Tidak terhitung sudah berapa kali Bastian menekan bel pintu apartemen Bintang. Masih tidak ada jawaban atau langkah seseorang yang akan membukakan pintu.
Bastian sebenarnya bisa saja memasuki kode akses dan masuk begitu saja ke apartemen Bintang mengingat kode akses apartemen mereka sama. Namun, untuk beberapa alasan Bastian tidak ingin melakukan itu.
Diliriknya waktu yang tertera di layar ponsel. Kalau Bastian tidak salah, ia sudah berdiri di depan pintu apartemen Bintang sudah lebih dari 30 menit.
Merasa kesal sudah menunggu selama itu, akhirnya Bastian memutuskan untuk masuk dengan sendirinya.
Belum sempat Bastian menekan kode akses, pintu apartemen Bintang terlebih dahulu bergeser ke dalam.
Baru saja Bastian akan memulai omelannya, tetapi pandangannya melihat kondisi Bintang terlebih dahulu.
Terlihat wajah Bintang lembab, kantong matanya membesar dan hidungnya merah.
"Eh, lo Bas." Bintang membuka pintu lebih lebar. "Masuk. Lo mau ambil catatan Music Society 1, kan?"
Bintang berlalu sedangkan Bastian mengikuti perempuan itu dari belakang.
Di tengah Bintang sibuk mencari catatan yang dimaksud Bastian di tasnya, dari belakang Bastian melihat punggung Bintang. Punggung itu entah kenapa terasa kosong dan sedih bagi Bastian.
Saat Bintang sudah menemukan barang yang dicari Bastian, belum sempat ia memutar tubuhnya, Bastian terlebih dahulu merengkuh tubuhnya dari belakang.
Bintang tampak terkejut, namun seolah ia sudah terbiasa oleh sikap Bastian terhadapnya. Bukan sikap Bastian yang tidak sopan karena mendekatinya seperti itu. Bagi Bintang, sikap Bastian merupakan kepedulian lelaki itu terhadapnya.
Sikap Bastian merupakan salah satu perhatiannya terhadap Bintang. Setiap sikap Bastian selalu membuat Bintang senang sekaligus sedih di waktu bersamaaan.
Bintang senang karena di saat ia butuh seseorang , Bastian hadir. Bintang sedih karena perhatian dari Bastian membuatnya ingin menumpahkan seluruh kesedihannya.
Detik berikut Bastian memutar tubuh Bintang dan ia menemukan perempuan itu dengan mata berair, wajah yang basah dan bibir yang mengerucut.
Sebenarnya Bastian berniat untuk menanyakan keadaan Bintang dan alasan mengapa perempuan itu bisa terlihat begitu sedih. Namun, tangis Bintang yang semakin pecah membuatnya kembali merengkuh tubuh Bintang lebih lama.
Bastian membiarkan Bintang menangis dalam dekapannya. Bastian bahkan tidak sadar bahwa bajunya sudah basah oleh air mata Bintang yang terus mengalir.
Beberapa detik kemudian Bintang tangis Bintang berhenti, saat itu pulaa Bastian melepaskan dirinya dari Bintang. Bastian menangkup wajah Bintang, ibu jarinya mengusap wajah Bintang yang masih basah.
Tetapi, tetap saja Bastian masih tidak tega menanyakan Bintang.
"Thanks," ucap Bintang setengah berbisik. "Ini, buku yang lo cari." Bintang kemudian memberikan buku catatan yang dibutuhkan Bastian.
Bastian dengan gerakan lamban menerima buku dari Bintang. "Thanks. It will help me. A lot."
Bintang mengadah lalu tersenyum pada Bastian. "Gue senang bisa bantu lo kok, Bastian."
"Kalau lo udah bantu gue, giliran gue yang bantu lo, dong?" Bastian menduduki sofa lalu memberi isyarat pada Bintang untuk duduk di sebelahnya. "Cerita ke gue kenapa lo nangis tadi."
Tanpa melawan Bintang duduk di sebelah Bastian. "Hm. Gue gak tahu harus mulai dari mana." Bintang kemudian bersandar."Lo ingat kan bagian gue bohong ke Adrian? Gak tahu dari mana, kemarin Adrian cerita ke gue. Semuanya. Tanpa terlewat satu pun." Bintang kembali menunduk. "Anehnya, di saat gue yang harusnya marah, dia yang marah. Harusnya gue yang kecewa, tetapi dia lebih kecewa dari gue. Harusnya gue yang nangis, tetapi dia lebih sedih dari sikap gue. Gue gak ngerti, Bastian."
Tangan Bastian berpindah ke punggung Bintang. Sentuhannya seolah memberikan Bintang ketenangan.
Bastian bisa saja jahat dan bilang semua kejadian tragis yang dialami Bintang memang kesalahan Adrian yang kurang paham dengan situasi. Namun, Bastian bukanlah orang jahat yang mau menghakimi Adrian, apalagi saat Adrian masih bersama Bintang.
"He's mad at himself, Bintang. Dia marah, kecewa, juga sedih Bintang. Adrian tahu semuanya terjadi karena dirinya dan saat itu juga, dia gak bisa mengontrol bahkan melindungi lo. He's mad for that thing."
Bintang menyetujui ucapan Bastian. Apa yang dipikirkan Bastian sama dengan apa yang dipikirkan Bintang. Hanya saja, Bastian bisa lebih dewasa menyikapi semuanya.
"Gue gak ngerti kenapa dia harus merasa demikian. Gue sendiri udah gak apa-apa. Semuanya udah berlalu. Gue bahkan menyimpan semuanya demi kebaikan gue sama dia. Tapi..."
Muncul sedikit perasaan kecewa oleh Bastian saat mendengar Bintang demikian. Meskipun Bintang mengetahui hal yang menyakitinya dari Adrian, namun tetap saja Bintang ingin keadaan membaik antara dirinya dan Adrian.
"Lo benar-benar gak merasa kecewa sama Adrian? Sedikit pun?"
Untuk beberapa detik Bintang terdiam. Pertanyaan Bastian seolah sulit untuk dijawab.
"Di satu sisi, gue kecewa sama Adrian. Satu hal yang gak sulit untuk gue mengerti, waktu kejadian itu...kenapa dia membela Vivi? Menjadikan kesalahan Vivi berpindah kepadanya? Kenapa dia menanggung kesalahan Vivi?" Bintang berhenti sejenak. "Terkadang gue terjebak dengan masa lalu gue dan Adrian. Tetapi..."
"Yang berarti perasaan lo untuk Adrian terikat dengan masa lalu?"
Bintang mengadah untuk melihat Bastian. Beberapa saat Bintang merasa ajaib. Mengapa saat Bersama Bastian ia bisa menjadi jujur. Mengapa saat bersama Bastian, lelaki bisa mengerti dirinya begitu cepat.
Untuk menjawab pertanyaan Bastian, Bintang kembali tidak menemukan apapun.
Dahi Bintang mengerut dan itu mengundang ibu jari Bastian untuk memijitnya pelan.
"Jangan sampai gitu. Kalau lo gak bisa jawab, gak apa-apa kok. Nilai lo gak bakal turun."
Kalimat yang dilontarkan Bastian sukses mengundang senyum di wajah Bintang.
"Gitu dong, Bintang. Dari tadi. Buat lo senyum aja butuh usaha keras."
Senyum Bintang kemudian berubah menjadi tawa.
Dengan sengaja Bintag menempatkan telapak tangannya tepat di dada Bastian, saat ia melihat baju Bastian basah.
"Sorry..." bisik Bintang.
Bastian menggenggam tangan Bintang yang meremas pelan bajunya. "Lo minta maaf karena udah bikin basah baju gue, apa karena udah curi hati gue, Bintang?"
Bukannya menjawab pernyataan absurd Bastian, Bintang hanya memberikan senyum termanisnya untuk Bastian.
***
Author note (sempatkan dibaca yang satu ini ya karena-lumayan-penting)
Sebenarnya cerita ini (menurut draft yang tersimpan di otak) bakal tamat ya sekitar beberapa part lagi lah, tetapiiii jujur aja aku masih bingung pilih Bastian apa Adrian. Sooo, bagi yang punya saran silakan komentar! Siapa tau komentar kalian bisa merubah nasib cerita Bintang.
Oh iya, ketinggalan satu lagi. Jadi, karena fiksi ini kan mau kelar yaaa. So, aku udah nulis untuk pengganti cerita ini (latar masih di Australia, yes) #gagalmoveondariaustralia.
Judul fiksi yang baru itu Melbourne: I'm in Love. Di sana aku bakal menceritakan si Hani bertemu dengan masa lalu dan masa kini untuk mencari masa depan. Pokoknya gitu deh haha. Yang mau baca, silakan langsung baca yaaa. Makasih :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Brisbane: Runaway
RomanceJarak belasan ribu kilometer dari orang-orang tercinta, ia berharap bisa bersembunyi. Dari masa lalu, luka, dan cinta. Namun nyatanya, semua itu harus ia temukan lagi pada suatu tempat, suatu sudut West Brisbane. Ini kisah mereka dengan tujuan be...