28. Di Dalam Gedung Yang Pengap

7.3K 337 31
                                    

Adi menyelinap kesebuah gudang kosong tepat di samping gedung yang masih dalam tahap pembangunan. Rahma celingak-celinguk bingung karena mendapati dirinya sedang berdiri sendiri di depan gedung tinggi yang masih compang camping. Rahma terlalu takut sehingga jejak Adi tidak bisa dia tangkap dengan mata telanjangnya. Disisi lain seorang satpam terlihat mondar mandir di depan gedung yang akan dituju Adi, sesekali satpam itu melihat Rahma dengan curiga.

"Mbak Rahma, sini." teriak Adi dengan nada berbisik ala-ala mahasiswa yang sedang Ujian akhir semester. Rahma masih celingak-celinguk mencari sumber suara itu, Adi akhirnya menyerah dan lari keluar dari gudang itu lalu menarik tangan Rahma yang masih kebingungan, Rahma kaget namun dia sadar bahwa yang menarik tangannya adalah Adi sehingga dia tidak menolak saat Adi menariknya masuk kedalam gudang gelap itu.

"Hampir aja kita ketahuan Mbak, satpam yang di depan tadi udah ngelihat Mbak sejak tadi." Sahut Adi.

"Kamu kok ninggalin aku sih, ihh..." Protes Rahma, ini mungkin rengekan Rahma yang pertama kali Adi dengar selama dia kenal dengan Rahma, ternyata Gadis yang jauh lebih tua darinya ini bisa terlihat begitu imut dan Manja.

"Maaf Mbak, aku hanya ngikuitin insting. Aku kira mbak Rahma ikutin aku," kata Adi cengengesan, Rahma masih tetap cemberut.

"Ikutin gimana, kamu tiba-tiba ilang. Aku panik tahu!" kata Rahma kesal dengan wajah di tekuk. Adi tersenyum kecil.

"Jangan ngambek Mbak, maaf deh," kata Adi menyesal namun entah kenapa dia senang sekali melihat Rahma cemberut seperti tadi. Rahma tersadar akan sifatnya yang kenak-kanakan, wajahnya langsung memerah. Dia bingung kenapa dia bisa bersikap seperti tadi. Kenapa aku merengek seperti itu sih, batin Rahma.

"Aku enggak ngambek kok!" kata Rahma berubah sedikit serius. Adi menangkap perubahan wajah Rahma sehingga dia tidak akan menbahas masalah itu lagi. Adi tidak ingin Rahma malu.

"Oke mbak, ini salah satu rute paling aman untuk menuju ke atas gedung. Gudang ini tembus ke dalam gedung utama, di dalam gedung utama ada tangga yang cukup aman untuk kita pakai," kata Adi mencoba menjelaskan dengan detail.

"Jadi kita bukan pakai tangga pinggir gedung ini?" tanya Rahma, dia masih mengingat bagaimana tangga pinggir gedung itu menjulang tinggi tanpa pengaman.

"Bukan Mbak, kalau pakai tangga itu aku juga mana berani mbak," kata Adi, Rahma bisa bernafas lega.

Adi mencoba masuk lebih dulu, namun Rahma terlihat masih takut untuk melangkah. Adi lalu menjulurkan tangannya kepada Rahma, Rahma sempat bingung namun senyum Adi jelas mengatakan "Pegang tanganku maka aku akan menuntunmu,". Rahma lalu mengangkat tangannya pelan lalu menyentuh tangan Adi dengan tangannya yang lembut, Adi mengangguk lalu pemuda itu melanjutkan langkahnya masuk lebih jauh kedalam gedung.

"Gelap ya Di," kata Rahma sedikit ketakutan, dia tidak ingin jauh-jauh dari Adi karena dia merasa tidak nyaman dengan suasana di gedung itu sehingga dia mendekatkan tubuhnya sangat dekat dengan Adi.

"Tenang Mbak, hanya di lantai ini saja kok mbak, nanti lantai selanjutnya mulai terang." Jawab Adi mencoba menenangkan Rahma. Mereka akhirnya sampai di depan tangga menuju puncak gedung itu. Tangga itu juga tampak sangat gelap sehingga membuat Rahma merinding.

"Are you ready?" kata Adi memberikan aba-aba kepada Rahma.

"Yah." Jawab Rahma, walau masih ada keraguan dalam hatinya. Rahma menggenggam erat tangan Adi sehingga Adi  meringis kesakitan.

"Tenang Mbak, ada aku" kata Adi. Entah kenapa hati Rahma langsung merasa jauh lebih tenang.

"Tidak ada kata kembali kalau kaki sudah menginjak tangga itu, ok?" kata Adi, dia mencoba membuat perjalanan itu menjadi lebih mengasikkan.

"Siap! Siapa takut!" teriak Rahma sambil meyakinkan diri.

"Ssstt... Mbak jangan keras-keras," kata Adi.

"Okeh," kata Rahma tersenyum malu, Adi senang Rahma akhirnya bisa tersenyum kembali.

"Satu lagi, apapun yang kita temui di jalan. Kita tidak akan kembali Ok?" kata Adi, Rahma yang awalnya yakin kini menjadi ragu lagi.

"Menang di jalan ada apa Di?" tanya Rahma.

"Ayo mbak kita berangkat," kata Adi tidak menjawab pertanyaan Rahma.

"Emang ada apa Di?" Rahma masih penasaran, namun Adi hanya menjawab dengan senyum.

Adi melangkah lebih dulu, lalu diikuti Rahma. Rahma masih tidak mau melepas tangan Adi. Memegang tangan Adi jauh membuatnya lebih berani. Satu demi satu tangga itu mereka tapaki, masih banyak debu berterbangan sehingga mereka mencoba hati-hati dalam melangkah. Semakin jauh mereka melangkah semakin terang suasananya, tembok tembok bangunan di lantai atas memang belum di tutup secara sempurna sehingga sinar matahari bisa masuk dengan bebas.

Adi terlihat berapa kali memandang sekitar dengan seksama, seolah olah sedang mencari sesuatu.

"Adi kamu lihat apa sih?" tanya Rahma bingung

"Eh nggak ada apa-apa Mbak" jawab Adi. Rahma tidak melanjukan pertanyaannya takut kalau Adi menjawab hal yang bersifat klenik sehingga dia malah akan semakin takut.

"Mbak capek?" tanya Adi, langkah Rahma terasa memelan saat mereka sampai dilantai enam. Adi memutuskan untuk berhenti sejenak.

"Lumayan Di" jawab Rahma terlihat kehabisan nafas. Debu dilantai dasar memang membuat mereka berdua agak sulit bernafas.

"Kita istirahat dulu Mbak," kata Adi seraya duduk di tangga.

"Enggak apa-apa Di, kita jalan aja terus," kata Rahma terlihat masih mau memaksakan untuk berjalan. Adi melepas tangan Rahma lalu membuka tas ransel dan mengambil botol air minum.

"Aku juga capek, jadi kita istirahat aja. Minum mbak?" kata Adi memberikan botol itu kepada Rahma, Rahma lalu mengambilnya dan duduk tepat di sebelah kanan Adi. Mereka berdua duduk sambil melihat lorong tangga yang sudah mereka lewati.

"Kamu kok tahu tempat seperti ini sih?" tanya Rahma setelah meneguk minuman itu sampai tersisa setengahnya. Adi tersenyum menyadari Rahma sudah sangat kehasusan dari tadi, tapi masih terus memaksakan dirinya.

"Ceritanya panjang Mbak," jawab Adi lalu meneguk minuman itu sampai habis tidak tersisa.

"Walau panjang, Mbak mau dengar. Kita masih ada banyak waktukan?" kata Rahma, Adi mengangguk.

"Ini tempat apa sih Di? Maksud aku bangunan ini belum selesai dibangun, apa orang orang memanfaatkan tempat ini menjadi hal lain," tanya Rahma

"Aku bukan orang pertama yang kesini, sudah banyak mahasiswa yang naik ketempat ini seperti kita," jawab Adi mencoba menjelaskan.

"Buat Apa?" tanya rahma mengernyit.

"Mesum," jawab Adi santai. Rahma langsung menarik nafas berat, wajahnya memerah. Otaknya mulai berfikir yang tidak tidak. Kenapa Adi membawa ketempat seperti itu. Mesum? Anehnya Rahma tidak melakukan hal aneh seperti biasanya. Dia ingat bagaimana pukulannya menghantam hidung teman sekelas sampai hampir patah hanya gara gara memuji dirinya cantik. Atau disaat kaki Rahma terbang menghantam selangkangan kakak tingkatnya hanya gara-gara menyebut kata cium disaat mereka sedang membicarakan adegan film titanic. Intitnya Rahma selalu risih dengan kehadiran pria.

"Mes mes... um? Kita?" kata Rahma gugup. Rahma bingung, bukannya dia harusnya marah. Melihat respon Rahma yang panik, Adi jadi ikut panik. Sepertinya Adi sadar kata katanya tadi bisa salah diartikan Rahma.

"Bukan begitu mbak, aduh begini," kata Adi memainkan tangannya, dia ingin menenangkan Rahma dengan memegang lengan gadis itu tapi Adi takut sentuhannya disalah artikan.

"Di? Kamu..." Rahma masih gugup.

"Begini mbak, aku bilang kan ceritanya panjang. Kalau aku cerita hanya satu kata seperti tadi jadinya pendek dong. Masih ada kalimat kalimat lain yang harus aku ceritakan," kata Adi. Rahma mencoba tenang.

"Aku tidak akan bertindak sejauh itu, apalagi kepada Mbak Rahma," kata Adi tersenyum. Rahma langsung merasa tenang. Aura Adi selalu membuatnya luluh.

"Jadi begini mbak, semua selalu berawal dari Febri......."

Celana Dalam Merah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang