"Kami sudah membawa barang yang harus kami bawa."
"Jangan sampai kehilangan barang-barang itu."
Airu memberikan anggukan tanda persetujuan dan pria bertubuh besar itu akhirnya pergi meninggalkan tempat tinggal Dila.
Koper yang semula menumpuk di sudut ruangan kini sudah menghilang. Menandakan barang itu sedang dalam perjalanan menuju tempat tinggal barunya. Dila sendiri begitu fokus berada di dapur. Matanya sesekali menyipit ketika ia salah memotong bahan-bahan yang ia perlukan.
"Apakah Lina akan mampir kesini?"
Suara Airu terdengar menggema dari arah lorong depan, Dila tak menjawab apapun dan lebih memilih menunggu gadis itu menunjukkan dirinya di dapur.
"Hei, aku bertanya padamu."
Dila tersenyum miring dan mengendikkan bahunya tanpa mengalihkan perhatian dari paprika yang sedang dipotong secara apik dan telaten. Airu sendiri kini menopang dagunya dan memperhatikan Dila yang begitu fokus. Ia senang karena bisa melihat teman baiknya yang sudah ia anggap sebagai keluarga kembali menikmati kehidupannya dengan normal. Ia pikir, semua yang sudah Dila alami semenjak ia kembali ke Indonesia bisa dijadikan sebagai sebuah pelajaran hidup.
Pada dasarnya ia selalu iri pada Dila. Perempuan itu menurutnya adalah perempuan paling beruntung karena memiliki kecerdasan yang luar biasa. Pun kedisiplinan kuat bersamaan dengan prinsip diri yang melampau tinggi. Sejak pertama ia mengenal Dila, tak pernah sekalipun ia melihat Dila menderita terkecuali jika ia mengalami panic attack. Selebihnya, Dila adalah seseorang yang sangat stabil.
Benar sekali jika ia sangat terkejut ketika Dila mendapatkan begitu banyak halangan di Indonesia. Terlebih ketika mendengar bahwa Dila mendapatkan perlakuan yang tidak adil dari keluarganya sendiri. Sebagai seseorang yang tumbuh dari keluarga hangat, melihat Dila diperlakukan dingin seperti itu membuatnya meringis. Selama ini ternyata ia sudah dibutakan oleh penampilan Dila yang kuat.
"Apa yang kau pikirkan?"
Airu mengedipkan matanya berkali-kali untuk fokus pada apa yang baru saja Dila katakan. Alisnya bertaut tanda tak mengerti sementara Dila tak lagi mengatakan apapun dan tetap melanjutkan sesi memasaknya.
"Oh, aku tidak memikirkan apapun."
Dila meliriknya skeptis tanpa menghentikan kegiatan tangannya yang sedang sibuk dengan segala peralatan dapur.
"Maksudku, aku sedang memikirkan berapa lama kau akan menjadi partnerku."
Akhirnya Dila mengangguk puas seakan mendapatkan sebuah jawaban yang ingin ia dengar.
"Mungkin enam bulan, cukup sebentar kan?"
Airu mengaduh dan menepuk kepalanya hingga sesaat kemudian ia merengek.
"Kenapa sebentar sekali?!"
Dila tersenyum dan mengambil waktunya untuk mencicipi masakan buatannya. Sudah lama sekali sejak terakhir kali ia memasak dengan benar. Mulutnya menyecap rasa yang lezat, hidungnya mencium aroma yang menggugah selera, dan kini perutnya berbunyi.
"Aku tak bisa tinggal lama, semua orang menunggu bukan?"
Airu terdiam sejenak, menempatkan telunjuknya di dagu seakan ia sedang berpikir. Memang benar sudah banyak orang yang berekspektasi mengenai pergantian anggota direksi terlebih mereka sudah mengantisipasi Dila sebagai pengganti yang sering diunggul-unggulkan. Meskipun terlihat seperti pemimpin biasa, Dila memiliki sebuah aura yang mana akan membuat semua orang tahu bahwa perempuan itu bukanlah seorang perempuan yang biasa saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love? Trust? Work? or Hobbies? [Dalam Revisi]
RomanceDILA MAULIN SUCIPTO Wanita berusia 27 tahun yang terlalu menyayangi statusnya sebagai wanita karier. "Dila kapan kamu mau nikah?" Permintaan sulit dari sang ayah yang dirasa mustahil pun terucap. Membuat Dila dihantui bayang-bayang akan pernikahan...