Jejak-jejak keringat terpampang jelas di wajah Dila. Ia membuka pintu depan, melepas sepatu olahraganya, dan memasuki kediamannya. Lina sedang berada di dapur mengamati gerak-gerik Dila.
"Sudah 2 kali berkeliling dunia?"
Dila hanya memandang sekilas ke arah Lina. Ia harus segera bersiap untuk pergi bekerja. Ia melangkahkan kaki ke arah lemari pendingin. Membawa minuman isotonik sebelum ia berlalu meninggalkan Lina yang kini tersenyum miring ke arah Dila.
"Apa yang ada di otakmu itu Ina?"
Seketika terdengar gelak tawa Lina yang begitu menggema.
"Apa kau tidak sabar untuk bertemu dengan atasan baru itu? Siapa namanya? Rivan? Oh ya! Rivan."
Dila menatap Lina tajam. Tak sepenuhnya mengerti apa yang dimaksudkan oleh Lina. Dila meneguk minuman botol itu beberapa kali sebelum akhirnya ia menyimpan di atas meja.
"Maksudmu?"
"Oh ayolah. Katakan saja bahwa kau, Dila Maulin Sucipto, tertarik pada seorang pria bernama Rivan."
Dila mendelikkan matanya. Ia bahkan tak tahu atas dasar apa Lina berbicara seperti itu. Yang benar saja, Dila memang berpikir bahwa atasan baru itu menarik. Namun apa yang lebih dari itu? Dila mengendikkan bahunya dan membanting pintu penuh lelucon.
***
Dila berada di antrian orang yang akan menggunakan lift. Ia sendiri sibuk dengan ponsel yang kini berada di genggamannya. Lina sedang mengganggunya dengan mengirim pesan-pesan singkat yang tak terhitung jumlahnya. Tentunya Lina membicarakan Rivan. Dila mencoba untuk mengabaikan semua pesan itu dan ia terfokus pada aplikasi lain.
"Pagi Pak Rivan."
"Pagi Pak."
"Selamat pagi Pak Rivan."
Dila melirik ke arah kerumunan perempuan yang kini sedang menarik wajah mereka untuk tersenyum. Disana berdiri orang yang kini sedang Lina bicarakan. Menggunakan pakaian kerja, bersih, rapi, berkacamata, dan tampan.
Tampan.
Tampan?
"Selamat pagi semua."
Jawabnya dengan enteng dan kembali berjalan.
Dila menggeleng cepat. Namun otaknya kembali bekerja, ia mendapatkan ide baru untuk storyboard yang akan ia bereskan malam ini. Cepat-cepat ia memainkan jarinya di atas layar ponsel. Mengetik beberapa kalimat, ia tak ingin melupakan ide itu ketika malam tiba. Seseorang menyenggol Dila diikuti dengan tawa ledekan yang terdengar khas.
Herlambang
"Maulin."
Bisiknya tepat di telinga Dila. Membuatnya geli.
"Sial."
Dila menendang kaki Herlambang. Sontak Herlambang meringis.
"Selamat pagi Bu Dila."
Dila mengangkat wajahnya, menemukan Rivan yang kini tersenyum padanya.
Lain halnya dengan perasaan hangat saat disapa oleh Rivan, ada hawa-hawa panas yang Dila rasakan dari kumpulan orang yang sedang mengantri. Katakan saja para perempuan itu. Ia sedapat mungkin tersenyum ramah.
"Selamat pagi Pak Rivan."
Lalu ia kembali berkutat dengan ponselnya sebelum seluruh ide itu lenyap.
"Yo! Pagi Pak Rivan."
Herlambang menepuk bahu Rivan layaknya seorang teman dekat.
Rivan hanya tersenyum ragu pada Herlambang. Lalu kini Dila berpikir yang tidak-tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love? Trust? Work? or Hobbies? [Dalam Revisi]
RomanceDILA MAULIN SUCIPTO Wanita berusia 27 tahun yang terlalu menyayangi statusnya sebagai wanita karier. "Dila kapan kamu mau nikah?" Permintaan sulit dari sang ayah yang dirasa mustahil pun terucap. Membuat Dila dihantui bayang-bayang akan pernikahan...