Pakaian hitamnya menciptakan suasana mencekam didukung dengan ekspresi dingin yang ia tunjukkan. Bagaiamana ia tak berekspresi seperti itu ketika ia selalu saja mengingat bahwa ia sudah dipermalukan oleh Angga, pria yang selalu ia hindari. Ia pingsan hanya karena kalimat provokasi yang Angga berikan. Ia baru tahu bahwa ia selemah itu.
Juga Rivan yang belum memberikan kabar memberikan alasan lain untuk mengalami badmood yang berkepanjangan. Tak mengerti dengan alasan Rivan yang tak memberinya kabar, juga ia yang tak bisa menghampiri Rivan karena ia cukup sibuk dengan semua pekerjaan yang menumpuk. Yang mana tak seperti biasanya ia mengalami hal seperti ini. Membuatnya berpikir tak karuan. Terima kasih pada Rivan yang sudah membuatnya seperti ini.
Di toko kue yang begitu penat ini, ia akhirnya dapat memilih cake yang ia rasa akan bisa dinikmati oleh Lina dan Yuni yang kini menunggunya di rumah. Sebenarnya ia dapat membuat cake sendiri, namun rasanya ia begitu malas untuk membuatnya sendiri. Tapi mungkin Yuni akan membantunya. Namun semuanya sudah terlambat karena cake pilihannya sudah berada di tangan.
"Kini aku akan berada di rumah dengan orang-orang yang tiba-tiba saja selalu menanyakan apa yang sedang ku rasakan. Ada apa ini? Biasanya mereka tak pernah seperti itu."
Dila bergumam pada dirinya sendiri dan mengeluarkan kunci mobil.
Sesuatu mencuri perhatianya. Tubuh yang jangkung dengan lengan yang selalu bisa ia kenali berada di sebrang jalan. Rambutnya yang rapi. Pakaian yang membuatnya begitu menggoda. Dengan kacamata yang menghalangi bola mata yang bisa membuatnya meleleh itu sedang menatap ke dalam toko bunga yang kini sedang sepi. Apa yang sedang Rivan lakukan disana?
Dila mengeluarkan ponselnya, terlalu malas untuk mengeluarkan suaranya karena ia akan malu jika ia memanggil Rivan dari posisinya yang cukup jauh itu. Sekali lagi ia menatap Rivan dan ia menekan tombol panggilan pada nomor Rivan.
Satu detik
Dua detik
Tiga detik
Rivan tak mengangkat ponselnya. Membuat Dila menautkan alisnya, berpikir dimanakah ponsel Rivan berada. Dila membuka pintu belakang mobilnya dan meletakkan cake dengan hati-hati. Ia berniat untuk menghampiri Rivan dan bertanya mengenai beberapa hal yang mengganggu pikirannya akhir-akhir ini. Dengan cekatan ia akan menyebrang jalan namun langkah kakinya berhenti secara terpaksa.
Rivan tersenyum pada sosok lain yang keluar dari toko bunga. Perempuan berhijab yang tak bisa ia lihat secara jelas rupanya seperti apa. Ia mengepalkan tangannya dengan kuat ketika Rivan membukakan pintu untuk gadis itu. Ia belum pernah melihat gadis itu dan ia tahu bahwa gadis itu bukan merupakan keluarga Rivan.
Ia sangat yakin.
Apakah gadis itu yang sudah membuat Rivan tak menghubunginya lagi selama ini?
***
"Jadi setelah cerita ini, akan ada plot twist dan itu akan menyenangkan Yun."
Suara yang berasal dari ruang keluarga tak bisa menghentikan aura kekesalan Dila. Lina dan Yuni sepertinya sedang mendiskusikan kelanjutan komik yang Lina buat. Dila melangkah tanpa berkata apa-apa, seakan mulutnya sudah tersegel dan tak bisa terbuka.
"Oh Dila! Jadi kau benar-benar membeli cake?"
Lina menghampirinya dan membawa cake di tangan Dila.
"Mbak, ada apa?"
Yuni yang pertama kali menyadari bahwa Dila sedang dalam kondisi yang tak menyenangkan.
Dila hanya mengangkat bahunya dan berlalu begitu saja. Ia tak ingin mengatakan apapun dan ia harus bekerja keras untuk komiknya malam ini. Namun pikirannya selalu kembali memikirkan siapa gadis yang membuat Rivan tersenyum seperti itu. Setelah ia berendam air hangat dan merasakan tubuhnya rileks, ia mengangkat tangannya untuk melihat cincin yang tersemat di jemarinya. Cincin yang menyatakan bahwa Dila merupakan calon istri Rivan.
Calon istri pura-puranya.
'Apa kau merasa bahwa kau pantas menjadi istrinya?'
Dila terlonjak dan menatap setiap sudut kamar mandinya. Memastikan bahwa tak ada siapapun yang berada di ruangan itu. Ia cukup yakin bahwa ia mendengar seseorang berbicara. Baru saja ia rileks di selimuti oleh air hangat, ia segera bangkit dan membersihkan tubuhnya. Bulu kuduknya berdiri karena ia mendengar suara itu begitu jelas. Seakan-akan seseorang berbisik tepat di dekat telinganya.
Ia merasa tak tenang dan begitu terekspos. Perasaannya meledak, ia tak suka hal itu. Semuanya menjadi tak terkendali karena ia menggunakan perasaan. Ia ingin logikanya kembali. Ia tak senang dengan perasaan ini. Sejak ia menyukai Rivan, tubuhnya melemah dan ia lebih mudah kelelahan dan jatuh sakit.
Tapi mungkin ini efek dari Dila yang gila kerja atau apa pun yang membuat Dila tak berhenti sejenak untuk beristirahat.
Saat Dila keluar, ia disambut dengan Lina dan Yuni yang kini tengah memotong cake dan memberikan perintah pada Dila untuk berbincang dengan mereka. Dila tak menunjukkan ekspresi apapun dan tak membuka mulutnya.
Ia hanya duduk di sana dengan menyantap cake yang sama sekali tak nikmat di mulutnya. Tak mendengarkan sedikitpun cerita yang Lina lemparkan padanya, ia hanya ingin hari berakhir dengan cepat. Ketika potongan-potongan cake yang masuk kedalam mulut membuatnya mual, ia memilih untuk membawa apel yang kiranya akan membuat moodnya kembali.
Dring... Dring...
"Dila!! Fadli meneleponmu."
Lina menghampiri Dila dengan ponsel ditangannya. Tanpa menjawab apapun Dila segera mengangkatnya.
"Assalamualaikum Dila."
"Waalaikumsalam."
Balasnya singkat dan ia pergi ke halaman belakang untuk menghindari Lina dan Yuni yang pasti ingin menguping.
"Ibuku bilang ia memiliki perasaan buruk tentangmu. Apa ada masalah?"
Sejenak ia tak menjawab apapun. Ia hanya menatap bunga-bunga putih yang sudah mekar di ujung halaman belakangnya. Ia tak bisa lagi menahan perasaannya pada Rivan. Sekarang ia akan mengakui bahwa ia cemburu pada gadis yang tadi bersama Rivan.
Ia tahu betul bahwa gadis itu bukan merupakan saudara Rivan, gadis itu kiranya berumur lebih muda sedikit dari Dila. Dari pergerakan tubuhnya bisa dipastikan bahwa gadis itu merupakan sosok yang lemah lembut. Dari wajahnya, yang sebenarnya tak terlalu jelas, ia bisa tahu bahwa gadis itu memiliki sifat keibuan.
Apa gadis itu akan menjadi calon istri Rivan yang sesungguhnya?
Tapi perasaannya pada Rivan tak bisa menghilang begitu saja.
"Dila? Ada masalah?"
"Aku akan mengatakan perasaanku pada Rivan besok."
***
A/N
ALOHA FELLAS!
Waah maaf untuk sekarang update nya pendek 😂
Oooh aku pengen Rivan terima perasaan Dila (>_<。)
Well, gimana? Kalian suka? Kalau suka jangan lupa vote, comment, share, masukkan ke library dan reading list kalian 😉
See ya!
Warm regards,
Matsushina Miyura
KAMU SEDANG MEMBACA
Love? Trust? Work? or Hobbies? [Dalam Revisi]
RomanceDILA MAULIN SUCIPTO Wanita berusia 27 tahun yang terlalu menyayangi statusnya sebagai wanita karier. "Dila kapan kamu mau nikah?" Permintaan sulit dari sang ayah yang dirasa mustahil pun terucap. Membuat Dila dihantui bayang-bayang akan pernikahan...