Andhy menghempaskan tubuh Shakila di kamar apartemennya tanpa memikirkan kehamilan gadis itu. Andhy akan menutup semua pentilasi ruangan itu dan tidak memperbolehkan orang lain mengunjungi mereka meskipun itu ibunya sendiri.
"Apa salahku? Kenapa kamu terus menyiksaku?" Shakila berteriak lantang.
"Kamu tidak akan kubiarkan menikah dengan bajingan itu" jawab Andhy tidak kalah lantang.
"Apa masalahmu? Aku ingin menikah, itu hakku. Kamu tidak bisa melarangku." elak Shakila.
"Kamu mengandung anakku. Aku yang lebih berhak menikahimu, bukan dia"
"Aku TIDAK akan mau menikah DENGAMU!!" kata Shakila menusuk.
"Terserah. Yang pasti aku tidak akan membiarkan itu terjadi"
Shakila tidak memiliki cara melawan Andhy. Laki-laki itu terlalu keras dan tidak bisa dibantah. Ia pun menangis sambil meringkuk di ranjang yang sama sekali tidak ingin di lihatnya lagi.
Andhy membanting pintu dan mengunci dari luar. Shakila semakin mengencangkan tangisnya. Pupus sudah harapannya untuk menikah dengan Vedro. Bagaimana keadaan Vedro saat ini? Adakah orang yang lewat dan mau menolongnya? Dimanakah dia sekarang? Shakila membatin, semoga dia baik-baik saja.
Kali ini Shakila tidak akan mau lagi seperti sebelumnya. Ia tidak mau makan maupun minum. Ia membiarkan dirinya kelaparan dan semakin mengurus. Andhy pun semakin sering mengumpat padanya dan memecahkan barang-barang di depan Shakila. Sama sekali gadis itu tidak peduli.
Waktu dua bulan bukanlah waktu yang cepat bagi Shakila, gadis semakin hari semakin memprihatinkan dan kurus kering. Selama dua bulan ia merasa di neraka di apartemen Andhy. Perutnya sudah terlihat membuncit, usianya memasuki bulan ke empat. Badan Shakila tampak lebih putih dan memucat dari dua bulan yang lalu. Selama ia terkurung di sana, tidak pernah sekali pun dirinya bermandikan cahaya matahari secara langsung. Meskipun apartemen itu memiliki balkon, tetap saja cahaya matahari tidak dapat menyinarinya secara langsung. Gedung-gedung pencakar langit yang tinggi dan bersusun rapi selalu saja menghalangi sinar itu secara langsung. Meskipun begitu, Shakila tidak memperasalahkannya, terkadang hanya sekali seminggu ia duduk di balkon. Selebihnya, ia hanya duduk dan tiduran meringkuk di ranjang Andhy sambil meratapi nasib.
Setiap laki-laki itu mengantarkan makanan ke kamar, selalu saja terjadi percekcokan dan gema kehancuran barang-barang. Bahkan Andhy tidak segan-segan mengasari dan mengulangi kesalahannya. Membuat Shakila semakin jijik padanya. Andhy hanya menganggapnya hewan peliharaan. Hewan yang di tuntut selalu tunduk pada tuannya.
"Kamu bisa mati, Shakila" Andhy berteriak di depan Shakila.
Shakila menatapnya penuh kebencian. Meskipun badannya semakin kurus dan wajahnya semakin pucat. Ia tidak mau terlihat lemah di depan Andhy. Shakila selalu saja melawan. Mekipun Andhy mengancamnya dengan kelemahan Shakila dulu, kali ini ia tetap bergeming. Ancaman itu tidak berarti sedikit pun. Shakila lebih baik mati mekipun tidak mendapat maaf dari kedua orang tuanya. Meskipun Shakila di salahkan janinnya kelak karena melalaikannya.
"Lebih baik aku mati," teriak Shakila.
Andhy membuang nampan yang terbuat dari gelas transparan ke lantai. Piring yang berisi makanan dan air putih di dalam gelas pecah dan isinya berhamburan di lantai. Shakila sudah terbiasa melihatnya, ia tidak akan pernah takut lagi.
Seperti yang sudah-sudah. Andhy membuka kaosnya dan menghampiri Shakila. Melemparkan gadis itu sehingga terlentang di atas ranjang. Tidak peduli dengan keadaan perutnya yang mencondong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Romance [TBS #1]
Storie d'amoreKetika hati di kacaukan oleh dendam *** Shakila hanya seorang gadi biasa yang mengadu nasib di ibukota untuk mengubah derajat keluarganya yang tinggal di desa. Gadis itu bekerja sebagai sebagai pegaeai di sebuah bank. Gadis baik-baik tanpa nek...