77. Menuju Kebahagiaan

257 23 6
                                    


Lengan bawah Dila beradu dengan telapak tangan Rivan yang besar. Ia berhasil memblokade ayunan tangan Rivan dengan tempo yang pas. Ia bisa melihat tatapan Rivan yang mulai goyah dan kini secara perlahan kedua bola mata yang terhalang lensa itu menatapnya. Terkejut menemukan Dila yang melihatnya dengan tatapan tajam juga sinis.

Ia bisa merasakan tubuh Amara yang bergetar ketakutan di belakangnya. Dila menoleh untuk melihat posisi Amara yang kini setidaknya aman dari gangguan Rivan. Perempuan itu membulatkan matanya dengan pupil yang mengecil. Ia pasti shock sekali karena siapa sangka Rivan akan seemosi ini saat mengetahui dirinya membawa Dila untuk bertemu dengan Ibu Rivan.

"Amara, ini saatnya. Mundur atau tidak?"

Pertama Amara tidak paham dengan apa yang Dila katakan. Namun sedetik kemudian ia bisa melihat Dila yang dengan jelas berdiri di hadapannya, menghalanginya dari tubuh Rivan yang mengintimidasi. Tubuh Dila tak kalah kuat, perempuan yang kini menyelamatkannya sungguh memiliki aura yang kuat untuk mempertahankan apapun yang menurutnya benar. Seperti kekuatan seorang ibu yang ingin melindungi anaknya.

Ia paham.

"Aku-aku memilih untuk mengakhiri hubungan kita. Terima kasih Kak Rivan."

Dila memang berbeda dari kebanyakan perempuan.

Mereka masih mematung dalam kondisi seperti itu ketika Amara beringsut pergi. Dila akhirnya menepis tangan Rivan dan kini berdiri sepenuhnya dihadapan pria itu. Ia kesal, sungguh kesal karena berani-beraninya Rivan melakukan hal mengerikan seperti itu pada perempuan yang ia pikir sangatlah baik.

"She is not 'her'. You're under 'her' shadow."

Rivan kembali menatap Dila terkejut. Ia sangat mengerti apa yang Dila maksudkan. Ia tak percaya jika Ibunya memberitahu Dila hal ini tadi.

"Don't you dare to touch her. Leave her alone."

Dila menunjuk Rivan tepat di dadanya. Ia bisa merasakan sengatan menyakitkan ketika Dila memandangnya seperti itu. Memandangnya penuh kebencian karena ia hampir melakukan hal yang tidak pantas pada seorang perempuan. Ia tak menyangka jika Dila akan berada di hadapannya lagi disaat seperti ini. Ia benar-benar kalut.

"Nona, kita harus pergi sekarang."

Dila menatap bodyguard yang kini secara terpaksa menarik lengan atas Dila untuk mengikutinya. Namun Dila belum selesai, tidak akan pergi sebelum ia mengatakan apa yang ingin ia katakan.

"Forgive yourself."

Itu kalimat terakhir yang Dila ucapkan sebelum akhirnya ia berlari kedalam mobil karena ia tahu nyawanya akan terancam. Seseorang sudah mengikutinya dan ia harus bergegas. Berdoa semoga ia cepat bisa pergi dari kampong halamannya ini. Satu pandangan Dila terakhir mengisyaratkan sebuah luka yang mendalam karena ia tak bisa memeluk Rivan, memberinya sebuah perngertian mengenai kalimat terakhir yang ia katakan tadi.

Selama perjalanan menuju rumah, ia masih bisa membayangkan tatapan Rivan yang begitu hilang dan kosong. Ia tak bisa menjadi sentimental untuk kali ini. Nyawanya hampir terancam dan bahkan bisa saja nyawa Rivan dan Amara akan terseret pada masalah dirinya yang akan mengambil alih perusahaan milik Pak Tsunemori. Ia tak akan membiarkan hal itu terjadi dengan tidak lagi berhubungan dengan mereka.

"Nona, Pak Fadli mengatakan bahwa Nona Airu sedang berada di dalam."

Huh? Di dalam?

Oh, mereka sudah sampai di rumah.

Eh?

God. Crap.

Airu pasti akan menceramahinya.

Love? Trust? Work? or Hobbies? [Dalam Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang