Broken Romance - 8

92.8K 4.7K 52
                                    


"Anda harus lebih memperhatikan kondisi istri Anda. Kandungannya sangat lemah." Samar-samar Shakila mendengar percakapan di sekitarnya. Ia meringis dan memijit kepalanya yang masih pusing. Apakah sekarang ia sudah meninggal? Jika iya, itu lebih baik.

Tetapi sepertinya belum. Ia mengenali ruangan ini, mengenali sudut dan warna gorden jendelanya. Tenyata ia belum juga meninggal. Ia masih berada di kamarnya, di rumah kontrakannya. Shakila mendesah kecewa.

"Kamu sudah bangun?" Akh, sial. Sepertinya Shakila pingsan sudah lama. Kalau tidak, mana mungkin ia sampai berhalusinasi separah ini. Ia di sambut suara serak yang terdengar begitu seksi. Seharusnya Shakila pingsan lebih lama lagi agar kembali normal. Sekarang mungkin kesadarannya masih setengah. Ia harus tidur lagi agar kesadarannya penuh seperti tadi pagi.

"Kamu sudah makan?" Suara itu lagi. Shakila melukiskan senyum samar di wajahnya. Suara itu terdengar khawatir padanya. Sebaiknya Shakila membuka mata saja, dan berharap itu bukan halusinasi.

Shakila pun menyipitkan mata dan sedikit-demi sedikit membukanya. Ia menoleh ke samping kiri. Kedua irisnya melebar, ia tidak berhalusinasi. Suara itu nyata, sangat nyata. Tetapi pemilik suara itu membuatnya takut setengah mati. Shakila meraup udara serakus-rakusnya, tiba-tiba saja pasokan udara di kamarnya semakin menipis. Astaga, kemana semua udara di kamarnya? Kenapa begitu sesak sehingga Shakila tidak bisa mengeluarkan suara?

Shakila pun memejamkan mata dan berharap ia bermimpi. Mimpi paling buruk yang pernah di alaminya. Ia semakin merapatkan matanya agar kembali tidur. Ia ingin segera menyelesaikan mimpinya. Tuhan, bantu aku, kumohon mimpi ini cepat berlalu, batin Shakila harap.

"Minum dulu obatmu sebelum tidur lagi." Shakila kembali membuka mata. Orang itu masih berdiri di tempat semula. Tidak bergerak barang sedikit pun. Shakila kembali meraup udara rakus. Kedua irisnya berembun, ia pun mengalihkan pandangannya.

"Kenapa kamu di sini?" cicitnya tanpa menoleh. Andhy tahu, Shakila bertanya padanya, bukan pada lampu tidur di nakas. Ini semua memang salahnya, ia datang dan pergi sesuka hatinya tanpa penjelasan. Ia datang hanya untuk merecoki hidup normal Shakila, ia datang untuk menghancurkan Shakila.

"Kamu pingsan." Air mata Shakila menetes. Ia memejamkan mata dan kembali air matanya menetes, semakin deras. Kenapa Andhy datang lagi di saat yang tidak terduga? Siapa sebenarnya laki-laki itu. Kenapa suka sekali merecoki hidupnya? Kenapa tidak ada kejelasan?

"Biarkan saja!" Shakila menemukan kembali suaranya. Ia tidak peduli jika nanti Andhy marah karena ketusnya ia berkata. Shakila tidak perduli, yang ia inginkan adalah hidup normalnya kembali. Shakila tidak menginginkan laki-laki itu ada di dunia ini.

Andhy tidak menemukan jawaban yang pas untuk membalas Shakila, perempuan itu terlihat begitu terluka dari punggungnya yang terus bergetar. Andhy menatapnya iba, bersalah, dan menyesal.

"Pergi!" Andhy tetap bergeming. Ia tetap memandang punggung Shakila. Andai saja ia tidak merencanakan pertemuan mereka, hidup Shakila pasti akan baik-baik saja sampai sekarang. Andai saja ia membiarkan Shakila langsung pergi dari apartemennya, Shakila tidak akan merasa sesakit ini.

"Kubilang pergi!" Shakila menaikkan satu oktaf suaranya. Tetapi tetap saja Andhy bergeming. Shakila berbalik dan menatap tajam padanya. Pandangan itu memancarkan kebencian yang tidak bisa di ungkapkan dengan kata-kata.

"Tidak." Andhy menggelengkan kepala dan tetap bertahan.

"Apa lagi yang kamu inginkan? Aku sudah hancur." Teriak Shakila emosi.

"Maaf."

Shakila menghentikan tangisnya dan menatapnya dengan tatapan mengejek. "Maaf?" ucapnya bertanya. "Maaf kamu bilang?" suaranya semakin meninggi.

Broken Romance [TBS #1] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang