Deru mesin memenuhi suara di udara. Memberikan kesan kesibukan yang nyata. Namun itu tak bertahan lama ketika akhirnya Rivan berhenti tepat di depan rumah Dila. Gerbang terbuka, menunjukkan seorang pria yang tingginya tak jauh berbeda dari Rivan dan seorang wanita yang berada di ujung menatap dengan rasa menggebu kearah mobil Dila.
Dila masih terlelap dengan dagu yang hampir menyentuh dadanya. Sungguh posisi yang mengkhawatirkan mengingat dari segala macam kegelisahan yang ditunjukkannya hari ini, ia masih saja bisa tertidur dalam posisi tak nyaman itu. Rivan menghela napas pelan, bimbang apakah ia akan membangunkan Dila atau sebaiknya ia kembali menggendongnya.
Keputusan ditentukan ketika ia dengan mantap keluar dari mobil dan berhadapan dengan Lina."Apa dia baik-baik saja?"
Satu kalimat yang sangat klise ditunjukkan pada Rivan.
Rivan melangkah, memutari mobil dan berhenti di pintu penumpang untuk membawa Dila kembali ke gendongannya.
"Ia... baik-baik saja ku rasa. Ia tertidur saat di perjalanan. Aku yakin dia kelelahan. Apa kalian tau penyebab dari kondisi 'macam' itu?" Jawab Rivan skeptis.
Rivan dengan mudah kembali menggendong Dila. Sementara Lina sudah berada di depan pintu, membukanya lebar-lebar untuk memberikan akses penuh kepada Rivan.
"Entahlah. Bukankah terakhir kali ia terkena serangan Hyperventilation itu... sekitar... itu sudah lama sekali bukan?" Ujar lelaki yang Rivan ketahui bernama Aji.
"Ya, memang itu sudah lama sekali. Dan penyebabnya tidak pernah pasti. Atau mungkin bisa ku katakan bahwa kami tak mengetahui apa penyebabnya secara pasti."
Lina mengendikkan bahu sembari membuka pintu kamar Dila.
Kamarnya begitu luas. Hanya berwarna abu dan juga hijau. Pemandangan yang ditawarkan dari jendela yang langsung menghadap halaman belakang yang cukup luas, menunjukkan keindahan yang flamboyan dan menenangkan. Ada juga beberapa pot kaktus kecil yang ditata bersama dengan kumpulan novel-novel di rak buku. Pun hiasan-hiasan di kamar itu sangat menenangkan dan tetap dengan tema tumbuhan. Rivan bisa melihat beberapa karya gambar animasi yang difigurakan tergantung dengan rapi di dinding.
Dengan perlahan, Rivan merebahkan tubuh Dila di atas ranjang. Dila mulai memposisikan diri dan berbaring dengan kenyamanan yang mutlak. Lina melepaskan high heels yang masih Dila pakai dan membawanya keluar.
"Maksudnya kalian memang tak mengetahui penyebabnya?" Rivan berbalik menghadap Aji.
"Mungkin ada baiknya bertanya pada Lina. Karena aku baru mengenalnya saat sudah menikah dengan Lina."
***
Dila melenguh panjang hingga akhirnya ia berani membuka mata. Menunjukkan pupil hitam yang tajam dan menusuk. Perlahan ia menatap kamarnya yang sepi dan wajar. Jam dinding masih menunjukkan pukul 3 pagi. Waktu biologis Dila untuk terbangun setiap harinya. Ia terduduk dengan tenang, menatap pakaian kerjanya yang kusut dan berantakan. Melihat kondisinya saat ini, ia merasa seperti korban PHK.
Dengan lunglai ia berjalan secara perlahan ke arah dapur. Seperti biasa, satu gelas mineral di setiap bangun paginya sangat membantu pencernaan. Selewat ia melihat tas tangannya berada di meja ruang keluarga. Lalu bersamaan dengan segelas air mineral, ia melangkah ke meja itu untuk memastikan ponselnya berada di dalam tas tangan dan belum berpindah tempat.
1 messege, 3 missed calls.
Alis Dila terangkat. Seluruh nomor yang masuk adalah nomor dari Lina. Ada apa pula hingga Lina dengan begitu tiba-tiba begitu sibuk menghubungi nomor Dila? Ia sendiri tak habis pikir. Dila mengendikkan bahunya dan memilih untuk duduk dengan tenang. Ia menyentuh wajahnya. Dan siapa pula yang membersihkan wajahnya? Siapa yang mengantarnya ke rumah? Mengapa ia tahu jika Dila tak suka tertidur jika make up masih menempel di wajahnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Love? Trust? Work? or Hobbies? [Dalam Revisi]
RomantikDILA MAULIN SUCIPTO Wanita berusia 27 tahun yang terlalu menyayangi statusnya sebagai wanita karier. "Dila kapan kamu mau nikah?" Permintaan sulit dari sang ayah yang dirasa mustahil pun terucap. Membuat Dila dihantui bayang-bayang akan pernikahan...