"Apakah separah itu selama ini?" Andhy menatap Shakila di sampingnya. Gadis itu mengangkat kepala dan pandangannya lurus ke depan, enggan menatap Andhy di sampingnya. Pikirannya sedang kacau. Kepalanya terasa berat dan berputar-putar. Ia pun hanya mengangguk dan kembali menundukkan kepala. Tidak sanggup rasanya bagi Shakila untuk mengingat sebulan yang lalu saat dokter memvonis kandungannya akan lahir premature dan beberapa bagian organ tubuh janinnya tidak tumbuh secara sempurna. Shakila sungguh tidak sanggup jika itu terjadi.
Andhy juga begitu terkejut ketika dokter menjelaskan bagian-bagian tubuh janinnya yang sudah berkembang dengan cepat. Kemungkinan besar bayi itu akan terlahir cacat jika mereka tidak segera menanganinya. Bagai berton-ton beban menimpa Andhy ketika mendengarnya secara langsung. Raut wajahnya langsung berubah muram. Ia sungguh sangat menyesal, ia sangat mengerti bagaimana perasaan Shakila saat pertama kali dokter mengatakan hal tersebut padanya.
Pantas saja Andhy menemukan berbagai macam obat di nakas kamarnya sejak kedatangan Shakila ke apartemennya. Gadis itu begitu rajin mengkonsumsi obat-obat itu demi keselamatan sang bayi.
"Maaf. Maafkan aku. Semua ini salahku" Kedua mata Shakila berembun. Selama kehamilannya, ia terlihat sangat rapuh dan mudah menangis. Sedikit saja hal haru yang di dengar, air matanya berjatuhan secara perlahan.
Andhy menundukan kepala. Ia sungguh sangat menyesal. Tidak pernah di dalam benaknya akan berakibat separah ini. Hampir saja ia membunuh anaknya dan Shakila. Ia mempora-porandakan hidup Shakila sehingga gadis itu terlihat tidak bersemangat hidup. Andhy terlalu banyak menorehkan luka di hati Shakila. Ia sadar, sampai saat ini gadis itu masih memendam kebencian terhadapnya. Kembali ia menorehkan luka dengan kebersamaan mereka saat ini. Apakah sebaiknya Andhy melepaskannya? Apakah Andhy tidak perlu mengurus dan membiayai selama kehamilan Shakila yang hanya berkisar empat bulan lagi?
Meskipun mereka bergerak secara perlahan-lahan, akhirnya mereka tiba juga di apartemen. Shakila langsung turun dari mobil dan meninggalkan Andhy yang belum selesai memarkirkan kendaraannya. Setelah selesai, Andhy berlari memasuki lift dan menemukan Shakila menangis sendiri di dalamnya. Gadis itu mendongak dan menghapus air matanya. Selama perjalanan tadi, mati-matian ia menahan air matanya. Shakila tidak ingin menangis di depan Andhy. Ia tidak ingin terlihat lemah di depan laki-laki penghancur masa depannya.
"Maaf, Sha," Andhy mendekap Shakila dan lift membawa mereka ke lantai apartemen Andhy. Setelah pintu itu terbuka, Andhy mengiring Shakila masuk ke apartemen dan mendudukkannya di sofa. Mengambil air minum dan kemudian memberikannya pada Shakila. Gadis itu menerima dengan diam, menghabiskan isinya dengan terengah-engah.
Andhy tersenyum tipis, lalu menerimanya seraya meletakkan di meja. Shakila menundukkan kepala, meremas kedua tangannya. Perasaannya masih bergejolak, setiap kali kembali memeriksa keadaan bayinya, Shakila pasti menitikkan air mata. Ibunya selalu menghiburnya untuk tetap bertahan agar kembali sehat.
Namun di situasi sekrang, Shakila ingin menangis meski Andhy memintanya untuk tidak menangis. Andhy tidak bisa melihatnya terus menangis seperti sebelumnya. Setiap lelehan air matanya, membuat rasa bersalah dalam hati Andhy semakin perih.
"Maaf, aku ingin sendiri" Shakila melepas tangan Andhy dari bahunya dan berjalan ke kamar. Shakila ingin memuaskan tangisnya. Meski ia tidak tahu mengapa ia harus menangis. Andhy pun membiarkannya lalu ia duduk di sofa dengan pandangan kosong.
Satu jam telah berlalu, Shakila tidak keluar dari kamar. Kesegukannya terdengar jelas di pendengaran Andhy. Laki-laki itu mulai khawatir, ia pun mengambil kunci cadangan dan menghampiri Shakila yang meringkuk di ranjang.
"Sha, maafkan aku. Kumohon jangan menangis." Shakila tetap bergeming. Ia menutup wajahnya dengan selimut dan air matanya menetes semakin deras. Sungguh, ia sangat bingung dengan dirinya. Ia tidak bisa berhenti menangis, padahal sudah satu jam berlalu.
"Sha," Andhy beringsut ke ranjang dan tidur menghadap Shakila. Tangannya secara perlahan membuka selimut yang menutup wajah Shakila. Andhy melihat wajah Shakila memerah dan membengkak karena tangisnya. Ia pun merapatkan tubuhnya memeluk gadis rapuh itu. "Maafkan aku, Sha" untuk kesekian kalinya Andhy minta maaf. "Mulai dari sekarang, jangan menangis lagi." Andhy yang terlihat kejam sebulan lalu telah hilang tanpa berbekas. Shakila menjadi bingung di buatnya. Apakah ini pribadi Andhy yang sesungguhnya? Apakah kekejaman yang ada pada dirinya selama ini hanya topeng karena wanita masa lalunya?
Shakila sungguh tidak mengerti.
***
Nih, apdet kan masih pagi hahahhaha...
Pendek?? Iya tau.. temenku maksa lari pagi. Ajer banget... maksa.. ini aja udah buru-buru banget.
Hahahha...
Oke, aku adain permainan nih.
Syaratnya gampang. Hadiahnya keren
#Plak.
Jadi, tar sore sebelum jam 8 malam aku apdet lagi kalau Vote 500 dan comment 100.
hahahahhahaha....
Gampang kan??
Maklumin aja, versi matrenya lagi menguar.
Sabtu, 01 Oktober 2016
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Romance [TBS #1]
RomanceKetika hati di kacaukan oleh dendam *** Shakila hanya seorang gadi biasa yang mengadu nasib di ibukota untuk mengubah derajat keluarganya yang tinggal di desa. Gadis itu bekerja sebagai sebagai pegaeai di sebuah bank. Gadis baik-baik tanpa nek...