[Eleanor]
Hari ini adalah hari yang paling menyenangkan untukku. Ulang tahun adalah salah satu hari yang selalu ku tunggu-tunggu. Momen terbaik di sepanjang hidupku. Entahlah, mungkin tidak hanya aku. Kebanyakan orang di dunia ini pasti senang jika mereka berulang tahun. Kecuali bagi mereka yang amnesia dan melupakan hari ulang tahunnya.
Aku baru saja mengenakan celana jeans hitamku dan kaus berwarna putih yang keduanya membentuk lekuk tubuhku dengan sempurna dan sebuah kemeja jeans berwarna biru terang. Memasukkan iPad dan beberapa keperluan untuk di sekolah ke dalam tas hitam andalanku dari Marc by Marc Jacobs, kemudin aku berjalan turun menuju ruang keluarga untuk menemui ayah, ibu dan Lili.
Pagi ini aku sudah merencanakan hal-hal mengasyikan apa saja yang akan aku lakukan bersama dengan Nathan dan Adriana. Mereka adalah sahabatku. Nathan, ia adalah sahabat laki-laki sekaligus kakak yang selalu ada untukku sejak aku berusia 6 tahun. Ia adalah teman pertamaku di bangku sekolah dasar. Rumahnya hanya berjarak 3 rumah denganku. Hal itu membuat kami sering bertemu dan itu sangat menyenangkan.
Sedangkan, Adriana adalah sahabat baruku saat aku masuk di bangku sekolah menengah. Ia adalah perempuan berambut cokelat gelap, sama sepertiku. Tubuhnya tinggi dan kurus, atau mungkin hanya karena tubuhku yang terlalu mungil. Adriana berasal dari Manchester. Ia memiliki aksen berbicara yang sangat berbeda dengan kebanyakan warga Amerika.
Sudah pukul 7:42. Nathan biasa menjemputku pukul 8:00, mengingat kami mulai masuk sekolah pukul 8:30. Jarak antara rumah kami dan sekolah tidak terlalu jauh. Semenjak orangtua Nathan membelikannya mobil, ia selalu menjemputku dengan mobilnya. Sedangkan, Adriana mempunyai mobilnya sendiri.
"Ele, apa kau tidak sarapan?", tanya ibu dari arah dapur. Aku baru saja selesai mengikat tali sepatu Converse putih kesayanganku. "Aku sudah makan roti, bu. Lili yang membuatkannya", jawabku sembari berjalan menuju dapur. Aku melihat Lili yang sedang sibuk dengan laptopnya di meja mini bar. Kacamatanya menggantung di pangkal hidungnya.
Liliana Rylee Kenneth. Ia adalah kakak perempuanku. Usia kami berjarak 6 tahun. Ia berusia 22 tahun sekarang dan sebentar lagi ia akan menyandang gelar sarjana kedokteran dari Columbia College of Physicians and Surgeons. Ia memiliki tubuh yang lebih tinggi dibandingkan diriku. Rambutnya hampir menyentuh pinggangnya dengan warna cokelat lebih muda dibandingkan milikku, sama seperti milik ayah.
"Ya, bu. Aku sudah membuatkannya roti panggang dan telur. Jangan khawatir", jawabnya tanpa melirik ke arahku maupun ibu. Aku berjalan menuju kursi bar di samping Lili dan memperhatikan wajahnya yang serius menghadap ke laptopnya. "Apa kau akan pulang malam hari ini?", tanyaku kepada Lili.
Semenjak ia diperbolehkan untuk lulus terlebih dahulu karena nilainya yang selalu mendapat A+, ia berusaha keras untuk menyelesaikan tugas akhirnya dengan sempurna dan tepat waktu. Ia sering pulang larut bahkan kadang tidak pulang hanya untuk meminta bantuan dari dosen-dosennya.
Ia menoleh ke arahku dengan senyuman di bibirnya. Mengangkat kacamatanya ke sekitaran rambut bagian depannya, ia menjawab, "Tentu, sayang. Aku tidak mungkin melupakan hari istimewamu". Aku memberikan senyuman lebarku yang memperlihatkan deretan gigi putihku.
Tak lama kemudian aku mendengar suara ketukan di pintu, menandakan bahwa Nathan telah tiba. "Sampai jumpa", ujarku sebelum mengecup pipi Lili dan juga ibu. Aku berjalan menuju pintu depan dan mendapati ayah sedang berbincang-bincang dengan Nathan mengenai acara sepak bola semalam.
Nathan mengenakan celana jeans hitam yang membentuk kakinya dengan jelas dan kaus berwarna hitam polos. Ia memakai bandana di sekitaran rambutnya yang lebat. Sialan. Ia sangat menggoda, pikirku. Itu mengapa semua wanita di sekolah menggilai sahabatku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Like We Did
Teen FictionNathan dan Eleanor, sepasang sahabat yang pada akhirnya menjadi sepasang kekasih, mau tak mau harus menerima kenyataan saat Nathan diharuskan untuk kembali London. Hubungan mereka mulanya berjalan dengan baik-baik saja hingga sesuatu yang tak diingi...