Epilog

6.2K 285 18
                                    

Malam itu Bintang menikmati jalan St Lucia yang sepi. Langkahnya memang lambat karena Bintang ingin menikmati angin malam.

Hari itu umurnya tepat 23 tahun.

Bintang tidak bisa menahan dirinya untuk tersenyum. De javu. Ia masih ingat dua tahun yang lalu mengalami hal yang serupa.

Ia menatap lama bar yang berada tidak jauh dari tempat ia berdiri. Semua hal yang tidak terduga belakangan ini, mungkin berasal dari tempat ini.

Yang membuat Bintang berandai-andai. Jika saja waktu itu Bintang tidak mewujudkan rasa ingin tahunya dengan minuman beralkohol itu. Mungkinkah ia masih mengalami kejadian tersebut—pertemuan konyol dengan Bastian, bahkan cerita dari seorang Adrian yang memiliki korelasi di setiap kejadian.

Bintang tersenyum kecil. Mengingat Adrian, ia menjadi penasaran bagaimana kabar lelaki itu. Mereka memang tidak saling kenal lagi setelah berpisah. Adrian menjaga jarak, Bintang tahu itu. Tetapi, tetap saja perempuan itu penasaran akan dengan keadaan lelaki itu.

Detik berikut Bintang merasakan seseorang merangkul pinggangnya. Bintang menoleh dengan wajah yang ia buat kesal.

"You're late 10 minutes," protes Bintang.

Lelaki itu tersenyum manis. "I know right. But, you still love me right?"

Bintang tidak menjawab melainkan tertawa. Lelaki itu kemudian menariknya untuk memasuki bar. Memesan satu botol wine kesukaan Bintang karena perempuan itu berulang tahun.

"You know you don't have to do that?" Bintang tidak dapat menahan senyum. "But, thanks. Kamu mau makan apa?"

"Well, you are the birthday girl bukan berarti kamu yang traktir makan."

Senyum di wajah perempuan itu semakin mengembang. Perasaannya meluap setiap kali bersama lelaki itu. Meskipun ia tidak menyukai hal-hal seperti ucapan romantis, namun ia dapat merasakan kejujuran setiap ucapan yang dilontarkan, membuatnya suka, bahkan menikmati setiap ucapan yang ia dengar.

"Tell me something I don't know," lelaki mulai berbicara setelah hening beberapa saat.

"What do you want to know?" Bintang kembali bertanya.

"Sebenarnya aku tadi tuh gak terlambat sepuluh menit. Aku berusaha untuk tepat waktu karena pacarku ini orang yang gak suka sama orang yang ngaret. Tapi melihat kamu menikmati jalan menahan aku untuk samperin kamu."

"Dan melihat kamu menatap serius bangunan ini, membuat aku bertanya-tanya. Kamu lagi mikirin apa."

Bintang menghela napas. "Something. Semacam what-ifs gitu. Aku mikir kalau aja malam itu aku gak minum di bar ini, mungkin kita gak bakal seperti ini, Bastian?"

Bastian, lelaki itu tersenyum manis. Ia pun merasa kilas balik pada setiap kejadian yang mempertemukannya dengan Bintang.

"Gimana, yah. Ada banyak kemungkinan sih. Tapi apapun kemungkinan itu, entah baik atau buruk. Yang pasti kemungkinan bahwa kita udah sama-sama gak bakal berubah. Gak ada yang bisa merubah itu."

Bintang tersenyum manis. Ucapan seperti tadi tidak pernah ia sangka akan keluar dari seorang Bastian.

Detik berikut Bastian meraih tangan kiri Bintang dan mengeluarkan sesuatu dari saku bajunya.

"Aku tau kamu gak suka dikasih hadiah apapun baik itu hari jadi, atau ulang tahun. But this year, I want to give you something special."

Bintang pun tahu, ia tidak bisa menolak Bastian malam itu. Dan ia tidak bisa menahan untuk tidak memeluk lelaki itu.

"Thank you, Bastian."

Bastian membalas rangkulan itu. "Don't mention it. You know I love you right?"

Bintang mengangguk dalam dekapan Bastian.

"Dan kamu gak ngira kalau malam ini semacam lamaran atau apa-apa, kan?"

Bintang melirik jari manisnya. Promise ring. Dan Bintang tahu pasti makna yang tersembunyi dari cincin tersebut. Tetapi ada terselip rasa kecewa mendengar ucapan Bastian.

"Kalo ngelamar asli emang kenapa?"

Bastian tertawa melihat wajah mengerut dan bibir yang mengerucut pada Bintang.

"Ya, kalo lamaran tunggu aku lulus kuliah. Yang pastinya lebih dari ini." Bastian memainkan jemari manis Bintang.

"But the important thing is," lanjut Bastian. "You know I love you, right?"

Bintang tidak menjawab. Ia mencium Bastian di bibir singkat.

"You know I love you too, Bastian?"

Tanpa saling menjawab 'yes' I love you'. Mereka berdua saling tahu perasaan mereka masing-masing.

And I love you,
more than any obstacles that could try come between us,
I love you the most.

Akhirnya kelar. Sebuah kelegaan tersendiri meskipun susah untuk menyelesaikan cerita ini karena gak mau lepas dari cerita ini. Ditambah ada yang menawarkan cerita ini dalam bentuk lain, but however I am still insecure sama tulisanku, so...

Maaf karena udah lama banget gak update ini, maaf kalau akhirnya kurang gimana gitu. But, I try my best to make it the best happy ending :)

And, yes! I am moving on from this story. Sebenarnya ada kepikiran untuk buat kelanjutkan Bintang dan Bastian after Brisbane tapi yaaa masih draft dalam otak. Atau, what you think? Harus aku lanjut atau gimana yah?

Selagi mikir gimana, aku move on ke work baru Love in Melbourne di https://www.wattpad.com/story/90708499-love-in-melbourne . Iya, not move on from Australia but this story kind of different from my story before.

Once again, thank you yang udah baca. See you on next project!

Brisbane: RunawayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang