"I miss you, a lot, Bas," ucap Mia. Lengannya masih mengalungi leher Bastian.
Bintang yang berada tidak jauh dari mereka, mendengar ucapan rindu tersebut. Awalnya Bintang tidak mengerti dengan adegan yang baru saja ia lihat, namun sekarang ia mengerti.
Walaupun tidak sepenuhnya.
Pandangan Bintang jatuh pada brosur yang diminta Mia tadi. Kondisi brosur itu sedikit kusut. Bintang bingung, harus diapakan brosur yang ada di tangannya. Tetapi, Bintang tidak sebodoh itu untuk tidak mengerti suasana antara Mia dan Bastian, dirinya berlalu meninggalkan dua orang yang masih berpelukan itu.
***
Lengan Bastian tidak pernah merangkul kembali Mia. Dirinya cukup terkejut dengan apa yang dilakukan Mia. Dia seharusnya senang, tetapi kini ia bingung.
"I miss you, a lot, Bas." Bastian mendengar suara gadis itu, begitu lirih. Kini mereka berdua membuat jarak, tidak tahu siapa yang bergerak duluan.
Bastian tersenyum. "Hei, Mia."
"Hei, Bas." Kali ini, Mia canggung membalas sapaan Bastian. "Kamu ke sini—maksudnya kamu di sini ngapain—maksud aku, kamu lagi—"
Bastian terkekeh melihat salah tingkah seorang Mia. "Iya, aku melanjutkan pendidikan aku di sini."
Mia tidak bisa menyembunyikan perasaan senangnya. Untuk kedua kalinya, lengan gadis itu merangkul Bastian.
"I am so happy that you're here."
Kali ini Bastian membalas rangkulan Mia. "I am happy too."
Namun, Bastian merasakan sesuatu yang mengganjal di perasaannya. Pikirannya melayang dan berakhir dengan Bintang. Dengan waktu kilat Bastian membebaskan dirinya.
"Bintang tadi mana?"
Mia mengernyitkan dahi. Ia bingung bagaimana Bastian tahu tentang Bintang. Tetapi bukan itu masalahnya sekarang, gadis itu memutar kembali ingatannya, dan.
"Iya yah, Bas. Bintang tadi ke mana ya? Bukannya tadi aku minta tolong dia kasih aku beberapa brosur ya?"
Bastian tidak mendengar Mia sepenuhnya, ia mengedarkan pandangannya untuk mencari Bintang.
"Mia, you're bring the t-shirt right? I need it right now," teriak seseorang yang langsung dibalas Mia. "Wait David, I'll be there in a minute."
Mia menarik lengan Bastian bermaksud untuk berbicara dengan lelaki itu tampa gangguan.
"Bastian, boleh pinjam handphone kamu?" pinta Mia yang sedetik kemudian Bastian langsung memberinya.
Jemari Mia sibuk bermain di ponsel Bastian dengan maksud menghubungi nomor ponselnya.
"Here, sekarang kamu punya nomor aku yang di sini. Aku harus kembali ke kegiatan ku. Nanti ku hubungi lagi ya?"
Bastian hanya tersenyum kecil, di dalam hatinya ia kecewa harus sesingkat itu bertemu dengan Mia, padahal hari itu merupakan hari pertama mereka bertemu setelah beberapa tahun terpisah.
"Okay, I'll call you later, Mia."
***
Adrian merasa bosan berniat untuk menghubungi Bastian namun baterai ponsel miliknya sudah tidak memliki daya lagi. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut UQ dan melihat Bastian dari kejauhan. Tanpa menunggu apapun, Adrian melanjutkan langkahnya, namun tanpa sengaja langkahnya terhenti.
Bintang berjalan meninggalkan Mia dan Bastian, tidak tahu langkahnya akan berhenti di mana, yang ia tahu ia ingin menjauh dari keramaian. Ia terus berjalan tanpa sadar menabrak seorang lelaki dengan tubuh tegap. Pandangannya buram, namun ia masih menunjukkan sopan santunnya.
"I am sorry," ucap Bintang tanpa menoleh kemudian berlalu. Namun, sebelum langkahnya kembali berjalan, seseorang tersebut menahan lengannya.
"Are you okay?" tanya seseorang tersebut.
"I am okay—" jawab Bintang namun kalimatnya terhenti saat ia menoleh ke sumber suara. Tatapan mereka bertemu. Mata Bintang terpaku beberapa detik pada Adrian. Seolah ia baru saja melihat seseorang yang pernah ia kenal, namun ia tidak mengingatnya.
Detik berikut, Bintang dapat melihat sarat cemas di mata lelaki itu.
"Bintang?" sapa Adrian, cukup mengejutkan Bintang. Seolah melakukan hal magis mengetahui namanya.
Bintang terlonjak saat mendengar orang itu menyapanya. "Yes?" Terlihat wajah gugup dan takut pada Bintang.
Adrian terkekeh. "You seems scare, don't worry, I saw your name by your name tag."
Pandangan Bintang beralih pada name tag yang ia kenakan kemudian tertawa kecil, merasa sedikit malu.
Adrian terkekeh melihat tingkah Bintang yang canggung. Ia tersenyum, namun tidak tahu apa arti dari senyum tersebut.
"Right, I use name tag right now, sorry, I didn't mean to—"
"It's okay. Really. I am okay, but, don't you remember me?" tanya Adrian. Pertanyaan yang dilontarkan Adrian membuat Bintang mengatup bibirnya. Perempuan itu mencoba berpikir.
"Uhm...sorry?" lontar Bintang tidak menemukan jawaban apapun.
"Ini gue, Bintang. Adrian. Kita dulu—" Adrian tidak melanjutkan kalimatnya tanpa alasan.
"Maaf, tapi gue baru pertama kali ketemu sama lo. Ternyata lo orang Indonesia juga," ujar Bintang kemudian mengulurkan tangan kanannya. "Gue Bintang. Bintang Layna Aquene."
Adrian menyimpul sebuah senyuman sebelum menjabat tangan Bintang. Ia merasa sedih Bintang tidak mengingatnya, namun yang ia bisa lakukan saat ini adalah membiarkan semuanya berjalan. Seperti dimulai dari awal.
"Gue Adrian. Nice to see you." Again.
"Banyak juga ya mahasiswa dari Indonesia tahun ini, lebih rame dari tahun lalu pas gue masuk." Bintang berbasa-basi.
"Iya nih, gue juga banyak ketemu teman seangkatan dari Indonesia."
Adrian dan Bintang berbincang ringan sambil berjalan mengitari UQ.
Bastian yang dari tadi mencari Bintang, saat itu menemukan gadis itu berjalan dengan seseorang yang ia kenal. Namun, yang menjadi tujuannya saat itu adalah Bintang.
"Bintang!" sorak Bastian sambil berlari ke arah Bintang. "Hey bro." Bastian menyapa Adrian setelah tahu orang yang berjalan di samping Bintang.
Wajah Bintang tampak bingung. "You two know each other?"
Baik Adrian dan Bastian tidak menjawab, mereka berdua hanya tersenyum.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Brisbane: Runaway
RomantiekJarak belasan ribu kilometer dari orang-orang tercinta, ia berharap bisa bersembunyi. Dari masa lalu, luka, dan cinta. Namun nyatanya, semua itu harus ia temukan lagi pada suatu tempat, suatu sudut West Brisbane. Ini kisah mereka dengan tujuan be...