We Just Met, We Just Kissed

9.1K 797 18
                                    


Bastian terlalu lelah malam itu hingga tidak menyadari seorang perempuan menyelinap masuk ke apartemen bahkan kamarnya. 

Dimulai saat pintu apartemen yang mengeluarkan bunyi dan lalu diikuti suara pintu kamar, hingga perempuan itu menempati satu sisi tempat tidurnya.

Ada gerakan gusar di sebelah Bastian, dan helaian rambut menggelitik lehernya membuat Bastian membuka paksa dua matanya yang masih terasa berat.

Pandangan Bastian jatuh pada tangan yang sedang memeluk badannya. Ada rasa panik, namun ia berusaha tenang.

 Masih terlalu pagi untuk membuat keributan, atau apakah dia masih dibawah alam sadar? Pikirnya.

 Ponsel miliknya yang terletak di bawah bantal begitu ribut hingga membuat perempuan asing yang memeluknya bergerak kecil, tetapi belum cukup untuk membangunkannya. Dengan cepat tangan Bastian meraih ponsel tersebut dan membuat suara ribut hilang tanpa menggerakan badannya. Ia mengatur ulang alarm agar tidak kembali membuat keributan.

Matanya kembali menatap wajah gadis yang sedang bersandar padanya. Jujur saja, ia merasa jengkel, rasa ibanya lebih besar daripada rasa jengkel membuat ia tidak tega untuk membangunkan perempuan itu ketika melihat bagaimana ia tertidur, begitu pulas. 

Kedua mata Bastian merekam wajah gadis itu. Semua yang ada pada wajah perempuan itu.

Tidak cantik, tidak secantik Mia, tetapi terlihat manis. Setidaknya gadis ini memiliki kelebihan. Kelebihan beban di pipinya. Not bad, but not my style, itulah yang dipikir Bastian. 

Dilihatnya penampilan gadis tersebut yang mengenakan pakaian sedikit terbuka yang menarik perhatiannya. Sempat Bastian berpikir yang tidak-tidak. Well, Bastian hanyalah lelaki normal.  

Tidak sampai disitu saja hingga pandangan Bastian jatuh pada bibir perempuan itu. Small lips but kissable pikirnya yang langsung saja ia coba untuk ia sangkal saat ia melihat cairan bening keluar dari bibir gadis itu.

Bodohnya gue berpikir demikian, batinnya. Dilihatnya jam masih menunjukkan pukul 7 pagi, Bastian kembali merasa ngantuk. Lelaki itu kembali tertidur, tanpa ia sadari, lengannya refleks memeluk kembali pundak gadis asing itu.

***

Bintang terbangun atas kesadarannya sendiri. Tanpa suara alarm yang mengganggu. Dalam keadaan setengah sadar ia melihat seorang lelaki tengah berbaring di sampingnya. Apa aku masih bermimpi? Ia membatin. 

Ia membeku di tempat. Tengah berpikir tentang situasi yang ia hadapi. Bintang memutar otak untuk menemukan jawabannya. Cukup lama Bintang berpikir, hingga gerakan lengan lelaki itu bergerak, mengeratkan pelukannya. Membuat Bintang membulatkan matanya.

Oh shit, umpat Bintang dalam hati. What the hell just happened?

Otak Bintang bekerja sangat lambat hingga susah menyadari keadaannya saat ini. 

Kepala Bintang sedikit tegak, pandangannya merekam sudut kamar apartemen. Benar, itu adalah apartemen miliknya, tetapi kenapa ada lelaki asing ini di tempatnya. 

Dilihatnya wajah lelaki yang masih tertidur itu. Handsome.. yet look like a jerk. Dan ngomong-ngomong soal jerk...

Bintang memeriksa keadaan tubuhnya. Tidak ada yang begitu parah terlihat, tapi tank top dan short? Hal itu masih membuat Bintang heran.

I can't just keep quite, right? Batinnya sebelum melayangkan sebuah tamparan pada wajah tampan Bastian.

"What the hell just happened?" teriak Bastian sembari mengelus wajah tampannya.

Bintang sempat berteriak histeris sebelum bertanya. "Who the hell are you?"

"Calm down, stranger. I am the one who supposed ask, who are you?"

Menjengkelkan. Itulah yang dirasakan Bintang. Ditanya kok malah ditanya balik sih?

Baru saja Bintang akan mengatai lelaki aneh di depannya, ponsel miliknya berdering.

David is calling.

Belum sempat Bintang mengangkat telepon dari salah satu temannya tersebut, sambungan telepon sudah terputus. Bintang  kembali melihat pukul berapa. Pukul 9 pagi.

"Sial! Gue telat!" umpat Bintang kemudian bangkit dari posisinya.

Bastian merasa yakin bahwa gadis itu barusan berbicara dengan bahasa Indonesia.

"Oh jadi lo orang Indonesia juga?" tanya Bastian.

Bintang tidak memperdulikan ucapan Bastian. Pandangannya mengitari kamar Bastian. Memang letak bentuk apartemennya persis dengan sebelumnya, tetapi seprai yang dengan bendara Inggris itu akhirnya membuat Bintang sadar.

Benar, ini bukan kamar gue.

"Emang ini bukan kamar lo," ucap Bastian seolah-olah bisa membaca pikiran Bintang.

Bintang salah tingkah. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia membeku karena ada perasaan bersalah karena sudah membuat ribut dengan lelaki itu.

Bastian mendapati Bintang membeku di tempat, membuat Bastian ingin mendekatinya. Dan masih ada rasa panas di pipinya membuat Bastian ingin membalas perbuatan Bintang. Langkah Bastian berjalan mendekati Bintang. 

Mereka saling berhadapan. Bertingkah hendak berbicara namun tidak ada yang bersuara.

Dan rasa panas pipi kiri Bastian yang ditampar oleh Bintang membuat lelaki itu mengapit dagu Bintang dengan ibu jarinya.

"Udah sadar sekarang? Atau lo perlu gue buat lebih sadar lagi?"

Detik berikutnya, bibir Bastian menempel di bibir Bintang. 

Bastian takjub dengan sikapnya yang tidak terduga, padahal yang ia maksud membalas perbuatan Bintang bukanlah dengan mencium Bintang. Tidak tahu mengapa, tetapi Bastian tidak ingin menjauh.

Sedangkan Bintang tidak tahu bagaimana akan merespon sikap Bastian. Bagaimanapun ia merasa gugup saat jemari Bastian mengapit dagunya. Ibu jari lelaki itu mengusap lembut dagu Bintang. Detik berikutnya yang ia ketahui bibir lelaki itu menempel di bibirnya.

Seolah waktu berhenti untuk sementara, Bintang benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Apakah dia harus melepaskan dirinya, atau tidak

***


Brisbane: RunawayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang