8. Kesembuhan

1.1K 66 18
                                    

"Rivan?!"

"Oh? Dila?" Rivan cukup terkejut melihat wanita di hadapannya.

Dila menggelengkan kepalanya cepat lalu membawa dompet yang kini berada dalam genggaman Rivan. Ia tak habis pikir mengapa ia sering sekali menabrak lelaki bertubuh besar itu dan ia tak memiliki ide mengapa Rivan berada di rumah makan ini.

"Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Dila penasaran.

"Kak Rivan?"

Suara gadis yang khas dengan lengkingannya terdengar di balik tubuh besar mengintimidasi milik Rivan.

"Aku bersama keluarga akan makan malam di tempat ini. Ini adik perempuanku, Salsabila."

Pandangan Dila terjatuh pada gadis yang tak terlalu pendek untuk usianya.

Gadis itu memiliki bentuk mata yang sama dengan Rivan. Begitu tajam namun lembut. Ia tersenyum ramah lalu menyalami Dila dengan hormat. Sementara Dila merasa tak nyaman karena ini pertama kalinya mereka bertemu.

"Loh Rivan kenapa kamu belum pilih tem- oh siapa ini?"

"Ma, ini teman Rivan. Dila ini mama ku. Ma, ini Dila teman kantor."

Dila dengan cekatan menyalami kedua orang tua Rivan. Setidaknya ia memiliki sopan santun.

Dila bahkan tak sadar bahwa kini sambungan teleponnya sudah diputuskan oleh Lina. Dila berkenalan dengan seluruh anggota keluarga Rivan. Ibu dan Ayahnya, lalu adik Rivan yang berusia di kitaran mahasiswa bernama Salsabila. Tak lupa kakak Rivan yang merupakan anak tertua dari keluarga mereka, Hardi beserta istrinya Laura. Pasangan ideal itu memiliki dua orang anak, yang pertama mungkin berumur 5 atau 6 tahun bernama Askar, lalu bayi yang bisa saja berumur lebih dari 1 tahun bernama Fairuz.

Dila berpikir sejenak. Ia harus segera menghentikan pandangan matanya yang sarat akan keingintahuan besar. Terkadang ia terlalu menyukai saat-saat di mana ia menilai secara jeli menggunakan intuisinya.

"Kalau begitu, semoga kita dapat bertemu lagi lain waktu. Saya ada sesuatu yang tidak bisa ditinggalkan." Dila tersenyum ramah pada seluruh anggota keluarga Rivan.

Mereka mengangguk ramah. Bahkan Ibu Rivan menginginkannya untuk mengunjungi kediaman mereka. Dila tak mengerti mengapa Ibu Rivan berani-beraninya mengajak seseorang datang ke rumah pada orang yang bahkan baru saja ia temui.

***

"JAAAAA! Aku menang!"

Lina berteriak keras ketika ia berhasil menjadi pengumpul uang terbanyak dalam permainan monopoli yang sedang mereka mainkan.

"Berisik kau orang licik."

Dilemparkannya lembaran-lembaran kertas uang monopoli itu sebal pada Lina.

Lina sendiri sedang berguling di atas lantai. Menikmati kemenangan yang ia dapatkan. Karena sesungguhnya ia akan mendapatkan setengah dari sachertorte milik DIla. Dan ia akan memakan kue favoritnya itu bersama dengan hot chocolate special. Sungguh.

"Hey Yuni. Apa kau tidak penasaran dengan apa yang terjadi pada nenek lampir ini?"

Lina bangkit dan duduk di samping Yuni yang kini tersenyum geli menghadapi kedua saudarinya.

"Ya, ya, benar. Mbak hari ini ada acara apa saja? Badmood begitu."

Dila menghembuskan napasnya kasar lalu menyandar pada kaki sofa -sejujurnya mereka sedang duduk di lantai- yang masih terasa empuk bagi Dila. Matanya menerawang, seakan menembus langit-langit rumahnya. Suasana malam ini menyenangkan meskipun ia sudah mengalami hal-hal tidak menyenangkan.

Love? Trust? Work? or Hobbies? [Dalam Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang