The Truth About His Feeling

3K 367 14
                                    


"Jadi, besok lo tampil ya." Bintang memecahkan keheningan beberapa menit setelah dirinya dan Bastian menempati ruang tengah.

Bastian meneguk habis minumannya, menaruh gelas kosong itu di meja lalu membalas percakapan Bintang.

"Ya, begitulah. Finally, besok akhir dari semuanya."

Bintang menoleh ke Bastian. Dilihatnya raut wajah lelaki itu tampak tidak tenang. "Lo gugup ya?"

"Takut, gugup, dan lega, at the same time." Bastian berhenti sejenak lalu menoleh ke Bintang. Fokusnya merekam wajah Bintang untuk beberapa detik. Baru beberapa hari ia tidak bertemu dengan Bintang, ada kerinduan yang ia rasakan.

Dua alis Bintang terpaut saat melihat Bastian terdiam dan hanya melihat dirinya.

"Gitu banget liat gue, Bastian. Kenapa sih?"

Merasa gugup, Bintang pun menyibukkan dirinya dengan cokelat panas yang masih tersisa setengah gelas.

Hening. Untuk sejenak, Bastian ingin menyampaikan sesuatu yang ia tahan, tetapi tak jadi. Bastian hanya bisa menatap Bintang dengan intens.

Bintang dengan cepat meneguk minumannya hingga habis lalu kembali menoleh ke Bastian.

"Seriously, Bastian. Lo kenapa sih lihat gue?"

Senyum mengembang di wajah Bastian. "Gue mau liat lo aja, kenapa? Gak boleh?"

"Boleh aja sih," jawab Bintang setengah berbisik.

"Kalau gue kangen lo, boleh?" tanya Bastian sontak membuat Bintang terkejut.

Bintang mengambil gelas kosong Bastian, mencium bau yang keluar dari gelas itu. "Ini cokelat panas bukan alkohol kok, kenapa lo ngomong gitu?"

Senyum Bastian berganti tawa. "Emang kalau kangen lo gue harus mabuk dulu, gitu?"

"Gak juga sih." Bintang mengambil bantal yang mengganjal punggungnya yang lalu dipeluknya. "Lo setiap mabuk kan selalu gitu..." Kalimat Bintang berhenti di tengah saat ia mengingat satu kejadian sewaktu Bastian menciumnya.

Bastian seolah tahu ke mana arah pembicaraan Bintang. "Gue selalu ngapain setiap mabuk memangnya?"

"Forget it," jawab Bintang pendek.

Pandangan Bintang kembali jatuh pada Bastian yang sedang tersenyum padanya. Bastian tampak begitu tampan jika ia tersenyum lembut seperti itu.

Bukannya memuji Bastian dengan apa yang ia pikirkan, yang Bintang lakukan adalah melempar bantal yang ia peluk ke wajah Bastian.

Bastian mengaduh lirih. "Sakit, Bintang."

"Siapa suruh senyum menakutkan gitu."

"Menakutkan gimana sih." Bastian kemudian menghentikan Bintang dengan meraih tangan perempuan itu.

Saat Bastian menggenggam tanganya, Bintang dengan segala tenaganya melepaskan tangannya dari Bastian. "Lepasin Bastian!"

Namun Bastian tidak semudah itu melepaskan Bintang. "Maaf dulu dong."

Tidak menemukan cara untuk melepaskan diri dari Bastian, Bintang pun melakukan cara pintas agar terlepas dari lelaki itu. Detik berikut Bintang menggigit punggung tangan Bastian.

"SAKIT, BINTANG!"

Mendengar teriakan Bastian mengaduh kesakitan pun mengundang tawa Bintang. "Mampus. Siapa suruh pegang-pegang."

Bastian masih mengaduh setengah berteriak. Bintang yang mengingat Ferry tengah beristirahat pun membungkan mulut Bastian.

"Diam kali, Bastian. Om Ferry lagi istirahat. Ribut banget sih!"

Brisbane: RunawayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang