Menahan rasa kantuk yang sejak tadi menderai, beberapa kali Andhy menguap. Tangan kanannya mengusap-usap rambut Shakila, sedangkan tangan kirinya bertautan dengan kedua tangan Shakila. Gadis itu tidur bergelung di bawah selimutnya dengan posisi meringkuk.
Sesekali dirinya terjaga dari tidurnya. Meringis hingga mengeluarkan air mata. Shakila tetap tidak mau minum obat. Bersikukuh bahwa dirinya akan baik-baik saja. Hanya kelelahan karena sudah lama sekali tidak menggerakkan tubuhnya.
Sejak menenggak teh buatan Andhy, Shakila merasa lebih baik. Tidak merasa sesakit sebelumnya. Sehingga dia yakin akan baik-baik saja. Hanya menunggu malam ini saja, berharap esok pagi sudah seperti sedia kala.
Sekarang sudah hampir subuh, tetapi Andhy sama sekali belum memejamkan mata sejak bangun tadi. Dirinya begitu khawatir pada Shakila. Samar-samar mendengar isak tangis dari arah dapur. Andhy langsung terjaga, meluruhkan selimutnya begitu saja dan memeriksa dapur.
Benar saja, dia menemukan Shakila menelungkupkan badannya disana. Seperti sudah lama terisak. Dia pun mendekat dan menanyakannya. Andhy yakin jika gadis tersebut merasakan sakit karena sudah lama tidak bergerak sehingga sekujur tubuhnya kesakitan. Seperti perkataan dokter ketika memeriksanya tadi.
Seperti janji Andhy sebelumnya, dia tidak akan memaksa Shakila lagi. Sehingga dirinya mengalah meskipun tidak tega melihat Shakila merintih kesakitan. Menyungguhkan teh, berharap Shakila merasa lebih baik. Ulu hatinya kembali tercabik-cabik, ingin menangis karenanya. Semakin hari, semakin Andhy menyadari banyaknya kesalahan yang telah diperbuatnya.
Menunggui hingga pagi menjelang begini, hanya itu yang bisa dilakukan olehnya. Beberapa kali Shakila terjaga dalam waktu singkat, meringis dan semakin menggenggam erat tangannya. Melampiaskan rasa sakit yang melandanya.
"Masih sakit?" Shakila kembali terjaga, meringis dan menggenggam tangan Andhy seperti sebelumnya.
Gadis itu mengangguk lemah, "Sedikit lagi," jawabnya sepelan mungkin, memejamkan mata meski bibirnya terus meringis. Shakila kembali menolak ketika Andhy menawarkan obatnya. Menggelengkan kepala tanpa membuka kedua matanya. Andhy kembali diam, mengelus kepalanya dengan pelan-pelan.
Menghela nafas panjang ketika nafas Shakila teratur. Tanpa menghentikan tangannya, Andhy menahan tubuhnya yang mulai pegal. Mengangkat kedua kakinya pada tempat tidur dan menumpukan bandal di samping tubuhnya, setengah menunduk. Dia yakin tidak akan bisa tidur lagi.
Tidak apa. Asal Shakila merasa lebih baik. Andhy akan setia menungguinya hingga Shakila terbangun kembali keesokan harinya. Berharap gadis itu baik-baik saja setelah bangun dari tidurnya. Dia pun mengambil posisi duduk, memijit badan Shakila. Di mulai dari lengan hingga ke jari-jari. Lalu kakinya, Shakila bergerak, menatap Andhy lalu kembali memejamkan mata. Merasa lebih baik.
Bergerak sedikit, Andhy menggeser tubuhnya. Memijit punggung Shakila yang sedang tidur menyamping. Sepertinya Shakila merasa lebih baik, ringisan dari bibirnya pun berkurang banyak.
Perjuangan Andhy belum seberapa dengan apa yang diterima Shakila atas perbuatannya. Shakila berubah menjadi sangat menyedihkan hanya karena dendamnya. Penyesalan yang tidak akan pernah dilupakan seumur hidupnya. Dalam hatinya akan terus terluka hingga menutup usia nanti. Menggerogotinya dengan bayang-bayang kejadian satu tahun belakangan ini. Andhy merasa tubuhnya tidak pernah ringan lagi, selalu saja ada beban yang dipikulnya kemana pun dirinya melangkah.
Shakila meringis pelan. Mengerutkan dahi meski kedua matanya masih terpejam. Merasakan sentuhan di dahinya, membuatnya sedikit lebih baik. Sedikit demi sedikit, kedua mata itu terbuka. Menyeimbangi cahaya matahari yang memasuki retinanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Romance [TBS #1]
RomanceKetika hati di kacaukan oleh dendam *** Shakila hanya seorang gadi biasa yang mengadu nasib di ibukota untuk mengubah derajat keluarganya yang tinggal di desa. Gadis itu bekerja sebagai sebagai pegaeai di sebuah bank. Gadis baik-baik tanpa nek...