Fadli kembali menyusuri ruang keluarga di rumah Dila. Ia dan Yuni sedang memastikan tidak ada barang yang bertambah maupun berkurang. Kemungkinan barang sekecil apapun yang hilang akan membuat seorang Dila yang teliti merasa tak nyaman. Kondisi setiap ruangan sudah bersih dari debu-debu, semua furniture sudah berada di tempatnya. Fadli tersenyum kecil.
Namun ia berhenti tersenyum saat mengintip ruangan hobi yang selalu Dila gunakan. Satu kertas terselip di sela-sela rak tumpukan kertas gambar. Satu kertas yang membuatnya merasa bingung juga penasaran. Ia membawa kertas itu dan menemukan sebuah tulisan yang cukup panjang. Sebuah tulisan dari setiap perasaan yang Dila rasakan, yang tersembunyi dan tak ia tuliskan dalam sebuah bentuk cerita pendek yang biasanya ia publish di internet.
Satu buah cerita yang tanpa menggunakan simbol dan lambang.
Untuk diriku yang baru.
Terima kasih sudah bisa bertahan hingga saat ini, aku tahu bahwa dirimu sudah melalui banyak rintangan. Terima kasih untuk tetap bersama temanmu, tetap berjuang untuk hari esok, tetap berpikir bahwa hari esok akan lebih baik yang walaupun aku tahu bahwa ada sesuatu yang berat di hatimu, yang selalu kau bawa kemanapun kau pergi.
Hari ini adalah saat di mana RIvan mengatakan bahwa dia mencintaiku. Dua buah kata yang asing dan sangat ingin ku dengar sejak awal aku memiliki sebuah perasaan padanya. Apakah aku harus senang karena ternyata ia mencintaiku juga? Atau sebaliknya?
Seperti yang kamu ketahui, aku senang namun sedih secara bersamaan. Aku menolaknya karena aku tak ingin Amara merasakan apa yang aku rasakan saat bersama Angga. Sebuah penghianatan yang mengerikan. Sesuatu yang membuatku trauma dan aku berharap bahwa diriku yang baru sudah sembuh dari trauma tersebut.
Amara adalah seorang gadis yang baik. Terlalu baik dibandingkan dengan diriku yang banyak sekali kekurangan. Aku terkagum saat pertama kali melihat gadis itu di kediaman keluarga Rivan. Gadis itu cantik, keibuan, lembut, dan sangat kompeten untuk menjadi seorang istri.
Apa sih yang bisa Rivan lihat dariku?
Mungkin ia terkagum karena aku adalah gadis yang kuat, independen, multi talenta, dan hanya itu.
Di balik itu semua aku bukanlah gadis yang kuat karena aku selalu merasa tidak tenang dengan setiap hal yang aku lakukan. Takut-takut semua orang menyalahkan segalanya padaku. Aku bukanlah seseorang yang independen ketika aku masih menyusahkan Fadli dengan segala masalah yang tak bisa aku bicarakan padanya, masih merepotkan Lina juga Yuni yang selalu berada di sampingku saat aku sulit bernapas, masih merepotkan Maya dan Herlambang ketika tubuhku tak lagi sejalan dengan pikiranku. Aku bukanlah orang yang multi talenta hanya karena aku menekuni banyak hobi, itu hanyalah sebuah jalan untuk menghindariku dari setiap pikiran jelek.
Aku takut anak-anak.
Aku takut mempercayai orang lain.
Aku bahkan tak bisa mempercayai diriku sendiri.
Amara lebih baik, dan Rivan lebih baik bersama Amara.
Mungkin penyesalan akan selalu ada. Aku harap siapapun yang membaca ini , tolong simpan kertas ini di kapsul seperti biasa, Titipkan salam ku untuk diriku yang baru.Terima kasih
Fadli mengela napas panjang dan memijat pelipisnya. Dila memang senang menuliskan perasaannya di secarik kertas dan ia akan menyimpannya secara acak. Sebuah puzzle untuk mengetahui apa yang gadis itu rasakan dan pikirkan.
***
“Untuk berjalan, saya sarankan untuk tidak melakukan hal itu sementara waktu. Jadi ada baiknya ia menggunakan kursi roda. Tubuhnya masih sangat lemah dan masih dalam proses penyembuhan.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Love? Trust? Work? or Hobbies? [Dalam Revisi]
RomanceDILA MAULIN SUCIPTO Wanita berusia 27 tahun yang terlalu menyayangi statusnya sebagai wanita karier. "Dila kapan kamu mau nikah?" Permintaan sulit dari sang ayah yang dirasa mustahil pun terucap. Membuat Dila dihantui bayang-bayang akan pernikahan...