Alarm berdering untuk kesekian kalinya berhasil membangunkan Bintang. Ia terbangun dengan kepala yang berdenyut. Satu alasan yang atas keadannya pagi itu.
Bintang sama sekali tidak tidur dengan nyenyak.
Terlalu banyak yang ia pikirkan. Dirinya masih tidak mengerti atas kejadian yang ia alami beberapa hari belakangan.
Ia setengah sadar malam itu. Tidak sengaja melangkahkan kakinya ke unit apartemen yang dulu pernah ia tempati.
Bagaimana bisa? Lelaki bodoh itu tidak mengganti password lama yang dulu Bintang biasa menggunakannya.
Kemudian, semuanya berjalan sangat tidak baik. Alias buruk. Sebuah kesialan bagi Bintang.
Paginya ia terbangun hanya dengan pakaian dalam. Untung saja pakaian dalamnya tidak terbuka. Bodohnya, ia menuduh lelaki yang tidak salah sama sekali, membiarkan lelaki itu menciumnya, bersumpah tidak akan berurusan dengannya dan hal bodoh lainnya adalah, ia meninggalkan barang berharganya.
Semua membuatnya bingung ditambah dengan sikap Bastian yang terkadang dingin, dan juga hangat.
Berbicara tentang hangat.
Bintang ingat kejadian semalam. Tiba-tiba saja lelaki itu menuntun lengannya agar mereka berpelukan. Ditambah dengan kalimat yang semakin membuatnya bingung.
You don't have to feel bad for me. I am fine.
Bintang tidak mengerti maksud dan tujuan kalimat yang dilontarkan lelaki itu. Bintang lebih memilih jika lelaki itu memakinya daripada bersikap lembut.
Karena ia bingung bagaimana akan meresponnya.
Karena ia tidak mengerti perasaannya atas sikap lelaki itu.
Ia menyukainya, sekaligus membencinya.
***
Bastian menyeringai untuk beberapa saat lalu tertawa. Baginya, tidak hanya lucu melihat tingkah Bintang, tetapi juga menghibur.
Diawali dengan ciuman, makan malam bersama, kecelakaan kecil dan terakhir, sebuah pelukan.
Apa alasannya? Ia tidak punya alasan atas sikapnya terhadap Bintang. Ia senang saat menjahili gadis itu. Meskipun menjahili versinya adalah menggoda gadis itu.
Ia begitu suka bermain dengan gadis itu, hingga begitu kosong setelah gadis itu meninggalkan unit apartemennya.
Barusan aku merindukannya? Tidak mungkin! Pikir lelaki itu.
Lelaki itu kemudian mengambil ponselnya, mengirimi gadis itu pesan.
Hurry up, babe! I am hungry.
Sent.
Baru saja ia menyangkal isi hatinya. Ia memang merindukan Bintang.
***
+61 368676xxx: Hurry up, babe! I am hungry.
Ini konyol bagi Bintang. Ia itu tidak heran bagaimana lelaki itu bisa mengetahui nomor ponselnya. Dompet miliknya masih di tangan Bastian. Dengan malas, Bintang melangkahkan kakinya ke apartemen sebelah.
Belum sempat Bintang menekan bel apartemen lelaki itu, pintu apartemen terbuka dari dalam.
"Gue baru aja mau main ke tempat lo karena lo gak balas pesan gue. But, what now? We really match each other. We really connected by a kiss." Bastian menggoda Bintang. Pertama kalinya pada hari itu.
Bintang mendengus kesal. "First, don't babe me. Second, we are not connect each other by a kiss. Third, if you hungry, just eat."
Bastian menahan tawa. Tentu saja ia akan mendapat respon demikian dari Bintang.
"You know, I can't. Masih sakit." Bastian merengek.
Bintang menjawabnya singkat. "You know, you can. Lo kelihatan sehat."
"Tapi kan lo sendiri yang bilang gue gak boleh banyak gerak—"
"Okay, fine. Stupid I said so."
Bastian tersenyum. "You cook the breakfast."
Bintang terlalu malas untuk masak. "Can't we just order?"
"Kalau di Indonesia, orang sakit jarang makan dari luar. Seringnya dimasak—"
"For hundred times I told you we are not in Indonesian right now." Bintang membantah.
"But we are Indonesian," jawab Bastian singkat.
Bintang mengangkat tangannya. Menyatakan dirinya menyerah.
"Fine. I know that you're gonna answer that. Stupid that I am asking," jawab Bintang kemudian berlalu ke dapur.
Bintang membulatkan matanya setelah melihat cadangan makanan yang Bastian punya. Tidak banyak memang tetapi beberapa dari mereka adalah khas Indonesia.
Pagi itu, Bintang berakhir dengan nasi goreng.
***
Bastian menatap heran dengan apa yang Bintang masak. Bukan karena masakan itu hancur, tetapi hanya satu alasan.
"Kok lo masak nasi goreng untuk orang sakit?" protes Bastian.
Andai saja lelaki itu sehat, Bintang pasti sudah membuang nasi goreng itu di depan wajahnya.
"Kok lo cerewet banget sih sebagai orang sakit?"
Bastian tidak bisa menahan senyumnya. Ia suka saat Bintang beralasan.
"Ya. Ekspektasi gue lo masak bubur ayam, apa kek, yang lunak-lunak gitu—"
Kalimat Bastian terhenti karena Bintang sudah menyumpal mulut lelaki itu dengan nasi goreng.
"Setahu gue lengan lo doang yang sakit. Bukan pencernaan. Lagian mulut lo terlalu sehat untuk orang sakit."
Bastian kali ini tidak menahan tawanya mendengar alasan yang keluar dari mulut Bintang dan berakhir tersedak.
"Lo beneran mau merusak pencernaan lo ya? Kalau makan ya makan, ketawanya dipending dulu." Bintang memberi segelas air yang sudah ia siapkan sebelumnya.
Bastian meneguk minuman yang diberi Bintang, dan kembali terkekeh.
"Yakali dipending, otak gue sinyal 2G dong telat koneksinya," ucap Bastian disela tawanya.
Bintang hanya menatap heran sekaligus takjub mendengar Bastian.
"Gue gak nyangka kalau dislokasi di lengan bisa sampai kena saraf dan selera humor lo."
Sisa pagi itu, Bintang hanya meladeni Bastian dengan sabar.
***
Author note:
Short update, setidaknya update ya? Lol. Maaf kalau part ini garing, gak tau selera humor semakin lama semakin parah but hope you like it xx~
![](https://img.wattpad.com/cover/85808155-288-k48220.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Brisbane: Runaway
RomanceJarak belasan ribu kilometer dari orang-orang tercinta, ia berharap bisa bersembunyi. Dari masa lalu, luka, dan cinta. Namun nyatanya, semua itu harus ia temukan lagi pada suatu tempat, suatu sudut West Brisbane. Ini kisah mereka dengan tujuan be...