Tiga hari lamanya Shakila berbaring di rumah sakit, tetapi hingga saat ini tidak ada tanda-tanda ia akan bangun. Andhy semakin tidak stabil, ia sering marah-marah dan menghancurkan beberapa barang di apartemennya.
Dua hari yang lalu Andhy menghajar tiga preman dengan tangan kosong. Ia melampiaskan semua amarahnya pada mereka. Hantaman, tumbukan dan tendangan ia layangkan sekuat tenaga, sehingga ketiga preman itu harus menjalani operasi plastic dan beberapa terapi.
Meskipun sudah membuatnya pingsan, Andhy tetap mengawasi Shakila di rumah sakit. Ia semakin tidak bisa menentukan arah lagi, sehingga sejak kemarin sore sedikitpun ia tidak beranjak dari ruangan Shakila. Ia tidak makan maupun minum, dokter sudah menyuruhnya pergi dan membiarkan pasien sendiri, tetapi Andhy salah menanggapi. Ia pun melayangkan kepalan tangannya di wajah dokter tersebut. Sejak itu, tidak ada satu pun dokter atau suster yang berani menegurnya. Hanya dokter baru –menggantikan dokter sebelumnya- yang mau berbicara dengannya, itu pun hanya memberitahukan keadaan Shakila.
"Ssshhh," Shakila meringis. Ia memijit pelipis dan menyesuaikan cahaya ke retina. Hidungnya mencium aroma menyengat dan mampu membuatnya mual. Ia pun berusaha bangkit, namun lemahnya keadaan tubuhnya tidak mampu menggerakkan lebih banyak.
Shakila menutup mulutnya untuk menahan rasa mualnya, perutnya terasa naik dan seluruh tubuhnya semakin tidak berdaya. Shakila menatap Andhy di samping kanannya, mengulurkan tangannya untuk menyetel bangkar. Shakila membuang pandangannya pada arah jendela. Ia membiarkan laki-laki bajingan penghancur hidupnya membantunya.
"Shakila..." Mereka membisu, Shakila tetap tidak mau mengalihkan pandangannya dari gorden. Ia tidak ingin bertemu lagi dengan Andhy, dia berharap seharusnya Andhy membiarkannya mati. Dengan begitu, Andhy akan puas.
"Makan, Shakila," Andhy meraih mangkok di atas meja di samping bangkar. Tetap saja Shakila bergeming. Tidak ada air mata yang keluar dari pelupukya, sepertinya air matanya sudah mengering. Sebelumnya Andhy menyuruh pihak rumah sakit menyediakan bubur setiap hari di ruangan Shakila.
Andhy menyodorkan satu sendok ke mulut Shakila, gadis itu menatapnya tajam tanpa bicara. Andhy pun kembali menggerakkan sendok hingga menyentuh bibir Shakila yang tampak mengering dan pecah-pecah.
"Kamu tidak mengerti yang kukatakan sebelumnya?" Shakila menjauhkan wajahnya. Wajahnya memerah menahan amarah. Tiba-tiba saja ia memiliki kekuatan mengepalkan kedua tangannya.
"Aku tidak akan membiarkanmu mati sebelum kamu makan," jawab Andhy kejam.
Shakila tersenyum sinis. Ia tidak akan pernah mau menuruti perkataan Andhy. Tekadnya sudah bulat, lebih baik mati daripada menuruti perintahnya. Shakila tidak akan pernah kalah lagi, ia tidak akan pernah tunduk pada laki-laki bajingan yang sampai sekarang tidak di ketahui namanya.
Andhy memaksanya dan membuka mulut Shakila. Gadis itu menggeram dan menyemburkan semua bubur dalam mulutnya pada wajah Andhy. Shakila tidak akan mau kalah dan menurutinya. Tidak ada rasa takut dalam dirinya melihat kemarahan Andhy.
"Shakila," Andhy menggeram marah dan melemparkan mangkok di samping Shakila. Bubur itu berserakan hingga di bawah bangkar. Andhy pun masuk ke dalam kamar mandi dan membasuh jawahnya. Kaca dalam kamar mandi tersebut pecah dan kepingannya berserakan dilantai. Shakila tersenyum sinis mendengar suara hantaman itu.
Andhy keluar dari kamar mandi dan menatap tajam pada Shakila. Mereka bertatapan lama, hingga seorang dokter mengalihkan pandangan mereka. Dokter itu sudah mengerti, ia pun hanya tersenyum samar dan langsung memeriksa keadaan Shakila.
"Ibu harus banyak makan dan rajin minum obat agar cepat sembuh dan tidak membahayakan kandungan ibu," dokter itu memberikan nasehat.
"Dokter, berikan aku obat untuk mempercepat kematian," dokter itu sedikit terkejut, lalu tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Romance [TBS #1]
RomansaKetika hati di kacaukan oleh dendam *** Shakila hanya seorang gadi biasa yang mengadu nasib di ibukota untuk mengubah derajat keluarganya yang tinggal di desa. Gadis itu bekerja sebagai sebagai pegaeai di sebuah bank. Gadis baik-baik tanpa nek...