Broken Romance - 19

73.9K 3.5K 80
                                    


Jari telunjuk kanan Shakila bergerak dan diikuti dengan jari-jari yang lain. Kedua kelopak matanya juga sama, bibir mungilnya meringis meski suaranya sangat lemah. Shakila tidak bisa menggerakkan seluruh tubuhnya, hanya kedua kelopak matanya saja yang secara perlahan-lahan mulai terbuka.

Dia mengerjap pelan, lingkaran mata itu terlihat menghitam dan bengkak. Pandangannya sayu namun kosong. Shakila tetap diam pada posisinya, nafasnya masih teratur, bibir mengering itu hanya bergerak ketika dia mencoba menelan saliva. Rasanya susah sekali.

Shakila memang gadis tangguh. Masih bisa bertahan hingga saat ini. Masih sanggup membuka kedua bola mata, masih sanggup bernafas meski sering kali disakiti.

Pandangan Katia hanya tertuju pada langit-langit rumah sakit. Dia seperti orang linglung yang tersesat dikeramaian. Tidak tahu jalan arah pulang, ataupun sekedar bertanya saja dia tidak bisa.

Perlahan-lahan, kedua mata Shakila semakin sayu dan meredup. Dia menghela nafas pelan-pelan, kemudian siap menutup mata. Dia merasa akan tenang jika kembali tidur dalam waktu yang panjang, bahkan selamanya dia merasa akan lebih baik seperti sebelum membuka mata.

"Sha!!"

Entah dari mana asal suara itu, tetapi Shakila mendengarnya. Dia merasakan badannya bergerak, ada beban lain yang mendekapnya. Namun untuk mendorongnya saja, Shakila tidak sanggup.

"Sha, bangun! Buka matamu! Jangan seperti ini! Ayo kita pulang!" Samar-samar suara itu memasuki gendang telinganya. Meskipun suara itu berasal dari kejauhan, namun Shakila masih bisa mendengarnya.

Seseorang menyuruhnya bangun dan mengajak pulang. Pulang? Pulang kemana? Apa Shakila memiliki tempat tinggal? Shakila dilanda kebingungan, namun dirinya tidak bisa berpikir. Rasanya kerja seluruh alat-alat vitalnya melamban seperti program rusak, hampir tidak berfungsi.

Untuk kembali memejamkan mata, Shakila tidak bisa lagi. Akhirnya tetap seperti ketika baru bangun tadi. Meski begitu, samar-samar masih mendengarkan suara dari kejauhan.

"Sha! Bangun!!!"

"Tenang, pak. Bapak keluar sebentar, kami akan memeriksanya sebentar." Laki-laki berjas putih bersih itu menenangkan laki-laki yang seumuran dengannya.

"Apa katamu?? Tenang?" Wajah Andhy memerah menahan amarah. "Keluar?" Tambahnya semakin tersulut emosi. "Kamu masih bisa menyuruhku tenang dengan keadaannya seperti ini?" Andhy menunjuk Shakila yang terbaring lemas.

Andhy menyesal memanggil dokter tersebut. Dia ingin mereka memriksa Shakila, membuat gadis itu kembali sadar seperti biasa. Bukan untuk menyuruhnya tenang. Ketakutan mengaliri setiap darah Andhy ketika melihat Shakila yang sama sekali tidak bereaksi ketika membuka mata. Gadis itu tidak merespon ketika memanggilnya, bahkan ketika Andhy merengkuhnya erat sekali. Tetap saja Shakila tidak bereaksi.

Sehingga petugas kesehatan berseragam yang sama berada di ruangan tersebut beberapa saat ketika Andhy memencet tombol darurat.

"Kami akan menanganinya. Silahkan bapak keluar sebentar. Kami tidak bisa memeriksa pasien jika bapak tidak bisa tenang." Kedua suster membawa lengan Andhy keluar. Dia duduk di kursi tunggu bersama penunggu pasien yang lain.

Andhy mengepal kedua tangannya menahan emosi yang semakin bergejolak. Wajah dan lehernya pun semakin memerah. Emosinya memang sulit dikendalikan terutama jika sudah marah dan panik bersamaan. Rasanya Andhy ingin menghancurkan apa saja yang ada disekitarnya.

Dengan begitu, Andhy akan merasa sedikit lebih baik. Emosinya terlampiaskan meski mengakibatkan kekacauan. Memang dari dirinya remaja selalu begitu jika sudah terpancing emosi. Tidak ada yang berani membantahnya. Sehingga emosinya yang seperti itu, Andhy mengasingkan diri dari orang-orang yang terdekatnya.

Broken Romance [TBS #1] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang