Mendengarkan cerita yang beberapa bagiannya hilang merupakan hal yang biasa untuk Fadli. Di ruangan yang hening pun rasanya terasa sesak karena Fadli tak bisa membantu Dila secara lebih berarti.
“Jadi kau tidak bisa mengingat secara pasti tentang apa yang Dila lakukan?”
“Ya, ingatan Dila terganggu oleh kuatnya ingatan Caroline. Jadi aku tak bisa mengetahui mana yang benar juga yang salah.”
Walaupun keadaan hening tak nyaman, Maulin duduk dengan santai. Sikap tegasnya tak hilang namun sisi keibuan lebih mencolok dari karakter Maulin. Keberadaannya begitu kuat dan lembut.
Yang Fadli sadari adalah setiap karakter lain yang Dila miliki memancarkan aura yang begitu berbeda dari dirinya yang asli. Seperti Caroline yang memiliki tampang bengis dan selalu mengumpat tanpa bisa dikendalikan. Maulin dengan sifat keibuan yang kentara juga senyuman yang hanya bisa ditunjukkan ketika Maulin mengambil alih tubuh Dila.
Meskipun akhirnya ia bisa bertemu dengan Maulin, namun Maulin tak bisa membantu banyak dengan keberadaan Caroline yang sering muncul. Dinyatakan olehnya, karakter-karakter baru sering muncul. Tugas Maulin adalah untuk menghapus karakter itu. Memberikan mereka sebuah penjelasan dan pengertian hingga akhirnya mereka hilang. Tapi dalam kasus Caroline, ia hanya bisa memenjarakan Caroline agar tak mengganggu kehidupan Dila.
Ia berlaku sebagai ibu.
Maulin mengakui bahwa ia berusia 35 tahun.
“Walaupun aku tak bisa membantu lebih banyak, aku harap kau selalu berada di samping Dila. Meski faktanya Dila masih menyukai Rivan.”
Maulin tersenyum ironis dan kembali menatap cairan hangat beraroma menenangkan yang sudah hampir lenyap di cangkir.
Fadli tak mengatakan apapun. Sepertinya Maulin tahu betul bahwa Fadli menyukai Dila sejak lama. Meskipun perempuan itu hingga saat ini tak sadar dengan keberadaan perasaan yang selalu bermekaran itu.“Aku harus mengistirahatkan tubuh Dila. Apa ada ruangan yang bisa ku gunakan untuk tidur?”
Maulin menatap setiap sudut ruangan, berharap menemukan apa yang ia butuhkan.
“Ruangan terapi, dua pasien lagi tak akan membutuhkan ruangan itu. Kau bisa tidur di sana.”
Mereka berjalan berdampingan dalam suasana hening yang nyaman. Fadli sebenarnya cukup asing dengan Maulin yang begitu baik dan kelewat dewasa ini. Dila memang dewasa namun senang melemparkan sebuah candaan, juga senyuman miring yang selalu ia tunjukkan pada Fadli. Berbeda dengan Maulin yang pure calm and collected. Seseorang yang begitu terkendali dan ramah sekali.
Tanpa menunggu waktu yang lama, tubuh Dila sudah terbaring dengan nyaman di kursi khusus terapi miliknya. Maulin tak lagi menunjukkan eksistensinya, berganti menjadi Dila yang sepenuhnya kelelahan dan ekpresi tak tenangnya kembali. Meskipun begitu, Dila tetap terlelap.
Mungkin ia tak akan mimpi buruk kali ini.
Beberapa kali Fadli cek kondisi Dila yang sedang terlelap, beruntung perempuan itu tak mengalami mimpi buruk yang beberapa kali sempat dikatakan oleh Maulin. Begitu nyenyak namun air mukanya tak tenang seakan menunjukkan bahwa ia selalu sadar. Beruntung dua pasien terakhir yang ia tangani tak begitu sulit. Hanya masalah mental umum yang akan ia ajukan pada ibunya.
“Rai, apa tadi Dila datang membawa mobil?”
Mata Fadli mengitari ruangan sepi yang begitu jelas dingin juga kaku. Pemandangan di luar lebih menyenangkan, cahaya jingga sudah mewarnai dunia. Sore hari sudah tiba dan itu saatnya ia untuk pulang. Begitu pula Dila.
Jika Dila membawa mobil, maka ia harus membangunkan perempuan itu dari tidurnya yang bahkan setengah-setengah itu. Sebuah mimpi buruk hanya dengan memikirkannya saja. Fadli kemudian menggelengkan kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love? Trust? Work? or Hobbies? [Dalam Revisi]
RomanceDILA MAULIN SUCIPTO Wanita berusia 27 tahun yang terlalu menyayangi statusnya sebagai wanita karier. "Dila kapan kamu mau nikah?" Permintaan sulit dari sang ayah yang dirasa mustahil pun terucap. Membuat Dila dihantui bayang-bayang akan pernikahan...