Taman kompleks ramai seperti biasanya. Anak-anak kecil berlarian kesana kemari. Pedagang pedagang jajanan pun sahut-sahutan meneriaki slogan mereka masing-masing seolah merayu hati anak-anak kecil yang gampang tergoda. Suasana sore itu terlihat sangat hangat. Ibu-ibu kompleks berkumpul di gazebo taman. Adi tampak tersenyum menatap ibu-ibu yang sedang kebingungan seraya memantau anaknya bermain.
"Bagaimana kasih tahu anak-anak ya?" ujar Bu Fida bingung. Ibu-ibu lain juga tampak khawatir karena anak-anak mereka sangat terobsesi kepada Adi. Bahkan saat Adi jarang mengunjungi taman beberapa anak sampai datang ke kosan Adi lalu memanggil nama Adi untuk diajak main bersama. Mereka sudah menganggap Adi seperti kakak teladan bagi mereka.
"Mereka pasti sedih kalau enggak ada nak Adi." Balas seorang ibu yang ibu yang anaknya juga sering merengek agar bisa bermain bersama Adi. Adi hanya bisa terdiam sambil tersenyum. Ia senang mendengar anak-anak kecil itu memanggil namanya. Ia senang melihat antusiasme mereka saat mendengar cerita yang dibuatnya. Entah kenapa anak-anak di sana tidak sekalipun nakal atau merengek yang berlebihan kepada Adi. Mereka selalu menurut bahkan sampai membuat ibu-ibu mereka heran, jangan-jangan Adi ini ayah mereka yang tertukar walau itu hanya harapan dari ibu-ibu genit kompleks.
Tente Poni yang tadinya berdiri langsung merangsek duduk di samping Adi. Ia duduk sambil menemelkan badannya ke Adi sampai membuat ibu-ibu lain kesal. "Bukan anak-anak aja loh yang sedih. Tente juga sedih kalau ga ada dek Adi disini. Tante pasti akan sangat kesepian," goda tante Poni.
"Bu Poni jangan genit-genit sama Adi. Dilihatin anak-anak loh!" protes Bu Herman namun Tante Poni malah tidak mempedulikan.
"Kok aku dibilang genit sih Bu Herman. Aku ini sedih, ibu-ibu di sini juga pasti sedih dong bukan aku aja. Karena anak-anak kita kalau sama Adi nurut semua" jawab Tante Poni sambil mengibaskan rambutnya. Bau samponya langsung menusuk hidung mereka. Mereka hampir kesal dengan kegenitan Tante Poni namun karena bau sampo Tante Poni yang harum seolah emosi mereka langsung mereda.
Namun salah satu ibu mengangguk setuju dengan ucapan Tante Poni. "Bener juga sih kata tante Poni. Anak-anak kita jinak semua kalau di dekat Adi," kata Bu Fitri. Salah satu ibu-ibu penghuni kompleks perumahan di sana.
"Jinak? Bu jangan pakai istilah itu buat anak-anak. Kayak ngomongin anak macan aja pakai kata jinak," Protes Bu Fida.
"Bercanda kali Bu. Tapi anakku memang kelakuannya kayak anak macan kalau di rumah. Tidak bisa diem!" lanjut Fitri.
"Udah keturunan kali Bu. Dulu bapaknya juga liar kayak macan," samber Tante Poni yang langsung membuat Bu Fitri jengkel.
"Eh Bu Poni. Jangan bikin gosip yang tidak-tidak ya. Suami saya itu jinak, penurut." Protes Bu Fida.
"Sudah-sudah, kok malah pada ribut sih. Nak Adi mau pamit kok malah kalian yang berdebat." Bu Herman langsung meredam suasana yang sempat memanas.
"Papa barumu kerja apa Di?" tanya Tante Poni yang tak peduli omongan ibu-ibu yang lain. Ia hanya fokus sama berondong di hadapannya.
"Arsitek Tente," jawab Adi.
"Arsitek? Kalau papamu punya teman kantor boleh lah dikenalin ke Tante. Tante juga pengen punya suami arsitek," Goda Tante Poni mencoba mengambil kesempatan dalam kesempitan. Adi hanya mengangguk canggung.
Bu Herman yang mulai muak dengan omongan Bu Poni mencoba merubah topik pembicaraan. "Nak Adi kok ikut pindah ke Aceh. Bukannya tidak apa-apa Nak Adi tetap kuliah dan merantau di sini?" tanya Bu Herman.
"Adi ingin mengenal lingkungan baru aja. Adi juga ingin bantu Mama dan adikku untuk beradaptasi bareng-bareng di sana. Adi juga merasa harus mengenal calon Papa Adi lebih dekat, butuh waktu untuk menerima orang lain ke dalam keluarga kami," jawab Adi. Ibu-ibu kompak mengangguk. Alasan Adi membuat mereka sedikit iri, mereka berharap anak mereka bisa tumbuh menjadi anak penyayang seperti Adi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Celana Dalam Merah Muda
HumorCelana Dalam? Sebuah penemuan manusia yang kini mungkin berubah menjadi salah satu pusaka keramat yang identik dengan hal-hal yang tabu. Bagaimana jadinya bila seorang mahasiswa baru menemukan segempok celana dalam dalam bungkusan plastik yang t...