37. It Feels So Lonely

410 28 1
                                    

Mereka akan kembali.

Dila menggelengkan kepalanya dan menarik ujung rambutnya agar pening yang ia rasakan menghilang dan tergantikan oleh rasa ngilu jambakan rambutnya. Dila berkali-kali mengambil napas dalam agar ia tak panik. Namun usahanya sia-sia. Ia tahu bahwa hal ini tak akan berakhir cepat. Tangannya bergetar saat mendial nomor Fadli. Fadli harus berada di sisinya. Itu adalah hal yang tepat.

Allo…”

Dengan napas yang tersenggal-senggal, Dila mengerutkan keningnya ketika mendengar suara anak kecil yang menjawab panggilannya.

Tante Dila?”

Dila tak menjawab dan kembali terbatuk hebat. Ia kembali memuntahkan apapun yang berada di dalam lambungnya. Begitu nyeri dan sesak. Begitu pula air mata yang tak berhenti keluar.

Sayang, kau sedang menjawab telepon siapa?

Nenek! Tante Dila!

Fadli! Apa itu Dila?

Dila kembali menahan napasnya dan mencoba untuk tenang. Pandangannya tak bisa fokus dan matanya berkunang-kunang.

“Hallo.. Apa ada Fadli?”

Ini aku, maaf ponselku seda… Dila, ada apa dengan suaramu?” Dila kembali memijat kedua sisi pelipisnya.

“Dia kembali… tolong bawa aku pulang.” Ujar Dila dengan isakan yang tak bisa ia hentikan.

Hell… ia tak bisa berpura-pura kuat jika seperti ini keadaannya. Ia tak mungkin pulang mengendarai mobil sendirian dengan keadaan seperti ini.

Kau dimana?

“Rumah ayah dan aku membawa mobil.”

***

Dila… kau seharusnya tahu batas kemampuanmu.
Kau mengklaim Herlambang dan Fadli.
Apa kau ingin terkenal dengan cara seperti ini?
Percayalah bahwa kau perempuan murahan.
Dila, kau naif.
Apa menurutmu aku jatuh cinta padamu?
Lihatlah, bahkan ayahmu pun tidak peduli padamu.
Apa yang bisa kau harapkan?

Tidak… Tidak…

Itu semua hanya halusinasi.

Dila mengunci dirinya di kamar dan menatap kosong ke arah dinding. Ia memeluk kakinya dan terus menerus mengatakan tidak. Semua mimpi buruk kembali terkuak. Penghinaan terhadap dirinya mendengung di indra pendengar. Debu-debu di udara mengelilingi tubuhnya. Merasuki paru-parunya dan membuatnya kehilangan akal.

Mimpi buruk itu. Mimpi buruk yang akhir-akhir ini menghantuinya, akhirnya menampakan wujud aslinya.

Sudah lama sekali ia tak mengalami hal seperti ini. Saat ia SMA ia sering mengalami mental breakdown. Semua orang di lingkungannya selalu berpikiran negatif mengenai apa yang ia lakukan. Jarang sekali ia mendapatkan sebuah pujian. Karena itulah Dila terkadang memiliki masalah mengatakan apa yang sebenarnya ia rasakan.

Ia selalu di judge sebagai anak tak tahu diri bermulut tajam.

Dila tak pernah bisa mengatakan apa yang ia inginkan. Ia hanya akan menelan itu bulat-bulat dan memendam segala yang ia rasakan sendirian.

Tangannya menegang, ingin melemparkan apapun yang ada di hadapannya. Cahaya matahari yang menerobos jendela itu jatuh tepat di rambut cokelat Dila yang kini terlihat begitu acak. Napasnya sudah teratur namun tidak dengan pikirannya.

Love? Trust? Work? or Hobbies? [Dalam Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang