"Pergi kau dari hadapanku. Jangan pernah muncul di kantor ini. Oh! Dan juga jangan menatap rendah seorang wanita hingga mengajaknya untuk tidur bersama mu."
Rivan yang sudah berada di samping Dila kini membeku ketika Dila baru saja melemparkan tinju pada rahang pria itu hingga ia tersungkur secara kasar. Dila menunjukkan rasa terkejut atas kedatangan Rivan namun kembali menatap pria yang masih tersungkur.
"Pergilah sebelum aku mempermalukanmu." Yang tentunya tanpa aba-aba, pria itu berlari kencang menjauh dari Dila.
Satu kata yang Rivan pikirkan.
Waw.
Tak pernah sedikit pun terlintas pikiran mengenai betapa kuatnya Dila. Tangannya tak menunjukkan bahwa dirinya cukup kekar untuk menghajar seorang pria dewasa, pun tubuhnya yang begitu ideal seperti tipe aku-selalu-diet-untuk-mendapat-tubuh-seperti-ini. Walaupun pada kenyataannya Dila adalah seorang wanita yang cukup lahap dan tak pernah memikirkan berapa banyak porsi makanan yang ia beli.
"Jadi? Apa ada yang ingin dibicarakan?" Ujar Dila sembari meninggalkan Rivan yang masih tercengang.
Rivan berdeham dan membenahi letak kacamatanya, lalu menatap Dila yang kini menyibukan dirinya untuk menyalakan ponsel. Dila selalu seperti itu jika melihatnya membenahi letak kacamata. Entah apa sebabnya, Rivan pun tak mengetahuinya. Ia akan memilih menyibukkan dirinya dengan bermain ponsel atau apapun yang berada di hadapannya.
"Mengenai acara keluarga kita."
Dila mengangguk beberapa kali dan tetap berjalan. Ia seakan tak keberatan jika Rivan membicarakan hal rahasia ini di kantor. Dila sendiri hanya menunjukkan wajah poker facenya ketika melewati security yang kelihatannya memperhatikan kejadian dimana Dila melakukan kekerasan pada pria tadi.
"Semua akan berjalan dengan lanca..." Dila menghentikan langkahnya lalu berbalik menghadap Rivan.
Dila menunjukkan layar ponselnya pada Rivan. Sadar panggilan di layar ponsel Dila merupakan nomor ponsel ibunya, Rivan segera mengulurkan tangan untuk mengambil ponsel itu tetapi Dila sudah menariknya dan menjawab panggilan tersebut.
Melihat gadis itu menjauh darinya membuatnya bisa bernapas lega. Yang entah kenapa setiap Dila berada di sekelilingnya, ia secara tak sadar akan sering membenahi letak kacamata dan menahan napasnya. Aura Dila yang begitu mengintimidasi terkadang mempengaruhi karisma yang ia miliki.
Terlebih dengan tatapan tajam yang Dila tunjukkan saat menatap dirinya.
Tatapan yang seakan mengetahui semua yang sudah ia sembunyikan dalam-dalam. Memberikan kesan tak memiliki sebuah rahasia jika Dila sudah menatapnya seperti itu.
Gadis itu berjalan kecil kesana kemari dan akhirnya berdiri tegap dengan salah satu tangan yang ia masukkan kedalam saku celananya. Rambutnya tergerai dan beberapa kali ia tersenyum seakan Ibu Rivan bisa melihatnya.
Rivan tetap berdiri di tempatnya dan sempat mendengar apa yang Dila bicarakan. Mungkin ia sedang membicarakan mengenai konsumsi untuk acara keluarga itu. Dila beberapa kali berkata bahwa ia sudah menyiapkan bahan-bahan dan beras dan lain-lain. Dila berbalik ke arahnya lalu tersenyum manis sebelum pandangannya teralih ketempat lain.
Stop Dila. Rivan tak bisa menahan debaran itu.
"Aku akan menangani bagian konsumsi, ibumu mengatakan bahwa yang ku perlukan hanyalah kartu kredit atau ATM mu." Ada nada ragu di akhir kalimatnya.
Rivan mengangguk tanpa meminta penjelasan. Lagipula Dila akan menghabiskan energinya untuk memasak dan Rivan tak ingin Dila menghabiskan uangnya untuk bahan-bahan yang ia perlukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love? Trust? Work? or Hobbies? [Dalam Revisi]
RomanceDILA MAULIN SUCIPTO Wanita berusia 27 tahun yang terlalu menyayangi statusnya sebagai wanita karier. "Dila kapan kamu mau nikah?" Permintaan sulit dari sang ayah yang dirasa mustahil pun terucap. Membuat Dila dihantui bayang-bayang akan pernikahan...