PROLOG

7.6K 377 39
                                    

Suara ambulance mengisi keheningan malam yang tenang. Tidak hanya satu, cukup banyak hingga memperlihatkan kilauan lampu-lampu merah yang mengisi tempat ini.

Suara ledakan beberapa mobil pun masih terdengar dan cukup mencekam. Asap dimana-dimana, bau darah menyengat di seluruh tempat.

Malam yang sangat mengerikan, malam yang sangat buruk, andaikan ini hanya sebuah mimpi semua pasti akan baik-baik saja.

#

"Kak Ray – bantu aku keluar dari sini. Kay Ray – aku nggak bisa ngerasain apapun. Kak Ray – tolong lakukan sesuatu. Aku mohon."

"Ray kamu harus keluar dari sini sayang. Kamu harus tetap hidup. Jangan biarkan Jay sendirian. Kamu harus keluar sekarang. Hanya kamu yang bisa melakukannya."

"Ray, Om akan membukakan pintu untukmu. Ketika pintu terbuka berjanjilah kau akan segera keluar dari mobil ini. Kau harus melakukannya."

"Papa – Mama – Cheryl – Om Haris."

TIIIITTT!!!

Sebuah garis lurus terlihat di layar pendetak jantung tersebut. Seorang dokter dan beberapa perawat dengan cepat memasuki ruangan ICU ini. Berniat untuk memberikan pertolongan pertama. Tapi apa yang mereka lihat kini mengejutkan mereka seketika.

Anak lelaki itu membuka matanya. Ia hidup. Keadaannya normal. Semuanya baik-baik saja.

Tapi, hari itu semuanya berubah. Ia terbangun dengan sejumlah perubahan yang sangat besar di dalam dirinya.

Anak itu hidup tapi dia mati!

***

"Aku bisa menjadi doktermu jika kau mau." Anjani menghentikan langkah Ray. Membuat lelaki itu berbalik dan menatapnya sinis.

"Menjadi dokterku? Jangan bercanda." Ray kembali berjalan menuju meja kerjanya. "Pergilah selagi aku masih memintamu dengan baik." Ray menjatuhkan tubuhnya di kursi besarnya. Ia menutup matanya seraya menghela napas pelan.

"Bagaimana jika aku akan melakukan hal yang berbeda? Tidak seperti doktermu yang lain. Aku tidak akan menyuruhmu melakukan pengobatan seperti yang mereka lakukan."

Ray membuka matanya, menatap sinis Anjani yang berada cukup jauh darinya. Rahangnya mengeras, ia menolak tapi ia juga memikirkan tawaran itu.

***

"Tawaranmu waktu itu. Apa masih berlaku sekarang?"

Ray berdiri di samping Anjani. Memasukkan kedua tangannya ke dalam saku dan menatap Anjani dengan dingin tanpa persahabatan disana.

"Aku setuju. Kau bisa menjadi dokterku. Tapi, aku punya syarat untuk itu."

Anjani membalas tatapan Ray, bertanya dibalik tatapan itu.

"Ayo kita bertunangan. Dengan begitu tidak ada yang curiga jika seorang Dokter sepertimu selalu berada di dekatku."

Ray menatap datar Anjani. Tanpa ekspresi disana. Pemuda itu terlalu dingin untuk dimengerti.

Saat ini Anjani hanya bisa melebarkan matanya. Mengepalkan kedua tangannya sebagai isyarat jika dia tidak menyetujui hal ini.

Tunangan? Bagaimana lelaki seperti dia mengatakan kata 'Tunangan' dengan begitu mudah? Bahkan Anjani tidak tahu apakah seorang Raiden Hershel Ganendra mengerti arti dari sebuah ikatan?

Bagaimana bisa Anjani melakukan hal itu tanpa cinta hanya demi sebuah pekerjaan? Ini tidak masuk akal bukan?

Banyak orang yang ingin menjadi pasiennya. Dan lelaki yang berada di hadapannya sekarang bersikap seolah-olah dia ingin membeli gadis itu dengan begitu mudahnya.

Tidak ada yang tahu. Apa yang akan terjadi di antara mereka.

Pada akhirnya sebuah pilihan akan bergantung pada takdir.

Apakah pendirian yang akan menang, atau justru rasa kasihan?

~*~

The second Story.

MR PHOBIA is coming.

Tiwi udah pikirin masak-masak tentang cerita ini. Cielah! Dikira makanan kali ya.

Tapi beneran. Ada beberapa cerita yang terlintas di kepala. Entah itu karena emang kepala muatannya banyak atau emang Tiwinya yang suka ngayal.

Tapi nggak papa lah ya. Mengayal bebas itu enak. Nggak ada yang larang juga sampe sejauh ini.

Nah! Dari banyaknya cerita yang terlintas nih. Akhirnya pilihan jatuh di MR Phobia. Nggak tau kenapa lebih excited aja dengan alur yang ini.

Tapi bukan berarti yang lain nggak excited. Cuman, yang lain lagi di simpen untuk selanjutnya aja.

So. Tiwi berharap kalian juga yang baca cerita ini bakal excited. Semoga MR Phobia bisa mencuri hati kalian dari prolognya.

Tiwi masih butuh vomment2 membangun dari kalian. Itung-itung buat tambah semangat nulisnya. Mengingat Tiwi kerja dari pagi sampe malem. Dan langsung lanjut nulis cuma untuk kalian.

MR. PHOBIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang