Bintang terbangun dari tidurnya dengan kepala yang terasa begitu berat. Bintang mengambil ponselnya untuk melihat jam berapa ia terbangun. Matanya membelalak saat melihat waktu yang tertera pada ponselnya menunjukkan pukul 12 siang.
"This is great," ucapnya pada diri sendiri.
Jemari Bintang sibuk dengan ponsel, tidak heran mengapa ia tertidur dan tidak ada yang mengganggu. Karena ponselnya masih aktif pada mode pesawat. Sebenarnya ia malas untuk menonaktifkan mode pesawat itu, tetapi ia merasa perlu tahu siapa saja yang sudah mencarinya.
Satu detik setelah nomornya aktif, ponsel Bintang tidak berhenti berdering. Notifikasi tidak berhenti berjalan di layar ponselnya. Hingga tidak ada lagi notifikasi baru, di saat itulah Bintang membaca satu persatu pesan masuk.
Mulai dari atas, satu orang yang selalu menagih kehadirannya di tengah latihan teater.
David: Hey, I need your help now. Please go to Schonell Theatre. ASAP.
David: Oh, come on!
David: Answer me!
Saat itu, Bintang terlalu malas untuk membalas satu persatu pesan itu. Bintang akhirnya memutuskan untuk menelepon David kembali.
"Hello, David. Sorry but I just woke up," ucap Bintang saat panggilan terhubung.
Detik berikutnya Bintang dapat mendengar David berbicara dan setengah mengomel, meminta Bintang agar dapat hadir ke Schonell Teater.
Bintang merasakan kepalanya kembali berdenyut. "Sorry, David. But I can't go to Schonell now." Bintang berhenti sejenak saat ia merasakan tengkuknya begitu panas. Di saat itu Bintang tahu alasan mengapa badannya terasa tidak begitu sehat.
"I really can't go to Schonell now because I am running a fever," lanjut Bintang. Dia berharap David agar mengerti dengan kondisinya.
Tetapi, David tetap mengharapkan kehadiran Bintang dengan alasan hanya Bintang yang bisa membantu pemeran lainnya dalam berdialog.
"Look, David. I already told them how to live their dialogue, okay. They don't need me now. It's all fixed, they know what they want to do." Bintang terdengar lemas tetapi juga tegas.
Setelah mendengar alasan Bintang, akhirnya David tidak memaksa. "Alright, then. I understand the situation for now. Hope you get well soon."
Bintang menghela napas lega.
Lalu Bintang kembali sibuk dengan ponselnya. Ada beberapa pesan dari teman-temannya, pesan dari ibunya yang berisi kata rindu. Bintang kembali membalas pesan kepada ibunya bahwa ia juga rindu. Kemudian Bintang berakhir pada satu pesan yang membuat detak jantungnya berdegup kencang.
Adrian: Bee, kamu udah sampai di apartemen.
Adrian: Bee, kamu udah tidur?
Adrian: Bee, kamu capek banget, ya?
Yang terbaru dari Adrian adalah.
Adrian: Pagi, Bee! Hari ini aku gak lihat kamu di Schonell. Kamu gak apa-apa kan? Nanti kalau aku sudah selesai, kita ketemuan ya?
Bintang membalas pesan Adrian dengan singkat.
Aku gak apa-apa kok, Ryan. Oke, nanti jangan lupa kabari ya!
Sent.
Untuk kesekian kalinya Bintang menghela napas. Tidak tahu apa yang menghinggapinya, yang Bintang rasakan saat itu hanya rasa lelah.
***
Bastian bernapas lega saat giliran latihannya lebih selesai terlebih dahulu daripada yang lainnya. Baru saja ia akan meninggalkan Schonell, seseorang memanggilnya dari kejauhan.
Bastian menoleh ke sumber suara dan menemukan Mia berjalan mendekatinya.
"Bas, tunggu!" Mia berjalan setengah berlari ke arah Bastian.
Tidak tega melihat Mia menyusulnya, Bastian melangkah mendekati Mia.
"Kenapa Mia?"
Mia mengambil napas setelah posisinya berhadapan dengan Bastian. "Kamu udah selesai? Langsung pulang?"
"Eh—iya, aku harus pulang, karena..." Bastian berhenti beberapa detik untuk mencari alasan yang tepat agar Mia tidak mencurigainya.
"Kamu gak ingat ya hari ini mau pergi sama aku untuk opening kafe baru salah satu personil teater?"
Telapak tangan Bastian menempel di dahinya. "Oh iya, aku lupa." Tetapi saat itu Bastian malas untuk berpergian. Akhirnya Bastian menemukan alasan untuk menolak ajakan.
"Sori, Mia. Sepertinya aku gak bisa pergi. Badan aku gak enak dari semalam," ucap Bastian tidak sepenuhnya berbohong. Sebenarnya ia tidak enak badan karena kemarin malam ia sempat demam, ditambah ia tidur larut.
Mia meraba suhu tubuh Bastian. Tidak begitu panas, tetapi masih terasa hangat. "Ya udah, kamu istirahat aja dulu. Mau aku ke apartemen setelah selesai nanti?"
Bastian menangkup bahu Mia. "Aku gak mau kamu capek, Mia." Bibir Bastian mendarat di puncak kepala Mia dalam satu detik. "Kita bisa ketemu besok."
Mia tersenyum pada Bastian. "Ya udah deh kalau gitu." Saat itu pula Mia dapat mendengar David memanggilnya.
"Si cerewet udah panggil aku tuh. Aku pergi dulu ya." Mia mendaratkan kecupannya di pipi kiri Bastian kemudian berlalu meninggalkan lelaki itu.
***
Sebelum Bastian pulang ke apartemennya, lelaki itu menyempatkan diri untuk berhenti di salah satu restoran Cina yang berada tidak jauh dari tempat tinggalnya.
Langkah Bastian tidak memasuki restoran itu, melainkan ia hanya memesan salah satu menu untuk ia bawa pulang.
"1 Chicken Porridge, please," ucap Bastian yang langsung diproses oleh pramusaji restoran itu. Bastian menduduki bangku luar. Baru beberapa detik ia memesan, Bastian bangkit untuk kembali memesan.
"Excuse me, Sir. Make it 2, please. 2 Chicken Porridge. Thank you."
Sekitar 15 menit waktu yang dibutuhkan Adrian untuk menunggu 2 bungkus pesanannya itu. Setelah membayar makanannya, Bastian kembali berjalan menuju apartemen.
Saat langkah Bastian mendekati unit apartemennya, ia hanya melalui tempat tinggalnya tersebut. Langkah Bastian berhenti tepat di unit apartemen Bintang. Tanpa mengundur waktu, Bastian menekan bel apartemen itu.
Beberapa detik yang dibutuhkan Bastian menunggu Bintang membuka pintu apartemennya.
Bastian tersenyum sejenak saat melihat ekspresi terkejut Bintang.
Detik selanjutnya tangan Bastian mengangkat plastik yang berisi 2 bubur ayam. Dan itu sukses membuat wajah Bintang tersenyum.
Bintang kemudian mempersilakan Bastian masuk,
"Come in," ucap Bintang masih tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brisbane: Runaway
Любовные романыJarak belasan ribu kilometer dari orang-orang tercinta, ia berharap bisa bersembunyi. Dari masa lalu, luka, dan cinta. Namun nyatanya, semua itu harus ia temukan lagi pada suatu tempat, suatu sudut West Brisbane. Ini kisah mereka dengan tujuan be...