Shakila menghela nafas panjang setelah mengirim pesan ijin tidak masuk kantor hari ini. Sepertinya mulai dari sekarang, masalah ini akan semakin besar. Tidak mungkin Andhy membiarkannya hidup tenang setelah mengetahui kehamilannya. Laki-laki itu akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang di inginkan. Shakila semakin frustasi memikirkan hal tersebut.
Sampai saat ini, rasa lapar tidak juga menyergapi dirinya, padahal sejak kemarin hanya sekali saja ia makan nasi. Sedikit demi sedikit rasa khawatir membanjirinya, ia takut jika anaknya yang terkena imbas. Ia takut kandungannya akan bermasalah karena tidak bisa menjaga kondisi tubuhnya. Ia pun mengelus perusnya yang masih rata.
Meskipun tidak lapar, Shakila bergegas ke dapur. Ia membuka kulkas dan mengeluarkan beberapa bahan makanan. Shakila bertekat, akan selalu menjaga bayi itu agar tetap sehat dan lahir secara normal.
Setelah selesai memasak makanan ala kadarnya, Shakila menatanya di meja dan kemudian memasukkan nasi beserta lauk ke dalam satu piring. Ia menyendokkan nasi ke mulutnya. Rasa mual langsung menjalar di tenggorokannya. Ia tidak sanggup mengunyah dan menelan makanan tersebut.
Tidak tahan dengan rasa mualnya, Shakila beranjak dan pergi ke kamar mandi. Ia memuntahkan makanan yang sama sekali belum di telan. Satu demi satu butir air matanya mulai jatuh. Shakila menyekanya kasar dengan punggung tangan, ia kembali ke meja makan setelah berkumur-kumur.
Sedikit pun ia tidak nafsu melihat makanan tersebut, ia hanya duduk dan mengaduk-ngaduknya. Shakila tidak tahan lagi, ia pun menelungkupkan kepala di meja dan menangis dalam diam. Hanya kesegukan yang terdengar dan air matanya jatuh membasahi meja.
Rasanya sia-sia saja Shakila memasak makanan itu, tidak sedikit pun yang terjamah. Nasi dan lauk yang di piringnya tadi terbuang begitu saja, sisanya ia simpan lagi ke dalam lemari makanan.
Shakila kembali ke dalam kamarnya, ia merebahkan diri dan kembali menangis sambil meringkuk. Tangan kananannya mengelus perutnya yang masih rata. Ia tidak mengetahui usia kandungannya saat ini.
Shakila terus menangis hingga kelelahan. Rasanya tidak sanggup lagi untuk berbuat sesuatu. Badannya terasa begitu berat, sehingga untuk duduk saja ia tidak mampu. Rasa kantuk mulai menyerangnya, Shakila membiarkan wajahnya kaku oleh air mata. Ia berharap, semoga bangun nanti pikirannya tidak seberat saat ini.
***
Shakila kembali bekerja pada keesokan harinya. Ia tampak begitu berbeda dari biasanya, tidak ada senyum ataupun semangat yang terpancar dari wajahnya. Veya dan Sora menyerngit melihat perubahan itu. Mereka pun mendatangi dan mengintrogasi.
"Aku hanya kelelahan," Sora dan Veya tampak kecewa dengan jawaban Shakila. Ia lebih banyak menggeleng dan kemudian termenung.
Tetapi kedua temannya membiarkan begitu saja, mereka hanya menepuk punggung pelan dan menyemangati. Shakila hanya tersenyum samar dan mengangguk, kemudian ia kembali termenung sambil menghidupkan komputernya.
Mungkin memfokuskan diri dengan pekerjaan beberapa masalah mungkin tidak sempat terpikir lagi, batin Shakila menyemangati diri. Ia pun mulai membuka folder pekerjaan dan file hardcopy dari lacinya.
Setengah jam bekerja, ternyata tidak bisa membuat Shakila terpokus. Ia kembali memikirkan masalahnya yang sepertinya tidak akan bisa terselesaikan. Ia pun mendesah panjang dan berdiri dari kursi menuju dapur. Mungkin mengkonsumsi kafein bisa meringankan beban, pikirnya.
Namun, hingga jam kantor usai, konsentrasi Shakila buyar. Ia melakukan banyak kesalahan dan semakin membuatnya frustasi. Ia bahkan melewatkan makan siang dan mencoba lagi berkonsentrasi. Tetapi tetap saja tidak bisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Romance [TBS #1]
RomanceKetika hati di kacaukan oleh dendam *** Shakila hanya seorang gadi biasa yang mengadu nasib di ibukota untuk mengubah derajat keluarganya yang tinggal di desa. Gadis itu bekerja sebagai sebagai pegaeai di sebuah bank. Gadis baik-baik tanpa nek...