"Bantu apa, bu?" tanya Shakila pelan. Sarma tampak semakin terintimidasi dan tidak yakin dengan permintaannya.
"Tolong bantu, ibu, Shakila. Kembalilah pada Andhy" Shakila melebarkan kedua matanya. "Tolong anak ibu, Sha. Berikan dia kesempatan sampai anakmu lahir" Shakila menggelengkan kepala tidak percaya. Suaranya tidak bisa keluar hanya untuk menolaknya. "Ibu mohon, Sha, berikan dia kesempatan untuk mengurus dan membiayaimu selama mengandung. Ibu tidak tega melihatnya seperti orang gila. Andhy sangat stress dan mengurung diri di apartemennya."
"Tidak bisa!" Mereka menoleh pada ayah Shakila. Laki-laki renta itu menggelengkan kepala. Jelas menolak permintaan Sarma. "Saya tidak akan membiarkan anak saya kembali menanggung cobaan itu lagi. Sudah cukup anak ibu memperkosa dan menyiksa anak saya" tolaknya tegas.
"Pak, saya mohon. Hanya empat bulan, Pak. Saya yakin, Andhy tidak akan menyakiti Shakila lagi" Air mata Sarma semakin deras. Memang ia sudah yakin akan mendapat penolakan seperti ini. Namun ia tidak tahan melihat anaknya, darah dagingnya seperti orang yang kehilangan kesadaran. Mengamuk dan mengkonsumsi alkohol setiap hari. Andhy tidak pernah lagi ke kantornya, setiap hari ia hanya mengurung diri di apartemen dan memecahkan semua perabot yang ada. Malam harinya barulah ia keluar ke club untuk kembali mengkonsumsi alkohol lagi dan mengganti-ganti pasangan.
Sarma sungguh tidak tega melihatnya.
"Bagaimana Anda bisa yakin dengan hal itu? Apakah Anda tidak menjaga perasaan saya sebagai orang tua Shakila? Di mana Anda selama ini? Kenapa Anda membiarkan anak saya sebagai korban kekerasan anak Anda? Saya sebagai ayahnya. Saya gagal menjaga anak saya. Hancur seluruh hidup saya mendengar kabar kebejatan anak biadap itu. Saya lebih memilih mati daripada begini"
Sarma terdiam dan menundukkan kepala. Dia tidak memiliki alasana lagi berada di rumah Shakila. Ia sangat malu dan terlihat rendah. "Maafkan saya" ucap Sarma lirih.
"Jika Anda tidak memiliki keperluan lagi, silahkan Anda angkat kaki dari rumah saya. Kami di sini sudah tenang dan bahagia dengan tidak adanya anak Anda." Kata ayah Shakila tegas. Shakila dan ibunya hanya menunduk pasrah. Shakila memang tidak ingin kembali lagi dengan Andhy. Tidak ingin terjerat pada lubang yang sama.
"Selama ini saya juga sangat tersiksa melihatnya seperti itu. Sepuluh tahun. Selama sepuluh tahun saya melihat Andhy seperti orang lain. Saya tidak pernah melihat sosok anak saya dalam dirinya. Anak saya sudah menghilang dari sepuluh tahun yang lalu bersama dengan masa lalunya. Maafkan saya yang tidak bisa mendidik anak saya sehingga anak bapak menjadi korbannya." Isak Sarma. "Dia tidak tahu bagaimana caranya memperlakukan wanita yang di cintainya. Dia tidak tahu cara mencintai dan dicintai lagi. Hatinya sudah lama mati dibawa perempuan masa lalunya" Shakila terkejut. Ia menutup mulut dengan kedua tangannya. Sungguh sangat miris keadaan Andhy selama ini.
"Saya mohon, bantu saya untuk mengembalikan anak saya" ayah Shakila terdiam. Sungguh ia tidak tega melihat Sarma memohon pada keluarganya demi anaknya. Tetapi mengingat perlakuan Andhy selama ini, membuat mata hatinya tertutupi.
"Hanya kamu yang bisa melakukannya, Sha. Hanya kamu. Andhy mencintai kamu, tetapi dia tidak tahu cara memperlakukanmu dengan semestinya. Ia hanya takut kehilanganmu, ia takut kamu akan menghianatinya seperti wanita masa lalunya. Ibu mohon, Sha"
Shakila menggelengkan kepala. Tidak percaya dengan kenyataan yang sesungguhnya. Maka ia pun berdiri dan meninggalkan mereka di ruang tamu. Shakila menutup pintu kamarnya dan menangis. Ia tidak tahu untuk apa ia menangis, tetapi air mata itu sepertinya enggan untuk berhenti.
Shakila semakin bingung. Sarma terlihat sangat rapuh dan kehilangan semangat. Ia hancur dan tidak memiliki harapan lagi. Shakila masih ingat pertemuan mereka beberapa bulan yang lalu. Wanita itu tampak sangat antusias dan bahagia melihat seorang wanita di dalam apertemen anaknya. Kedua matanya bahkan berembun. Senyumnya tidak pernah lepas dari wajah putih terawatnya.
Seberat itukah penderitaannya selama ini?
Shakila tidak mengharapkan seperti kisah-kisah di novel fiksi yang berawal dari penderitaan dan berakhir dengan kebahagiaan. Ia tidak berharap Andhy mencintainya dan mereka hidup bersama setelah ini. Shakila tidak ingin seperti itu. Shakila tidak ingin berurusan lagi dengan Andhy. Sudah cukup semua penderitaannya selama ini. Shakila tidak ingin lagi mengulanginya. Shakila tidak ingin lagi mengingat wajah itu, nama itu, dan tempat itu.
***
"Sha," Shakila tersentak, lamumannya sirna dalam sekejap. Ibunya tersenyum dan menepatkan kepala Shakila di dada sambil mendekapnya. Ibu Shakila memberikan kehangatan yang tidak pernah ia dapatkan dari manapun selain pada ibunya.
"Ibu," Shakila berguman pelan. Air matanya menetes tanpa sepengetahuanya. Seminggu sudah berlalu sejak kedatangan Sarma ke rumahnya, Shakila tampak lebih banyak melamun. Gadis itu sering kali mengusap perutnya sambil duduk termenung di kamarnya. Ia lebih banyak mengurung diri dan menutup diri dari masyarakat. Permintaan Sarma masih terngiang-ngiang di benaknya. Rasa kasian selalu saja menjalar di sekujur tubuhnya. Shakila sudah mencoba untuk melupakan semua perkataan Sarma. Namun rasa iba itu enggan beranjak sedikit pun. Shakila semakin tersiksa dibuatnya.
"Pergilah, nak, jika kamu ingin membantunya" Shakila tersentak. Ia mengangkat kepala dan memandang wajah renta ibunya. Ia menyipit dan mengulang kembali perkataan ibunya beberapa detik yang lalu.
"Ibu...,"
"Ibu tahu kamu banyak melamun karena memikirkan laki-laki itu. Kamu tidak tega melihat ibunya datang dan memohon pada kita demi anaknya, kan?" Shakila mengangguk ragu. Ibu Shakila tersenyum tulus, "Kami sungguh bangga padamu, Sha. Kamu telah memafkan laki-laki itu dan memikirkan keadaan keluarga mereka. Hatimu sungguh mulia, nak" Shakila kembali meneteskan air mata dan memeluk ibunya.
"Niat laki-laki itu baik, nak. Membiayai dan mengurusmu selama sebelum melahirkan. Tidak ada salahnya kamu mencoba, semoga saja ia sadar dan menemukan kebahagiaannya kelak" ucap ibu Shakila lembut. "Ibu dan ayah sudah membicarakan ini. Kami setuju jika kamu ingin membantunya"
Shakila tidak bisa menjawab lagi. Hanya tangisnya yang semakin kencang. Ibunya sungguh berhati malaikat. Memberinya izin yang sama sekali ia pun enggan berfikir untuk pergi karena kebenciannya.
"Berdamailah dengan masa lalumu, nak. Jangan jadikan kejadian itu menjadi dendam yang berakibat fatal di masa depanmu," Shakila mengangguk lemah. Ibu Shakila tersenyum dan mengusap punggung Shakila dengan lembut.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Gimana? Pada rela gak kalo Shakila setuju bantuin Andhy?
Atau dibiarin gitu aja Andhy-nya?
Mati mati dia situ. Hidup ya hidup. Terserah dia, gitu.
Ayo tunjukkan suaramu!!!
=> SETUJU
=> TIDAK SETUJU
Kamis, 22 september 2016
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Romance [TBS #1]
RomanceKetika hati di kacaukan oleh dendam *** Shakila hanya seorang gadi biasa yang mengadu nasib di ibukota untuk mengubah derajat keluarganya yang tinggal di desa. Gadis itu bekerja sebagai sebagai pegaeai di sebuah bank. Gadis baik-baik tanpa nek...