai ayah angkat Dila, ia peduli pada apa yang putrinya tidak sukai. Sejak ia menjadi seorang gadis yang dekat dengan Airu, Pak Tsunemori tahu bahwa Dila adalah seseorang yang tak menyukai obrolan tentang keluarga.

Seakan itu adalah hal yang haram untuk diungkit.

Selain itu, gadis itu masih merupakan segumpalan misteri yang tak pernah terungkap. Seluruh kelebihannya menutup sisi paling gelap yang ia miliki. Memang tak ada kata sempurna di dunia ini.

“Apakah keluarganya menuntutnya untuk menikah?” Ujar Pak Tsunemori sembari menyesap kopi hangatnya.

“Sepertinya begitu. Saya bertemu dengan ibunya beberapa waktu yang lalu dan sepertinya ia menginginkan Dila untuk menikah. Umur Dila tak bisa dianggap muda lagi. Jadi itu adalah hal yang masuk akal.” Fadli terus menjelaskan hal-hal yang ia perhatikan di ruang lingkup Dila.

“Tapi ada sesuatu yang aneh.” Pak Tsunemori menatap Fadli begitu dalam. Berharap lelaki itu tahu apa yang ada di benaknya.

“Apa itu Tuan?” Pak Tsunemori mengerutkan keningnya dan tertawa.

Love? Trust? Work? or Hobbies? [Dalam Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang