"Kita nikah aja yuk?" Bastian bersuara, cukup mengejutkan Bintang yang sedang memotong buah kiwi sebagai pelengkap sarapan mereka dengan oatmeal.
Bintang menoleh ke arah suara yang mengganggunya tersebut. "Lo gak bisa sehari aja hidup tenang?"
Bastian hanya tertawa mendengar respon kesal Bintang yang ia suka. Bagaimana ia tidak bisa menahan menggoda Bintang, karena setiap harinya Bintang selalu menyiapkannya makan pagi, makan siang maupun makan malam.
"Lo masak buat makan pagi gue sampai malam, udah melakukan kerja seorang istri." Bastian tetap melanjutkan godaannya.
Bintang tidak menghiraukan ucapan Bastian karena harus menghidangkan sarapan yang sudah siap.
"For your information, I did this because you are sick, okay?"
Bastian tahu itu. Begitu mudah untuk membuat gadis itu merasa terganggu.
"Oatmeal?" tanya Bastian setelah melihat makanan di hadapannya. "Tumben? Gue kira lo potong buah kiwi untuk roti gandum."
"Roti gandum dari Hongkong. Lo gak lihat apa isi kulkas sama dapur gimana?"
Pandangan Bastian beralih ke dapur. Tempat itu berisi makanan pada hari pertama ia menginjak apartemen itu, kini hanya beberapa sisa makanan.
"Lo makan banyak sih," ucap Bastian menuduh Bintang.
"Hell-o? Lo minta gue masak buat lo!" jawab Bintang tidak menerima dituduh.
"Lo kan juga makan—"
"Lo yang nyuruh gue! Lagian dompet gue masih di lo, uang tunai gue habis pesan makanan!"
Bastian kali ini diam. Ia tidak menyangkal jawaban Bintang karena apa yang diucapkan gadis itu benar.
Bastian memakan suapan terakhirnya. "Ya udah, nanti kita belanja stok makanan ya."
Kenapa kesannya gue tinggal bersama dia untuk waktu yang lama? Tanya Bintang dalam hati setelah mendengar ucapan lelaki itu.
"No thanks! Just give my wallet back!"
Bastian menggeleng. "Not now, setelah belanja gue balikin dompet lo."
Kali ini, Bintang tidak memandang Bastian. "You promise?"
"I promise."
Setelah itu, Bintang hanya terdiam.
***
Selama berbelanja, tidak ada hening maupun pertengkaran antara Bastian dan Bintang. Mereka berbincang layaknya teman lama. Meskipun cerita mereka tidak jauh dari...
"Kalau kornet paling enak di Brisbane, yang mana?"tanya Bastian yang disambut oleh gerakan jari telunjuk Bintang.
"Yang itu tuh, merk paling enak."
Bastian memberi Bintang banyak pertanyaan tentang merk apapun itu untuk mengisi apartemennya. Bintang dengan pengalaman hidup satu tahun tinggal di Brisbane memberi tahu semua yang ditanyakan oleh Bastian.
Semuanya terlihat baik-baik saja. Mereka berbelanja satu troli yang di dorong oleh Bastian. Sampai...
"Different payment please—"
"Here," ucap Bastian sembari menyodorkan kartu untuk membayar barang belanja. Lelaki itu bertindak lebih cepat dari yang Bintang duga. Dengan kesal gadis itu memberikan Bastian tatapan what-the-hell-you-just-doing?
Bintang pun melampiaskan kekesalannya setelah mereka berada di lantai unit apartemen mereka.
"Siapa suruh lo bayar belanjaan gue?"
"Gak ada yang nyuruh, gue yang mau."
Bintang berdecak kesal. "Tapi kan gue—"
"Dompet lo juga masih di gue, gimana lo bisa bayar juga?" ucap Bastian sambil menyodorkan dompet Bintang.
Bintang tidak membalas Bastian. Pandangan gadis itu jatuh pada dompet miliknya. Dengan enggan ia mengmbil kembali barang berharga miliknya.
"Thanks, tapi tadi belanja gue berapaan?"
"Gak usah kali, struk belanja juga udah gue buang."
"Gak bisa gitu dong. Gue gak akan merasa nyaman kalau begini, lagian gue—"
Bastian memotong kalimat Bintang. "Makanya nyaman aja, kan gue udah minta lo jadi istri gue tadi pagi."
Bintang menatap Bastian takjub, tidak percaya dengan apa yang baru saja lelaki itu ucapkan.
"Anggap aja imbalan karena lo udah nolong gue selama sakit."
"..."
"Anggap aja gue lagi baik."
"..."
"Anggap aja rezeki. Eh, gak boleh nolak rezeki, nanti dosa."
Bintang merapatkan bibirnya kemudian mengangguk.
"Okay, gue anggap aja kita impas?"
Bastian tersenyum kecil. "Kita impas."
"Oke," jawab Bintang kemudian kedua tangannya mengangkat kantong belanja dan dompet miliknya. "Thanks, Bastian."
Bintang membalik tubuh, berjalan dengan enggan ke unit apartemen miliknya tetapi, sebelum langkahnya memasuki apartemennya.
Sebuah lengan menahan badan Bintang, dan napas dari lengan yang merangkulnya itu menyapa tengkuk Bintang yang diikuti dengan bisikan.
"Saturday night, 23:15, you call my name for the first time."
Bintang terpaku. Tidak mengerti dengan suasana yang baru saja Bastian ciptakan.
Bastian mengecup puncak kepala Bintang dengan waktu cepat. "Good night, Bintang."
Belum sempat Bintang membalasnya, lelaki itu sudah menghilang dari pandangannya.
Bintang masih tidak mengerti dengan adegan yang baru saja ia alami.
***
Bastian terduduk setelah memasuki unit apartemen. Barang belanja tadi dibiarkan untuk sementara.
Lelaki itu juga tidak mengerti dirinya.
Bagaimana perasaannya begitu senang saat Bintang menyebut namanya.
Bagaimana ia terlalu tergoda untuk mencium puncak kepala gadis itu.
Ia tidak mengerti.
Tetapi.
Ia akan menemukan jawaban atas tingkah anehnya.
Secepatnya.
I will make thousand excuse to meet her again, I will, ucap Bastian dalam hati.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Brisbane: Runaway
RomanceJarak belasan ribu kilometer dari orang-orang tercinta, ia berharap bisa bersembunyi. Dari masa lalu, luka, dan cinta. Namun nyatanya, semua itu harus ia temukan lagi pada suatu tempat, suatu sudut West Brisbane. Ini kisah mereka dengan tujuan be...