Rivan panik ketika Dila sudah tak bisa berdiri ketika selesai berteriak tadi. Dila seperti berhalusinasi dan jelas-jelas kesakitan hingga ia berkali-kali berteriak sembari menyentuh kepala dengan sekali-kali ia mencoba untuk menjambak rambutnya sendiri. Rivan bisa melihat bayangan karyawan yang penasaran dengan apa yang terjadi di dalam ruangan kerja Dila.
"Dila... Apa yang harus aku lakukan?"
Bisik Rivan. Bingung dengan keadaan ini. Namun sepertinya ia harus membawa Dila ke Rumah Sakit.
Rivan berdiri dan memandang seisi ruangan. Mencari tas tangan Dila yang ternyata berada di samping meja kerjanya. Ia membuka tas itu dengan tergesa-gesa dan sesekali melihat keadaan Dila yang masih meringkuk di tempatnya beserta suara napas yang begitu memekakan telinga. Dila berusaha bicara dengan suara yang sangat parau. Hembusan angin yang memiliki sedikit nada di sana. Rivan kembali menempatkan diri di hadapan Dila.
Dengan tas tangan dan kunci mobil Dila yang sudah berada di tangannya, ia mendudukkan Dila. Berusaha untuk mengambil alih konsentrasi Dila dari rasa sakitnya.
"Dila, apa yang ingin kau sampaikan?" ujarnya putus asa.
Tanpa kesulitan ia mengangkat tubuh Dila di gendongannya. Dila masih saja memegang dadanya dan Rivan tentunya benar-benar panik dan tergesa-gesa untuk membawa Dila ke Rumah Sakit. Ia tak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada Dila. Wajahnya memucat dengan napas yang masih menderu.
"Permisi! Tolong jangan menghalangi jalan dan tekan tombol lift!" Teriak Rivan saat ia berada di luar ruang kerja Dila.
Herlambang muncul dari lift, dan terkejut ketika menatap Rivan yang sedang menggendong Dila. Ia menghampiri Rivan yang kini setengah berlari karena ia begitu canggung membawa tubuh Dila di gendongannya, juga tas tangan Dila dan kunci mobil di genggamannya.
"Pak Rivan!"
Panggil Herlambang yang ikut berlari menyamakan langkah dengan Rivan.
"Dila mengalami Hyperventilation. Ada paper bag di kursi belakang mobilnya, tolong tutup hidung dan mulutnya dengan paper bag itu."
Jelas Herlambang dengan begitu cepat membuat Rivan kebingungan dengan apa yang harus ia lakukan nanti.
Mereka masuk ke dalam lift setelah Rivan meminta bantuan Herlambang untuk menunjukkan apa yang harus ia lakukan. Herlambang mengusap kening Dila yang sangat berkeringat. Dila terlihat mengigil dan tetap berusaha untuk menutup mulutnya dengan kekuatannya sendiri. Sementara pegangan Dila pada Rivan semakin kuat.
Herlambang berlari dengan membawa tas tangan dan kunci mobil Dila, sementara Rivan mengikuti Herlambang dari belakang. Secepat mungkin Herlambang membuka pintu mobil dan mencari paper bag dan membuka pintu penumpang depan agar Rivan bisa menempatkan Dila di sana.
Rivan dengan hati-hati menempatkan Dila yang kini keadaannya sedang kacau di kursi penumpang. Lalu Herlambang mengambil alih dan menutup mulut dan hidung Dila dengan paper bag. Rivan masih saja panik melihat Herlambang menekan kuat-kuat paper bag itu pada wajah Dila.
"Apa kau pikir ini akan bekerja? Karbon dioksida di darahnya akan naik dan itu akan berbahaya." Komentar Rivan.
"Inilah yang seharusnya dilakukan. Tolong carikan botol obat penenang dan botol minuman Dila. Ia harus segera meminumnya setelah laju napasnya berkurang dan sedikit tenang."
Rivan mengangguk, selewat menatap Dila khawatir karena kondisinya yang begitu acak dengan keringat yang bercucuran dan juga wajah yang terlampau pucat. Ia membawa tas tangan Dila dan menemukan botol minuman, lalu mencari botol obat yang dimaksud Herlambang tadi. Setelah semuanya siap Rivan duduk di belakang kemudi dengan telapak tangan yang ia sentuhkan ke kening Dila. Mungkin itu bisa membuatnya tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love? Trust? Work? or Hobbies? [Dalam Revisi]
RomanceDILA MAULIN SUCIPTO Wanita berusia 27 tahun yang terlalu menyayangi statusnya sebagai wanita karier. "Dila kapan kamu mau nikah?" Permintaan sulit dari sang ayah yang dirasa mustahil pun terucap. Membuat Dila dihantui bayang-bayang akan pernikahan...