O-Week and Oh My God!

5.7K 509 19
                                    

Beberapa hari berlalu baik Bintang maupun Bastian tidak bertemu sama sekali. Bukan karena mereka berkelahi lagi atau apapun itu, melainkan mereka disibukkan oleh jadwal masing-masing.

Bintang beberapa hari belakangan sibuk dengan persiapan pekan orientasi di mana ia akan mempromosikan sekaligus mengenalkan organisasi yang ia geluti selama ia menempuh pendidikan di UQ-University of Queensland. Ia tampak begitu santai, di sisi lain ia merasa lega karena telah kembali dengan kegiatannya, namun di sisi lain ia merasa kosong dan kehilangan.

Bastian kah? Entahlah.

Bintang tidak tahu, dan tidak akan mencari alasan atas perasaannya.

Tidak akan pernah.

You are lost your mind if you miss him, Bintang.

***

Lelah.

Itulah yang Bastian rasakan setelah beberapa hari melakukan O-week atau yang disebut dengan pekan orientasi.

Ospek di Austrilia tidak begitu melelahkan atau sekonyol yang ada di Indonesia. Pekan orientasi di Australia hanya melakukan beberapa kegiatan seperti pengenalan beberapa proses yang ada berlaku di UQ. Namun sebagai mahasiswa internasional, Bastian diberi sejumlah pelatihan tentang menulis essay atau makalah dalam bahasa Inggris dan bagaimana cara menyalur hasil karya akademis orang lain.

Beberapa kegiatan itu tidak menguras otot Bastian melainkan otaknya. Dan itu sudah cukup membuatnya tersiksa. Ditambah lagi, ia tidak pernah lagi bertemu dengan Bintang. Bukannya lelaki itu tidak mau bertemu dengan Bintang, hanya saja tidak ada jawaban setiap kali Bastian menekan tombol unit apartemen Bintang.

Senyum membelah wajah Bastian seketika mendengar ponselnya berbunyi. Namun dalam waktu begitu cepat setelah melihat panggilan masuk itu bukanlah dari orang yang ia rindukan.

"Halo, ayah?"

"Sorry to hear that boy, suaranya lesu banget? Kenapa? Karena bukan gebetan yang nelpon ya?"

Bastian tersenyum mendengar jawaban ayahnya. Lelaki tua itu memang paling mengerti, batinnya.

"Gak juga kok. Ayah apa kabar?"

Bastian berbincang dengan ayahnya, bertukar kabar dan memberitahu kegiatan masing-masing. Lelaki itu menceritakan pada ayahnya setiap kegiatan yang berlangsung selama pekan orientasi.

"Beda banget ya Bas sama ospek di Indonesia."

"Emang beda yah, tapi tetap aja bikin capek," ucap Bastian mengeluh.

"Ayah ngerti kok, gimana gak capek, kamu cuti 2 tahun setelah lulus SMA. Pokoknya gak ada kendala yang mengganggu kan?"

"Engga kok yah. Besok juga udah hari terakhir pekan orientasi kok."

Ferry dari seberang sana hanya mengangguk. "Emang ada kegiatan apa lagi?"

"Ya seperti pengenalan beberapa organisasi gitu deh yah kayaknya, lalu..." Bastian melanjutkan ceritanya dengan ayah hingga waktu yang dibataskan.

Setelah berbincang panjang lebar dengan ayahnya, Bastian bermain ponselnya dengan acak. Log in dan log out semua media sosial yang ia punya. Jemarinya berakhir dengan menekan ikon picture.

Matanya kembali melihat potret dirinya, bersama teman-temannya, keluarganya, dan bersama Mia.

Untuk beberapa saat Bastian merasa kilas balik. Ia masih menyimpan potret mantan kekasihnya. Belum tepat dibilang mantan kekasih sebenarnya, karena belum ada kata putus baik dari Mia dan Bastian.

Brisbane: RunawayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang