92. Bayangan Kelabu

200 19 2
                                    

Tidak seperti pagi sebelumnya, kali ini pagi sudah dihiasi dengan air yang berjatuhan dari langit. Udara di sekitarnya mendingin dan ia sendiri belum berniat untuk bangkit dari ranjang. Tanpa harus melihat kearah jendela ia tahu bahwa langit di luar menunjukkan awan kelabu yang amat pekat. Setiap orang pasti akan merasakan tekanan berat untuk bangun menghadapi hari seperti ini.

Dengan embusan napas berat, Rivan duduk dan mengusap wajahnya sekedar mengumpulkan niat untuk bersiap ke kantor. Kamar apartemennya yang monoton itu terasa dingin sekali hingga ia benar-benar ingin segera pergi dari tempat itu. Langkah kakinya cukup berat ketika berada di ruang tengah, dimana ia biasa menghabiskan waktu bosan hanya untuk menonton televisi tanpa ada rasa tertarik sedikit pun.

Itu juga adalah tempat di mana foto dirinya dan Dila terpampang secara jelas di samping hiasan lainnya.

Ia melirik sedikit pada foto tersebut dan akhirnya mengembangkan sebuah senyuman kecil. Sudah sepatutnya ia tersenyum walau cuaca hari ini tidak menampilkan sebuah keceriaan. Tapi ia ingat betul dengan apa yang sudah Dila lalui. Perempuan itu, yang walaupun ternyata sangat kesakitan, tetap menunjukkan senyumannya.

Tapi lagi-lagi ia mengerutkan kening ketika ia merasa ia tidak bisa melakukan hal sekecil itu lebih lama lagi. Ia merasa semuanya salah ketika ia mencoba untuk tersenyum, seakan ia membodohi dan bahkan membohongi dirinya sendiri. Apa hal ini selalu Dila rasakan ketika memasang senyum untuk menutup lukanya sendiri?

Teka-teki yang secara tak sengaja Dila jelaskan di dalam suratnya membuat Rivan kembali berpikir untuk mencoba untuk menguak apa yang sebenarnya terjadi pada Dila selama perempuan itu di Indonesia. Terlebih selama ia memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka.

Trauma otak?

Apa yang sebenarnya terjadi?

Ia berhenti dan menggenggam gelas yang baru saja ia bawa kuat-kuat. Mencoba untuk menenangkan dirinya dari rasa bersalah yang kian menumpuk di sudut hatinya. Ia terlalu egois dengan menganggap dirinyalah yang paling terluka dari pilihan Dila yang selalu membungkam mulut sementara ternyata efek paling menyakitkan jatuh pada Dila.

Perempuan itu adalah sebuah misteri baginya. Semakin dalam ia masuk untuk mencari titik cerah dari sebuah kenyataan, semakin ia terperangkap pada sebuah keputus asaan yang abu-abu mengenai titik kebenaran seorang Dila Maulin Sucipto.

Tidak ada guna baginya untuk mencari informasi pada keluarga selain pada Yuni dan Lina, karena ternyata Dila begitu tertutup mengenai masalah pribadinya dari keluarganya sendiri. Bahkan Ayah dan Ibunya pun tidak tahu pasti mengenai anak perempuan sulung mereka itu. Seakan Dila adalah sesuatu yang tabu untuk dibicarakan secara personal. Bahwa sosok Dila hanyalah sebuah ungkapan profesional untuk bisnis keluarga saja juga bukan sesuatu yang bisa dibicarakan dengan mudah dan normal seperti kebanyakan orang lainnya.

Jika memang Dila mengalami trauma otak, maka orang yang ia lihat saat itu, seorang perempuan berambut kusam dengan wajah tirus berlebih juga pucat yang sangat kentara dan berbaring lemas di ranjang ICU memang merupakan Dila Maulin Sucipto.

Tapi bagaimana bisa Dila tidak terdaftar sebagai pasien Rumah Sakit itu? Ia bahkan melihat perawat mengetikkan nama Dila di kotak pencarian pasien di meja depan dan hasilnya memang nihil. Yang mengetahui tentang itu pastilah Yuni dan Lina. Tapi ia juga tidak bodoh untuk menyadari bahwa mereka berdua tentunya tak akan mau angkat bicara mengenai kondisi Dila yang sebenarnya.

Ia kembali mengembuskan napas panjang dan matanya menatap lagi figura yang menjadi pegangan terakhirnya mengenai Dila. Ia berusaha meyakinkan diri bahwa kini Dila telah bahagia di tempat yang selalu ingin ia kunjungi.

***

Ia melihat Amara sibuk di belakang etalase berisikan berbagai macam bunga. Seperti biasa perempuan itu terlihat tenang namun penuh dengan konsentrasi di balik kerutan kecil di keningnya. Rivan membuka pintu toko bunga Amara dan ia bisa mendengar lonceng di atas kepalanya berbunyi, menandakan kostumer masuk ke dalam toko tersebut.

Love? Trust? Work? or Hobbies? [Dalam Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang