New Life

13.5K 897 17
                                    

Jakarta, Indonesia.

"Sekarang sudah tidak ada alasan kamu untuk menolak keputusan ayah. I already gave you so many last chance to change your attitude! Dulu ayah melarang kamu lanjut sekolah musik karena kamu baru memulai karir kamu dan ayah tidak mengerti kenapa kamu begitu sangat ingin sekolah musik. Tapi berhubung sekarang musik bisa membantu karir mu, ayah kasih izin."

Akhirnya Ferry berkata demikian kepada satu-satunya anak lelaki yang sangat keras kepala. Persis dengan dirinya.

Bastian tidak tahu harus senang atau sedih mendengar keputusan akhir ayahnya. Jujur saja ia senang, tetapi satu hal yang mengganggu dia.

"Tapi Bastian tidak mau dengan tempat pilihan Ayah," bantah Bastian. Jika ia harus melanjutkan pendidikannya, maka ia harus memilih tempatnya sendiri. Tidak oleh ayahnya.

Ferry menghela napas berat. Ia mengira dengan membujuk Bastian seperti tadi, bisa mengatur rencana yang sudah ia pilih jauh hari.

"Terserah kamu. Selama kamu tidak membuat masalah lagi. Ayah ikut dengan pilihanmu."

Bastian tidak bisa menahan dirinya untuk tersenyum, hingga ayahnya bersuara.

"Asal tidak berhubungan dengan Mia. Ayah tidak masalah."

Dan begitu saja, senyum Bastian memudar. Ia tahu, ayahnya akan berkata demikian.

***

Sebenarnya Ferry tidak ingin anak lelaki satu-satunya itu harus berpisah dengannya. Tetapi Ferry tidak punya pilihan lain selain mengirim anaknya sekolah musik ke benua lain. Bastian bukan anak bermasalah. Bahkan sejak memulai karir sebagai musisi dan aktor ia bisa dibilang sukses dan cukup baik. Bastian tidak menemukan kesulitan mengikuti jejak sang ayah dalam dunia hiburan. Bastian bahkan mendapatkan prestasi yang membuat Ferry mengakui bakat anaknya.

Semuanya berjalan begitu sangat baik, hingga suatu saat Bastian dihadapkan pada sebuah keadaan, adalah patah hati dengan seorang perempuan bernama Mia. 

Alasan perpisahan mereka sebenarnya tidak jelas, tetapi yang Bastian ketahui adalah karena Mia harus melanjutkan pendidikan di luar negeri. Meskipun terpisah bukan berarti hubungan mereka putus. 

Ferry kenal baik dengan Mia karena perempuan itu merupakan anak dari koleganya, tetapi Ferry tidak ingin terlalu mencampuri hubungan mereka mengingat umur mereka yang bukan remaja lagi.

Yang Ferry ketahui, hubungan mereka baik-baik saja, hingga suatu hari Bastian muncul di salah satu kolom berita dengan kabar yang tidak mengenakan. Bukan hanya sekali, tetapi berkali-kali, dan itu membuat Ferry berpikiran ada yang tidak beres antaran Bastian dan Mia. 

Ferry kenal baik dengan Mia karena perempuan itu merupakan anak dari koleganya, tetapi Ferry tidak ingin terlalu mencampuri hubungan mereka mengingat umur mereka yang bukan remaja lagi.

Dan mengirim Bastian adalah harapannya untuk mengembalikan keadaan Bastian seperti semula.

***

Bastian Matteo Daviandra has applied to University of Queensland School of Music, Australia, Major Music and Theater

Ferry melihat rincian surat aplikasi dimana Bastian akan melanjutkan pendidikannya dengan seksama.

"University of Queensland? Mia kuliah di sana kan? Kamu jangan coba bohongi ayah soal Mia. Oke? Ayah gak mau fokus kamu terbagi."

Bastian menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Memang Mia kuliah di sana, tapi bukan itu alasan dia memilih UQ-University of Queensland.

"Come on, father! Bukan Mia yang aku kejar di sana. It just me and my education, okay? Lagian aku tidak lagi berhubungan dengannya. Dan kemungkinan aku akan mengambil konsentrasi yang berbeda dengannya."

Alasan Bastian cukup membuat Ferry yakin terhadap anaknya.

"You're so great at making thousands reason. Ayah bukannya tidak percaya, hanya saja siapa tahu kamu bisa membuat masalah di sana? Ayah hanya khawatir."

Ferry selesai membaca surat aplikasi itu dalam beberapa menit.

"Jadi kalau ayah menyetujui ini, kamu 2 minggu lagi berangkat ke Australia, kan?"

Bastian mengangguk. "Yes, father."

***

Last call flight to Brisbane ,Pacific Blue Airlines flight BNE1234 please enter gate 4.

Panggilan terakhir itu tentu ditujukan salah satunya Bastian yang baru saja tiba di bandara Soekarno Hatta.

"Kamu hati-hati di sana. Kalau sudah sampai jangan lupa telepon ayah. Sampai sana langsung ke apartemen yang sudah siap ya. Alamatnya sudah ayah kasih kan? Brisbane Park, Staff House Rd, St Lucia QLD 4067, Australia. Lokasinya dekat sama kampus, jadi..."

Bastian hanya bisa mengangguk pelan mendengar kalimat terakhir ayahnya sebelum berangkat.

"Okay, father, I understand."

Sesimpel itulah perpisahan Ferry yang berpisah dengan anaknya untuk sementara waktu.

***

Brisbane, Australia.

Bastian menuruti perkataan sang ayah tadi. Setelah pesawat yang ia tumpangi mendarat di Brisbane, ia langsung menuju apartemen di mana ia akan tinggali untuk beberapa tahun ke depan

Unit apartemennya berada di lantai 10 dengan nomor unit 1015.

Langkah Bastian mengitari isi apartemen yang terlihat lengkap dan rapi. Tempat yang dipilih ayah begitu nyaman. Pikirnya.

Tanpa ia sadari langkahnya berhenti di sudut apartemen, di mana ia mendapatkan pemandangan sore Brisbane. Senyum dari tadi tidak pernah meninggalkan wajahnya

I am so ready for my new life.

***

Disisi lain pada waktu yang bersamaan, seorang perempuan tengah menyusuri lorong apartemen dengan langkahnya yang gontai. 

Langkahnya berhenti di unit 1015. Tempat tersebut sudah setahun ia tempati. Langkahnya yang lamban membawanya ke kamar dan tanpa banyak pikir ia langsung membaringkan badannya yang sudah sangat lelah. 

Sudah menjadi kebiasaannya beristirahat tanpa mengganti pakaian atau mencuci muka sebelum tidur belakangan ini. Namun rasa panas menghinggapinya, membuat perempuan itu membuka pakaian yang ia kenakan, meninggalkan tank top berwarna putih dan short berwarna gelap.

Namun, malam itu lelahnya bukan karena kegiatan kampus ataupun kerja yang belakang ini ia jalani, melainkan karena untuk pertama kalinya ia melampiaskan emosinya dengan segelas  minuman. 

Setelah membaringkan badan, ia mencari sesuatu untuk ia peluk. Sudah menjadi kebiasaannya memeluk sesuatu saat tertidur. Hingga ia mendapatkan sesuatu untuk ia dekap, akhirnya perempuan itu tertidur lelap.

Untuk pertama kalinya ia tertidur lelap. Dan untuk pertama kalinya, tanpa ia sadari, ia tidur di samping seorang lelaki yang tidak pernah ia kenal.

 ***

a.n

I don't know this is a good start or the awkward one, but hope you like it :)

Brisbane: RunawayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang