Biasanya saat ia melihat mereka tak mau diam, ia akan sedikit mendengus dan mengatakan pada mereka untuk beristirahat dan membiarkan dirinya yang melakukan seluruh pekerjaan rumah. Namun situasi saat ini berbeda. Mereka yang bergerak kesana kemari untuk merapikan apapun yang terlihat tak pantas berada di tempatnya. Debu-debu sudah menghilang dari permukaan meja bahkan udara terlihat segar bersamaan dengan mekarnya bunga-bunga di halaman belakang. Semuanya tampak bersih seperti terakhir kali ia meninggalkan rumah ini.
Terakhir kali?Ia bahkan lupa kapan ia membersihkan rumah ketika ia hanya bisa membungkuk dan menajamkan matanya di ruang hobi. Ketika ia hanya bisa tertidur dua jam dan selebihnya hanya dihabiskan untuk menumpahkan seluruh pikiran negatif menjadi sebuah hal kreatif. Terlalu banyak luka yang disimpan rumah ini. Rumah yang selalu ia impikan sejak ia bisa meraih apa yang menjadi keinginannya saat itu.
Disinilah dirinya. Kembali dalam situasi menyulitkan. Hanya duduk di kursi roda menatap keluarga dan temannya saling melemparkan komentar pedas agar kembali bekerja untuk menciptakan suasana hangat yang sempat tercipta di rumah yang selalu mereka datangi akhir-akhir ini. Tersenyum tipis dan sesekali ikut tertawa ketika Herlambang mengatakan sesuatu yang lucu. Yuni beberapa kali memerintah Lina untuk menimbang terigu dengan tepat, ia bahkan berani memerintah Fadli untuk mengaduk adonan kue dengan benar. Sementara Herlambang menirukan dan mengejek Yuni yang tiba-tiba menjadi sangat bossy.
Maya sendiri yang selesai memanen tumbuhan herbal dari halaman belakang segera memukul puncak kepala Herlambang. Saat itu juga Herlambang merajuk dan duduk dengan tenang di meja makan. Dila hanya bisa tertawa dan kembali terdiam disertai senyuman yang terpampang di wajahnya.
Ia kembali merapikan celana yang kini ia kenakan, berharap ia bisa berjalan atau sedikitnya membantu mereka untuk membuat kue. Tapi, untuk berdiri saja ia masih belum bisa. Terlalu lemas dan tak bertenaga. Kakinya terasa dingin dan seakan mati rasa. Bahkan terkadang tangannya tak stabil untuk memegang sendok atau peralatan makan lain.
“Dila, ayo coba cokelat ini. Terakhir kali Lina membuatnya, kau bilang terlalu pahit.”
Hal itu membuatnya sedikit terlonjak. Dila mengangkat pandangannya dan menemukan Maya beserta Fadli yang kini sedang tersenyum cerah menyodorkan sesendok cokelat ditangan mereka. Ia sadar bahwa beberapa saat yang lalu, topeng senyumannya menghilang dan itu pasti membuar mereka khawatir.
Dengan begitu Dila mengambil salah satu sendok dan mencicipi rasa dari cokelat yang ia dengar buatan Lina. Ia meringis dan mencari segelas air. Rasanya luar biasa pahit. Ah, mungkin bukan luar biasa pahit namun lebih condong pada rasa tak enak yang aneh dan asing.
“Apa ini sebegitu tidak enaknya?” Maya mengangkat sebelah alisnya.
Dila menyentuh pergelangan tangan Fadli ketika pria itu menatap horror pada sendok yang dilapisi oleh cokelat. Memberikan isyarat untuk mendorong kursi rodanya ke arah dapur. Lina menghentikan apa yang sedang ia kerjakan, sedikit menunduk seperti dirinya bertemu dengan chef handal. Dila melihat cokelat yang sudah mencari beberapa saat dan kembali memberi isyarat pada Fadli untuk mendorong kursi rodanya kearah tempat sampah.
Nah, sekarang ia tahu apa penyebabnya.“Ini? Bukan.”
Dila mengangkat bungkus cokelat dari tong sampah.
Semua orang menatap tajam pada Lina yang merupakan tersangka dalam pembelian bahan-bahan kue dan Lina hanya tertawa dan kembali pergi meninggalkan pekerjaannya untuk membeli cokelat yang diresepkan oleh Dila. Tak ada yang tak tertawa saat melihat Lina berlari terbirit-birit karena menyadari bahwa kue akan matang dalam waktu dekat.
Dila tak menyianyiakan cokelat yang sudah mencair itu. Ia membuka pintu lemari pendingin dan menemukan adanya beberapa buah-buahan segar yang cocok untuk di celupkan kedalam cokelat. Sekarang ia sudah cukup kuat unutk menggunakan alat makan, maka tak ada salahnya untuk mencoba memotong buah-buahan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love? Trust? Work? or Hobbies? [Dalam Revisi]
RomanceDILA MAULIN SUCIPTO Wanita berusia 27 tahun yang terlalu menyayangi statusnya sebagai wanita karier. "Dila kapan kamu mau nikah?" Permintaan sulit dari sang ayah yang dirasa mustahil pun terucap. Membuat Dila dihantui bayang-bayang akan pernikahan...