“Kalau begitu apa yang ingin kau katakan tadi?”
Ya. Benar.
Hatinya hancur sekarang.
“Hm? Tidak. Tidak penting. Untuk urusan ibumu serahkan saja padaku. Kapan-kapan kenalkan perempuan itu padaku.”
Ia tersenyum canggung dan membuka pintu mobilnya. Mungkin ia akan melarikan diri dan menjadi seorang pengecut untuk kali ini.
“Sungguh?”
Rivan menahan pintu agar Dila tak menutupnya. Ia pikir ada sesuatu yang aneh dengan Dila.
“Sungguh. Aku akan pulang dan melakukan banyak hal yang ku tinggalkan. Kalau begitu permisi.”
Dila menutup pintu mobilnya dengan halus dan berlalu tanpa ragu. Ia tahu bahwa kali ini air matanya tak bisa disembunyikan. Maka ia lebih memilih untuk mengeluarkan perasaan sedihnya tanpa terhalang oleh apapun.
Berbeda dengan Rivan yang diam membatu di tempatnya. Pandangan Dila tadi pernah ia lihat di suatu suasana. Benar-benar tak asing dan aneh. Ia pikir ia harus segera melepas Dila bagaimanapun caranya. Perasaan yang ia pendam selama ini sudah terlalu payah untuk di sembunyikan. Dila tak pantas mendapatkan dirinya yang tak memiliki apapun yang perempuan itu inginkan. Dila merupakan perempuan sangat berkharisma dan ia sangat menghormati perempuan semacam Dila.
Dila adalah sosok perempuan yang benar-benar di luar jangkauannya.
“Rivan... Ada apa?”
Tentunya tak aneh jika Rivan terkejut dengan keberadaan ibunya yang secara tiba-tiba muncul begitu saja.
“Ah... tidak Ma.”
Ia lalu menutup pagar dan berniat untuk segera masuk ke rumah.
“Dila.”
Yang mana satu nama itu membuatnya berhenti di tempat dan menatap ibunya yang kini sedang memunggungi tanpa berniat untuk menatap anak laki-lakinya.
“Apa yang kau katakan tadi pada Dila?”
Rivan membisu. Memilih untuk tak mengatakan apapun karena ia tahu bahwa ibunya akan marah besar jika ia berbohong.
“Mama lihat ada sesuatu yang aneh dari pandangannya.”
“Tidak... kami hanya membicarakan mengenai kepindahannya ke Jepang.”
“Maksudmu nak? Ia akan pindah ke Jepang?”
***
Sudah satu jam ia tidak bergerak dari posisinya sekarang. Ia duduk di balik kemudi dan menatap keluar kaca mobilnya. Menatap pada hamparan air di danau buatan yang cukup jauh dari kediamannya. Ia ingin menjernihkan pikirannya. Dengan adanya Airu, Lina, juga Yuni, ia kiranya tak akan bisa menenangkan perasaannya.Dadanya sakit.
Sangat sakit.
Malam berangin dengan pencahayan yang cukup tak membuatnya gentar untuk berdiam diri di tempat yang tergolong sunyi ini. Ia tak berniat untuk bunuh diri atau membahayakan dirinya sendiri.
Hell, no.
Ia cukup menghargai nyawa yang masih berada di tubuhnya ini.
Ia mendesah pelan tanpa bergerak lebih jauh. Air mata yang sudah mengering membuktikan betapa terlukanya ia saat ini. Rambut yang semula diikat rapi kini ia biarkan tergerai begitu saja. Suasana langit pun begitu mendukung dirinya agar tetap merenung, yang mana terlihat sedikit mendung namun tak berbahaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love? Trust? Work? or Hobbies? [Dalam Revisi]
RomanceDILA MAULIN SUCIPTO Wanita berusia 27 tahun yang terlalu menyayangi statusnya sebagai wanita karier. "Dila kapan kamu mau nikah?" Permintaan sulit dari sang ayah yang dirasa mustahil pun terucap. Membuat Dila dihantui bayang-bayang akan pernikahan...