31. Ayah Angkatnya

576 38 3
                                    

Hari yang ia lalui cukup panjang. Penjelasan demi penjelasan sudah ia utarakan. Belum lagi dengan perbincangan bersama anggota direksi yang memakan waktu panjang. Namun ia senang bisa kembali bertemu dengan ayah angkatnya, Pak Tsunemori. Yang saat ini ia lakukan adalah duduk dalam mobil bersama Fadli yang sudah bersedia mengantarnya untuk membeli bahan-bahan makan malam hari ini. Mereka mendengarkan musik jazz dan menikmati setiap ketukan yang terdengar. Tak jarang Dila bahkan tertawa akibat ulah Fadli yang masih saja easy going.

"Jadi malam ini aku diundang untuk makan malam bersama Pak Tsunemori dan Airu?"

Fadli menghentikan guyonannya dan membenahi letak rambutnya.

"Ya. Kebetulan sekali kau belum sampai rumah. Otousan¹ bilang ia merindukanmu." Dila kembali duduk santai.

Ia tahu bahwa Lina, Yuni, dan Adi sudah pasti berada di rumahnya. Ia harus masak cukup banyak kalau begitu. Herlambang sudah ia tugaskan untuk menjemput Airu beserta ayahnya di hotel. Dila memberitahu Fadli untuk membantunya memasak. Jika Lina atau Yuni yang membantunya, itu akan menjadi hal yang lebih sulit lagi. Dalam bidang ini, Fadli adalah kandidat terbaik.

"Yang kurasakan kali ini hanyalah gatal-gatal di tubuhku."
Dila mengangkat pandangannya, beralih pada tubuh Fadli yang duduk dengan tegap. Ia bisa melihat adanya keringat di pelipis. Tak aneh memang, udara hari ini tak bersahabat dan begitu panas. Dapat dimaklumi jika Fadli berkeringat seperti itu. Ia membayangkan rasa lengket yang tak nyaman itu.

"Apa kau memiliki baju ganti yang lebih nyaman?"

Dila menengok dan mencari pakaian di kursi belakang.

"Aku membawanya di tas itu. Memangnya ada apa?"

Fadli sekilas meliriknya dengan tatapan yang sedang mencoba menebak apa yang akan Dila katakan.

"Kau bisa mandi di rumahku. Gunakan kamar mandiku- Ah! Maksudku gunakan kamar mandi tamu. Kau akan masak bersamaku dan tak akan mungkin ku biarkan tubuh berkeringatmu itu berada di dapurku."

Fadli menatapku beberapa saat dengan tatapan Yang-Benar-Saja dan kembali fokus pada jalan di depan. Dila kambali duduk dan tertawa renyah sembari menatap ponselnya.

***

Dila mengeluarkan seluruh bahan-bahan dari kantung belanjanya. Ia sudah berganti dengan pakaian yang nyaman. Beruntung sebelum Fadli menjemputnya untuk berbelanja, ia sudah membasuh tubuhnya di bawah kucuran air yang menyegarkan. Membawa kembali semua kedamaian dan kebugaran miliknya yang sempat hilang pagi hari tadi.

Dari sudut pandangnya yang berada di dapur, ia bisa melihat secara jelas apa yang sedang di lakukan mereka. Lina dan Yuni seperti biasa sedang disibukan dengan kegiatan mereka. Yuni sedang mengerjakan sesuatu yang ia percayai merupakan tugas Adi. Sementara adik laki-laki Dila itu duduk manis memperhatikan Yuni yang kini terlihat begitu rajin dan pintar. Lina sedang menulis yang mungkin saja merupakan storyboard cerita miliknya.Kedamaian melihat mereka bisa tenang di rumahnya. Ia tersenyum kecil dan kembali mengeluarkan bahan-bahan.

Satu sentuhan halus di bahunya sedikit mengejutkan. Ia memandang Fadli yang kini berada di sampingnya dengan pakaian santai,yang sebenarnya terlalu santai. Dila menghela napas dan tersenyum pada Fadli yang sudah fokus pada apa yang seharusnya ia lakukan. Fadli adalah temannya, ia tak perlu terkejut seperti tadi.

"Hur... bukankah ini saatnya kalian untuk saling mengotori wajah satu sama lain." Dila menatap Lina yang kini sedang menatapnya balik.

"Lalu kalian tertawa bersama dan saling berpelukan." Lanjut Yuni tanpa mengalihkan pandangannya dari tugas Adi.

"Membuat keadaan dapur menjadi kotor." Adi menimpali apa yang sudah Yuni katakan.

Love? Trust? Work? or Hobbies? [Dalam Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang