31. Yang ketiga selalu saja setan

7.5K 317 16
                                    

Melihat Mbak Rahma menangis Adi menjadi Panik, ingin sekali tangannya menghapus air mata itu namun apa daya dia tidak sanggup untuk melakukannya. Rahma tidak kalah bingung dengan tangisnya. Kenapa dia harus menangis gara-gara hal sepele seperti itu. Dia mencoba menahan tangisnya namun air mata terus saja menetes. Rahma masih mengingat bagaimana sikap kerasnya bila berhadapan dengan laki-laki namun kini akibat sebuah bercandaan yang kekanak-kanakkan dari Adi ternyata bisa membuatnya meneteskan air mata. Kenapa aku begitu takut Adi terluka, harusnya aku akan lebih takut bila aku yang terluka, fikir Rahma. Adi panik, bahkan untuk mengucapkan maaf saja suaranya terbata-bata.

"A..Aku min eh minta maaf mbak," kata Adi gugup. Hati Adi tidak tenang karena telah membuat seorang wanita menangis.

"Apa yang kamu lakukan kepadaku Di?" tanya Rahma mengangkat wajahnya, matanya masih basah dengan tangis. Adi kebingungan maksud dari perkataan Rahma.

"Kalau ucapanku tadi yang Mbak maksud, aku hanya bercanda Mbak. Aku tidak bermaksud lain," kata Adi gugup. Rahma berdiri, Adi masih tetap dalam posisinya. Adi sungguh bingung dengan situasi saat itu.

"Kenapa kita bertemu? Kenapa kau bersikap baik kepadaku? Kenapa kamu mengejarku dan menjelaskan panjang lebar tentang Friska yang menginap di rumah temanmu? Kenapa kamu menemuiku? Kenapa kamu mengajakku kesini? Dan kenapa aku harus menangis dengan bercandaanmu yang tidak lucu itu?" Adi terdiam, apakah pertanyaan itu harus Adi jawab. Andaikan harus Adi jawab, Adi benar-benar tak tahu jawaban dari semua itu.

Rahma mengusap air matanya, gadis itu mencoba tenang. Rahma menuruni tangga sampai tiga langkah lalu gadis itu berbalik dan kembali menatap Adi yang masih menampakan wajah kebingungan. "Maaf, aku tidak bermaksud memojokkanmu Di. Kau tak perlu menjawab pertanyaanku tadi. Tidak semua orang memiliki alasan setiap melakukan sesuatu kan? Mungkin saja kamu memang orang baik, baik kepada semua wanita yang kamu temui," Rahma menatap Adi dengan sayu. Adi tidak menyangka kejadian sore itu bisa berubah menjadi seperti ini. Mulut Adi bahkan kelu tak bisa berucap.

Rahma berjalan menuju menuju lantai bawah, Adi langsung mengikuti Rahma dari belakang. Dia khawatir dengan keselamatan Rahma.

"Aku bisa turun sendiri Di, aku ini tidak selemah yang kamu fikirkan," kata Rahma seraya berjalan. Dia mengutarakan itu tanpa berbalik sedikitpun.

"Aku tetap akan mengikuti Mbak," jawab Adi.

"Terserah kamu," jawab Rahma ketus.

***

Sebuah taksi berhenti di depan gedung kosong itu, Rahma segera masuk kesana. Adi hanya berdiri 5 langkah dari posisi Rahma tadi. Disaat mobil itu bergerak Adi hanya bisa memandang Rahma pergi meninggalkannya sendiri.

"Kenapa jadi seperti ini?" tanya Adi dalam hati. "Aku memang tak pernah bisa berdamai dengan wanita," lanjut Adi. Bayang-bayang Rosa dan masa lalunya langsung menghantui dirinya. Kecelakaan yang terjadi waktu itu kembali memenuhi khayalannnya. Mungkin Celana Dalam itu bukanlah Anugerah baginya namun petaka yang terlihat manis namun akan berakhir menyakitkan.

Rahma menutup wajahnya, tangisnya tak lagi terbendung. Konyol, kenapa aku melakukan hal konyol seperti itu. Kenapa aku menyalahkan Adi karena kebaikannya, kenapa aku menyalahkan Adi karena aku tak lagi bersikap keras dengan pria. Kenapa aku menyalahkan Adi karena aku menangis mengkhawatirkannya. Kenapa?

***

Adi meraba ventilasi di atas jendela kamar kosannya namun sampai tiga kali dia menyapu bersih ventilasi itu dengan jemarinya Adi tak menemukan kunci kamar kosannnya. Akhirnya Adi memutuskan untuk mencari kunci itu di tas ranselnya, mungkin saja tadi pagi dia tidak sengaja membawa kunci kosannya dan lupa menaruh kunci itu diventilasi seperti biasa.

Celana Dalam Merah MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang