Tepuk tangan mengisi Schonell Teater setelah pertunjukan teater usai. Masing-masing personel menyudahi tugas dengan baik.
Di belakang panggung, Bintang ikut bersorak dan tepuk tangan. Ia terlihat sangat puas dengan pertunjukkan teater yang baru ia lihat.
Dari kejauhan Bintang dapat melihat Adrian berjalan mendekatinya. Bintang menyambut kehadiran Adrian dengan senyum.
Saat langkah Adrian berada tepat di depan Bintang, lelaki itu langsung merengkuh tubuh Bintang.
"I did it, Bee!" ucap Adrian begitu riang.
Bintang membalas pelukan Adrian. "Congrats Ryan! You did well."
Detik berikutnya Bintang menemukan Bastian tengah berbicara dengan Mia. Tetapi dalam satu detik pandangannya bertemu dengan Bastian. Keduanya saling melempar senyum saat itu.
Adrian melepaskan dirinya dari Bintang. Fokusnya merekam Bintang dari kepala hingga kaki, saat itu Bintang menggunakan gaun bardot berwarna hitam.
"You look beautiful as always!" bisik Adrian. Dari tadi ia memang tidak sempat bertemu dengan Bintang karena harus latihan ulang sebelum acara dimulai.
Bintang mengerutkan hidungnya. "Makasih, Ryan. You look handsome as always."
Saat Adrian hendak mencium Bintang, dari punggung perempuan itu ia melihat dua orang berjalan mendekati mereka.
Bibirnya Bastian mengecup kilat bibir Bintang lalu mengalihkan pandangan dan melambaikan tangan ke arah dua orang mendekatinya.
"Adrian!" teriak Vivi berjalan mendekati Adrian.
Bintang yang membelakangi pun memutar badannya. Ia melihat Vivi tengah melambai ke arah Adrian. Saat itu, Vivi tidak berjalan sendirian melaikan bersama seorang.
Dengan cepat Bintang mengubah posisi dengan berdiri di samping Adrian lalu menundukkan kepala.
Saat langkah Vivi mendekati Bastian, lengan perempuan itu merengkuh leher Adrian. "You did well, my bestie," ucap Vivi dengan riang.
Adrian kembali merangkul Vivi dengan singkat. "Thank you, bestie." Detik berikut Adrian melepaskan diri dari Vivi dan berjalan mendekati ayahnya, Bernard.
"You did your best, Adrian. I am so proud of you," ujar Bernard dengan nada begitu bangga.
Adrian kembali merangkul Bintang yang tengah diam. "Oh iya, Pa. Let me introduce my girlfriend, Bintang."
Bintang dengan enggan mengadahkan kepala dan menoleh ke arah Bernard. Tampak pria paruh baya itu sedikit terkejut, tetapi seperti halnya Adrian, Bernard dengan mudahnya mengendalikan emosinya.
"Perkenalkan, saya Bintang."
"Saya Bernard, ayah Adrian."
Begitu singkat perkenalan mereka. Di tengah keheningan itu, tiba-tiba seorang menyerukan nama Bernard.
"Bernard Nathanel!"
Bintang memutar tubuhnya dan menemukan sumber suara yang menyerukan nama ayah Adrian. Ternyata orang itu adalah Ferry.
Di belakang Ferry, tampak Bastian dan Mia berjalan mendekati mereka.
"Saya tidak menduga akan bertemu Anda di sini," ucap Ferry sembari menjabat tangan Bernard.
Bernard membalas jabatan itu. "Saya juga, sebuah kejutan bisa bertemu Anda di sini."
Beberapa detik mereka lalui mendengar bahwa Ferry penggemar musik dari Bernard, sedangkan Bernard merupakan penggemar dari film Ferry.
Saat Adrian dan Bintang akan memisahkan diri, tiba-tiba niat mereka terhenti karena Ferry bersuara. "Bagaimana kalau kita semua makan malam bersama? Sekaligus melepas rindu sesama orang Indonesia."
Bernard pun setuju. "Benar sekali. Sekaligus kita merayakan usainya pertunjukkan. Kita harus makan di mana, ya?" tanya Bernard pada Adrian.
Adrian pun menunjukkan satu kafe yang tidak jauh dari Schonell Teater. "Darwin's aja, Pa."
***
Meja makan bundar untuk tujuh orang itu begitu ramai dengan obrolan mereka. Di saat Bernard sibuk berbincang dengan Ferry, Bastian dengan Mia, dan Adrian yang sesekali berbicara dengan Vivi.
Bintang makan dengan tenang.
Alasan mengapa ia tenang malam itu hanya satu. Dia tidak mengerti kenapa dirinya bisa terjebak diantara orang-orang ini.
Orang-orang asing yang tiba-tiba menjadi keluarga karena asal mereka yang sama.
Sebenarnya Bintang ingin merasakan kekeluargaan itu, tetapi ada satu orang yang mengganggunya.
Bastian yang duduk di sebelah Bintang pun merasakan keanehan. Ia merasa aneh mengapa Bintang begitu tenang. Yang Bastian tahu Bintang begitu mudah akrab sejak ia lihat sendiri keakraban Bintang dengan ayahnya, Ferry.
Mia mengundurkan diri beberapa menit untuk menjawab panggilan dari ibunya, saat itu juga Bastian mengalihkan pandangan pada Bintang.
"Lo diam aja dari tadi," sapa Bastian setengah berbisik.
Bintang dengan malas menjawab. "Lagi sariawan."
Bastian yang iseng pun mengambil lemon plastik dan memberikannya pada Bintang. "Makan nih, siapa tahu langsung sembuh sariawannya."
Dengan susah payah Bintang menahan tawanya. "Apa sih, Bastian!"
Adrian yang sibuk dengan Vivi sesekali melirik Bintang tengah sibuk menanggapi lelucon Bastian. Di tengah Vivi masih bercerita, Adrian menoleh penuh ke arah Bintang.
Adrian menautkan jemarinya dengan Bintang yang membuat perempuan itu menoleh ke arahnya.
"Ya, Ryan?"
Bukannya menjawab, Adrian mendekatkan wajahnya ke Bintang. "I don't like seeing you laugh with him," bisik Adrian. Napasnya menyentuh tengkuk Bintang.
Bintang saat itu merasa kesal dan menantang Adrian. "Jealous?"
Perlawanan Bintang pun menarik perhatian Adrian. "We will talk about it later."
Vivi sedari tadi melihat pemandangan Adrian begitu dekat dengan Bintang. Perempuan itu merasa sangat terganggu.
Sedangkan Bastian dapat melihat Adrian cemburu. Dari luar lelaki itu tampak tenang, tetapi di dalam hati ia tersenyum, begitu puas.

KAMU SEDANG MEMBACA
Brisbane: Runaway
RomanceJarak belasan ribu kilometer dari orang-orang tercinta, ia berharap bisa bersembunyi. Dari masa lalu, luka, dan cinta. Namun nyatanya, semua itu harus ia temukan lagi pada suatu tempat, suatu sudut West Brisbane. Ini kisah mereka dengan tujuan be...